Ramallah, MINA – Para pejabat Palestina meningkatkan upaya diplomatik dalam upaya terakhir untuk menghentikan aneksasi Israel atas wilayah Palestina.
Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan kepada wartawan pada Selasa (9/6) bahwa tawaran balasan politik telah diserahkan kepada kelompok penengah dalam konflik, yang terdiri dari PBB, Amerika Serikat, Rusia dan Uni Eropa
“Kami mengajukan kontra-proposal ke Kuartet (kelompok penengah) beberapa hari yang lalu,” katanya seperti dikutip Daily Sabah, Rabu (10/10).
Ia mengatakan, pihaknya mengusulkan pembentukan “negara Palestina yang berdaulat, merdeka dan demiliterisasi” dengan “modifikasi kecil perbatasan jika diperlukan.”
Baca Juga: Hamas Kutuk Agresi Penjajah Israel terhadap Suriah
Diumumkan pada akhir Januari lalu di Washington, rencana perdamaian Presiden AS Donald Trump memberikan pencaplokan oleh Israel atas permukimannya dan Lembah Jordan di Tepi Barat yang diduduki.
Palestina telah menolak rencana itu secara keseluruhan, yang juga menyediakan pembentukan negara Palestina tetapi di wilayah yang direduksi dan tanpa Yerusalem Timur sebagai ibukotanya.
Dalam beberapa hari terakhir, demonstrasi menentang aneksasi telah berlipat ganda di Tepi Barat dan juga di Israel.
“Kemarahan ada di sana, ketidakpuasan ada di sana, frustrasi ada di sana dan semua itu membuat lebih banyak masalah,” kata Shtayyeh.
Baca Juga: Pemukim Yahudi Ekstremis Rebut Rumah Warga Yerusalem di Silwan
Sebuah jajak pendapat Israel pekan lalu juga menunjukkan sebagian besar warga Israel khawatir bahwa aneksasi akan memicu pemberontakan Palestina. Pemberontakan Palestina terbaru, yang dikenal sebagai Intifada Kedua, meletus pada awal 2000-an dan termasuk gelombang pemboman bunuh diri dan tanggapan mematikan Israel.
Lebih dari 450.000 warga Israel tinggal di pemukiman ilegal menurut hukum internasional di Tepi Barat yang diduduki, yang merupakan rumah bagi 2,7 juta warga Palestina.
Para analisis mengatakan bahwa Netanyahu memiliki peluang sempit untuk bergerak maju dengan pencaplokan, sebelum pemilihan presiden AS pada November karena dapat membuat sekutu dekatnya Trump gagal terpilih kembali untuk kedua kalinya sebagai Presiden. (T/R6/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Media Ibrani: Netanyahu Hadir di Pengadilan Atas Tuduhan Korupsi