Jakarta, MINA – Manajer Riset dan Konsultasi dari organisasi bidang pangan dan gizi kerja sama menteri-menteri pendidikan se-Asia Tenggara atau Southeast Asian Ministers of Education Organization (SEAMEO) Regional Centre for Food and Nutrition (RECFON) dr. Grace Wangge mengatakan, anak dari orang tua perokok kronis 5,5% mengalami stunting.
“Anak dari orang tua perokok kronis 5,5% lebih tinggi kemungkinan mengalami stunting, dibandingkan anak dari orang tua non-perokok,” katanya dalam Media Briefing dengan tema ‘Pendidikan Gizi dan Generasi Emas Indonesia 2045’ di Kantor SEAMEO RECFON Salemba Raya, Jakarta, Jumat (24/5).
Hal ini berdasarkan data Indonesian Family Life Survey (IFLS), proporsi pengeluaran rumah tangga pada tahun 1994 untuk rokok mengalami kenaikan dari 3,6% kemudian menjadi 5,6% di tahun 2014. Kenaikan pengeluaran rokok dari tahun 1993 sampai 2014 dibarengi oleh penurunan proporsi pengeluaran kebutuhan pokok seperti makanan sumber protein dari 10,1% menjadi 7,8%, seta makanan sumber karbohidrat dari 8,6% menjadi 7,3%.
“Rokok, stunting dan kemiskinan ada kaitannya. Rokok sama stunting ada hubungannya, jadi orang tua perokok akan lebih mendahulukan konsumsi rokok daripada untuk membeli makanan bergizi seperti ikan dan daging,” ujar Wangge.
Baca Juga: Update Bencana Sukabumi: Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian
Senada dengan Wangge, Peneliti Utama SEAMEO RECFON Dr. Umi Fahmida mengatakan, belanja rokok di Indonesia menjadi pengeluaran terbesar ketiga dalam rumah tangga (12,4% dari pengeluaran rumah tangga). Ini setara dengan dengan jumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli sayur mayur (8,1%) serta telur dan susu (4,3%).
“Bayangkan, kalau yang 12% itu disisihkan, akan sangat berkontribusi untuk keragaman pangan yang bermanfaat bagi peningkatan gizi anak. Uang itu bisa dibelikan sesuatu yang berguna, mungkin dibelikan telur, ikan sayur dan buah,” jelasnya.
Merujuk pada hasil analisis data IFLS, kemungkinan anak dari keluarga perokok menjadi stunting lebih besar dari anak keluarga tanpa perokok.
Selain itu, berdasarkan studi dari Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia, anak-anak dari keluarga perokok kronis memiliki kecenderungan untuk tumbuh lebih pendek dan lebih ringan dibandingkan dengan anak dari keluarga tanpa perokok.
Baca Juga: PSSI Anggarkan Rp665 M untuk Program 2025
Menurut Umi akar persoalan stunting bisa dilihat dari tiga hal. Pertama, yang langsung itu karena asupan gizi anak buruk atau kurang. Kedua, dipengaruhi oleh seringnya anak sakit sehingga penyerapan zat gizi tidak optimal. Ketiga, adalah pengaruh pola pengasuhan keluarga.
“Padahal keluarga ini bukan cuma ibu. Tetapi juga bapaknya“, ujar Umi.
Umi yang pernah mendapat penghargaan dari Universitas Indonesia ini, faktor keluarga berpengaruh cukup besar, namun ada faktor-faktor lain di tingkat komunitas antara lain seperti akses pelayanan kesehatan, kesehatan lingkungan dan ketersediaan pangan. (L/R10/P1)
Baca Juga: Naik 6,5 Persen, UMP Jakarta 2025 Sebesar Rp5,3 Juta
Mi’raj News Agency (MINA)