Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para Pewaris Al Quran – Oleh KH Yakhsyallah Mansur

sri astuti - Senin, 1 Juli 2019 - 00:22 WIB

Senin, 1 Juli 2019 - 00:22 WIB

10 Views

Imamul Muslimin Yakhsyallah Mansur menyampaikan tausiyah di Tabligh Akbar di Wonogiri (Foto: Mina/Irfan)

Firman Allah :

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا ۖ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ وَمِنْهُمْ مُقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ (فاطر [٣٥]: ٣٢)

“Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”. (Q.S. Fathir [35]: 32).

Abul Qasim Al-Husein bin Muhammad yang dikenal dengan Ar-Raghib Al-Asfihani (502 H) mendefinisikan waris adalah:
“Pemindahan hak milik kepada seseorang dari orang lain tanpa perjanjian dan segala sesuatu yang berlaku dalam suatu perjanjian.”
Yang dimaksudkan dengan Al-Kitab pada ayat ini adalah Al-Quran. Tafsir Al-Jalalain menjelaskan bahwa yang dimaksud “Auratsnaa (أَوْرَثْنَا)” adalah “A’thaina” (Kami berikan).

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-11] Ragu-ragu Mundur!

Allah menggunakan kalimat “Kami wariskan” pada pemberian Al-Quran kepada umat Nabi Muhammad ﷺ seakan-akan menggambarkan -Wallahu ‘Alam bahwa Allah memberikan Al-Quran kepada umat Muhammad ﷺ seperti ahli waris meninggalkan warisan kepada ahli warisnya. Walaupun sebelumnya tidak ada perjanjian antara Allah dengan umat Nabi Muhammad ﷺ tetapi pewaris yang baik pasti akan menggunakan warisan itu dengan sebaik-baiknya.

Adapun yang dimaksud dengan “yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami” adalah umat Muhammad ﷺ sejak kitab ini diturunkan sampai akhir zaman.

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir menyatakan:

“Kemudian Kami jadikan orang-orang yang mengamalkan Kitab yang Besar yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya adalah orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami. Mereka adalah umat ini, umat Nabi Muhammad ﷺ”.

Baca Juga: Muasal Slogan ”Al-Aqsa Haqquna”

Umat yang menerima pewarisan Al-Kitab terbagi menjadi 3 golongan:

Orang yang menganiaya diri, yaitu seorang yang melalaikan sebagian yang diwajibkan dan mengerjakan sebagian hal-hal yang diharamkan.
Yang pertengahan yaitu orang yang menunaikan hal-hal yang diwajibkan dan meninggalkan hal-hal yang diharamkan, tetapi adakalanya dia meninggalkan sebagian yang disunnahkan dan mengerjakan sebagian hal-hal yang dimakruhkan.Yang lebih dulu (cepat) berbuat kebaikan dengan izin Allah yaitu orang yang mengerjakan semua kewajiban dan yang disunnahkan, juga meninggalkan semua hal yang diharamkan dan yang dimakruhkan dari sebagian yang dibolehkan.

Menurut Imam Ath-Thabari, kalimat “dengan izin Allah” pada ayat ini menunjukkan bahwa orang dapat mencapai golo-ngan yang ketiga ini adalah karena taufik dari Allah.

Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu Katsir menukilkan beberapa hadits dengan takhrijnya, sebagai berikut:

Baca Juga: Enam Prinsip Pendidikan Islam

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Al-Walid bin Al-‘Auzar, bahwa ia per-nah mendengar seorang lelaki dari Tsaqif menceritakan hadits dari seorang lelaki dari Kinanah dari Abu Said Al-Khudri dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda tentang ayat ini (Q.S. Fathir [35]: 32), Beliau bersabda: “Mereka semuanya berada di tempat yang sama dan semuanya di surga”.

Ditinjau dari jalur ini, hadits ini kedudukannya gharib, karena di dalam sanadnya terdapat orang-orang yang tidak disebut namanya. Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadits Syu’bah dengan lafadz yang sama.

Pengertian sabda beliau: “Mereka semuanya berada di tempat yang sama” ialah bahwa mereka berasal dari umat ini dan bahwa mereka termasuk ahli surga sekalipun di antara mereka berbeda kedudukannya di dalam surga.

