Pangsa Pasar Industri Halal Nasional Alami Peningkatan

Jakarta, MINA – Direktur Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia, Prijono mengatakan,  pangsa pasar industri nasional terhadap global menunjukkan Indonesia sebagai leader, utamanya pada industri makanan halal yang pangsanya mencapai 13 persen.

“Ekonomi syariah dan industri halal saat ini menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru. Beberapa negara, termasuk negara berpenduduk mayoritas non-muslim, telah menjadikan ekonomi syariah sebagai salah satu motor penggerak ekonomi,” kata Prijono dalam webinar halal bertema “Opportunity for National Halal Products to Enter Global Market”  secara virtual, Ahad (24/10).

State of Global Islamic Economic Report mengungkapkan, Indonesia menempati posisi keempat pada tahun 2020 dan masuk Top 10 di seluruh sektor. Untuk melihat besarnya kesempatan produk halal nasional masuk ke pasar global.

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) bersama Bank Indonesia (BI) dalam rangkaian Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2021 mengadakan webinar halal.

Prijono mengungkapkan, bahwa pangsa pasar industri halal nasional terhadap global menunjukkan Indonesia sebagai leader, utamanya pada industri makanan halal yang pangsanya mencapai 13% total konsumsi makanan halal dunia.

“Sertifikasi halal mutlak diperlukan untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produsen halal dunia karena memegang peran penting dalam keberhasilan ekspor produk. Seperti yang sudah diketahui, beberapa negara mewajibkan produk halal masuk ke negaranya yang ditandai dengan bukti fisik berupa sertifikat halal, terutama negara dengan penduduk mayoritas muslim,” ujar Prijono.

Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dr. Musthofa menekankan, pentingnya para pelaku usaha di Indonesia untuk mengetahui, memahami, dan mengimplementasikan bagaimana mendapatkan sertifikasi halal dan standar halal global untuk meningkatkan daya saing produk di pasar global.

Per September 2021, data LPPOM MUI menyebutkan bahwa terdapat 310.589 produk halal dengan 8.823 ketetapan halal dari 6.338 perusahaan beredar di Indonesia.

Direktur Eksekutif LPPOM MUI, Muti Arintawati menyampaikan bahwa pihaknya turut mengamati dan merasakan perubahan tersebut. Seperti kita ketahui, LPPOM MUI merupakan pelopor sertifikasi halal di Indonesia sejak tahun 1989.

“Jika dulu sertifikat halal hanya dipersyaratkan oleh negara berpenduduk mayoritas muslim, saat ini bahkan untuk keperluan pengembangan industri produk halal dan pariwisata, negara-negara bukan muslim turut menjadi pasar produk halal yang potensial,” terangnya.

Persyaratan sertifikat halal, lanjut Muti, yang diterima untuk menjadi tiket masuk suatu negara juga semakin berkembang. Sertifikat halal tidak cukup diterbitkan oleh suatu Lembaga Islam, Lembaga Sertifikasi Halal (LSH) tersebut harus memenuhi berbagai persyaratan akreditasi yang cukup rigid.

LPPOM MUI menjadi LSH pertama yang telah terakreditasi SNI ISO/IEC 17065:2012 dari Komite Akreditasi Nasional (KAN), serta telah diakui oleh lembaga sertifikasi halal luar negeri, Emirates Authority for Standardization and Metrology (ESMA) pada standar UAE 2055:2-2016. Standar sertifikasi dan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang dirancang serta diimplementasikan oleh LPH LPPOM MUI telah pula diakui bahkan juga diadopsi oleh lembaga-lembaga sertifikasi halal luar negeri, yang kini mencapai 44 lembaga dari 26 negara.

Hadir dalam webinar Direktur Pelayanan Audit Halal LPPOM MUI  Muslich, Plt. Kepala Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi Badan Standardisasi Nasional (BSN), Donny Purnomo Januardhi Effyandono, S.T; serta Auditor Internal Halal (KAHI) dan Penyelia Halal PT. Sasa Inti Gending, Bayu Siswantoro Koordinator, S.T.  (L/R4/P1)

 

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

 

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.