Imam Ahmad mengatakan, telah bercerita kepada kami Ishaq bin Musa, telah bercerita kepada kami Anas bin Iyadh Al-Laitsi Abu Dhamirah dari Musa bin Uqbah dari Ali bin Abdullah Al-Azdi dari Abu Darda berkata: “Saya mendengar Rasulullah ﷺ tentang ayat dalam surah Fathir [35]: 32. Adapun orang-orang yang lebih cepat berbuat kebaikan adalah orang yang dimasukkan ke surga tanpa hisab, dan adapun orang-orang yang pertengahan ialah orang-orang yang dihisab tetapi dengan hisab yang ringan, dan adapun orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri adalah orang-orang yang ditahan dalam masa yang lama di padang mahsyar (menunggu syafaat-ku), kemudian Allah memaafkan mereka dengan rah-mat-Nya. Mereka adalah orang yang mengatakan seperti yang disebut dalam firman Allah :

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-10] Makanan dari Rezeki yang Halal

الۡحَمۡدُ لِلّٰهِ الَّذِىۡۤ اَذۡهَبَ عَـنَّا الۡحَزَنَ ؕ اِنَّ رَبَّنَا لَـغَفُوۡرٌ شَكُوۡرُ. (٣٤) اۨلَّذِىۡۤ اَحَلَّنَا دَارَ الۡمُقَامَةِ مِنۡ فَضۡلِهٖ‌ۚ لَا يَمَسُّنَا فِيۡهَا نَصَبٌ وَّلَا يَمَسُّنَا فِيۡهَا لُـغُوۡبٌ (٣٥) (فاطر [٣٥]: ٣٤-٣٥)

“Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan kesedihan dari kami. Sungguh, Tuhan kami benar-benar Maha Pengampun, Maha Bersyukur. (34) Yang dengan karunia-Nya menempatkan kami dalam tempat yang kekal (surga); di dalamnya kami tidak merasa lelah dan tidak pula merasa lesu”.(35) (Q.S. Fathir [35]: 34 -35).

Setelah menukilkan hadits ini, Ibnu Katsir menyebutkan riwayat dari jalan lain yang bersumber dari Ibnu Abi Hatim, berkata: “Bercerita kepada kami Usaid bin ‘Ashim, bercerita kepada kami Husain bin Hafsh, bercerita kepada kami Sufyan dari Al-A’masy dari seorang laki-laki dari Tsabit dari Abu Darda’ berkata: “Saya mendengar Rasulullah ﷺ membaca, Kemudian Kami wariskan Kitab itu kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami maka di antara mereka ada yang menganiaya diri sendiri, lalu beliau bersabda: “Adapun orang yang menganiaya diri sendiri adalah orang yang ditahan sehingga mengalami kesusahan dan kesedihan kemudian dimasukkan ke dalam surga”.

Selanjutnya Ibnu Katsir menukilkan hadits riwayat Ibnu Jarir dari Sufyan Ats-Tsauri dari Al-A‘masy berkata, Abu Tsabit menuturkan bahwa dia masuk masjid lalu duduk di sebelah Abu Darda dan berdoa: “Ya Allah hiburlah diriku dalam kesendirianku dan sayangilah aku dalam keterasinganku dan mudahkanlah aku mendapatkan teman duduk yang shalih”. Maka Abu Darda berkata, “Jika engkau benar, berarti aku lebih berbahagia daripada kamu. Aku akan menceritakan kepadamu sebuah hadits yang aku dengar dari Rasulullah ﷺ dan aku belum pernah menceritakannya sejak aku mendengarnya dari beliau. Aku mendengar beliau menyebut ayat berikut, “Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri sendiri, ada yang pertengahan, ada (pula) yang lebih dulu berbuat kebajikan.” Bahwa orang yang lebih dulu berbuat kebajikan, maka ia masuk surga dengan tanpa hisab. Orang yang pertengahan, maka dia akan mendapat hisab yang ringan. Dan orang yang menganiaya diri sendiri, dia mengalami kesedihan dan kesusahan di tempat pemberhentiannya. Yang demikian itu disebutkan oleh Allah dalam firman-Nya, “Dan mereka berkata, Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami.” (Q.S. Fathir [35]: 34).

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof. Anbar: Pendidikan Jaga Semangat Anak-Anak Gaza Lawan Penindasan

Al-Hafidz Abul Qasim At-Thabrani berkata, “Telah bercerita kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Al-Abbas, telah bercerita kepada kami Ibnu Mas’ud, telah memberi-takan kepada kami Sahal bin Abdi Rabbih Ar-Razi, telah menceritakan kepada kami Amr bin Abu Qais dari Ibnu Abi Laila dari saudaranya dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Usamah bin Zaid tentang firman Allah, “Lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri sendiri, ada yang per-tengahan, ada (pula) yang lebih dulu berbuat kebaikan,…” sampai akhir ayat.” Usamah berkata, Rasulullah ﷺ bersab-da: “Mereka semuanya berasal dari umat (ku) ini”.

Ibnu Abi Hatim berkata, telah bercerita kepada kami Muhammad bin Aziz, telah bercerita kepada kami Sala-mah dari Aqil dari Ibu Syihab, dari Auf bin Malik dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau bersabda: “Umatku (di hari kiamat) terbagi menjadi tiga golongan. Sebagian mereka masuk surga tanpa hisab dan tanpa azab, sebagian mere-ka mendapat hisab yang ringan kemudian masuk surga, dan sebagian mereka dicuci dan dibersihkan (dari dosa-dosanya di neraka).

Kemudian para malaikat datang lalu berkata, “Kami menjumpai mereka mengatakan, “Laa ilaa-ha illallah wahdahu”. Allah berkata “Mereka benar tidak ada Tuhan selain Aku. Akulah yang memasukkan mereka ke surga dengan ucapan mereka, “Laa ilaaha illallah wah-dahu” (Tidak ada Tuhan selain Allah semata) dan beban-kanlah dosa-dosa mereka kepada ahli neraka. Inilah yang dimaksud dengan firman Allah : “Dan sesungguhnya mereka akan memikul beban (dosa) mereka, dan beban-beban mereka sendiri”. (Q.S. Al-Ankabut [29]: 13).

Hadits ini dibenarkan oleh ayat yang di dalamnya disebut-kan para malaikat. Allah berfirman, “Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba Kami. Maka Kami jadikan mereka tiga golongan yang terdiri dari beberapa macam. Di antara mereka ada yang berbuat aniaya terhadap dirinya sen-diri”. Golongan ini yang dicuci dan dibersihkan lebih dahulu. Hadits ini derajatnya gharib sekali.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya

Kemudian Ibnu Katsir menukilkan beberapa atsar antara lain:

Dari Ibnu Mas’ud, Ibnu Jarir berkata, “Telah bercerita kepadaku Ibnu Humaid, telah bercerita kepada kami Al Hakim bin Basyir dari Amr bin Qais dari Abdullah bin Isa dari Yazid bin Al-Harits dari Syaqiq Abu Wail dari Abdullah bin Mas’ud berkata, “Sesungguhnya umat ini pada hari kiamat terbagi menjadi tiga golongan. Sepertiga masuk Surga tanpa hisab, sepertiga menda-pat hisab yang ringan dan sepertiga datang dengan membawa dosa-dosa yang besar, hingga Allah ber-firman (padahal Allah mengetahui segalanya),” Siapa mereka? Maka para malaikat menjawab, “Mereka da-tang membawa dosa-dosa besar, hanya saja mereka tidak pernah mempersekutukan Engkau dengan sesuatupun”. Maka Tuhan Azza Wa Jalla berfirman, “Masukkanlah mereka ke dalam rahmat-Ku yang Maha Luas”. Lalu Abdullah bin Mas’ud membaca ayat ini, “Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami… hingga akhir ayat. (Q.S. Fathir (35): 32).

Dari Aisyah, Abu Daud At-Tayalisi berkata dari Ash-Shilt bin Dinar Abu Syuaib dan Uqbah bin Shuhbaan Al Hunai berkata, “Saya bertanya kepada Aisyah ten-tang firman Allah , “Kemudian Kitab itu Kami waris-kan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara ham-ba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya dirinya sendiri” (hingga akhir ayat). Maka dia ber-kata kepada saya, “Hai anakku, mereka berada di sur-ga.” Adapun orang yang lebih cepat berbuat kebaikan, adalah orang yang mengalami masa Rasulullah ﷺ dan beliau menjadi saksi baginya, bahwa telah diberi kehidupan dan rizki. Adapun orang yang pertengahan, ada-lah orang yang mengikuti jejak beliau (sahabat) hingga menyusul beliau. Adapun orang yang menganiaya diri-nya sendiri adalah orang seperti aku dan kalian ini. Uqbah berkata, “Aisyah memasukkan dirinya ke da-lam kelompok kami (tabiin) adalah sebagai ungkapan kerendahan hati dan tawadlu’ karena pada hakekatnya beliau adalah pembesar dari orang-orang yang lebih cepat mengajarkan kebaikan, mengingat keutamaan-nya di atas kaum wanita sama dengan keutamaan roti tsarid di atas semua jenis makanan.”

Sedang menurut Abdurrahman bin As-Sa’di (1889-1956 M), yang dimaksud orang zalim adalah yang menganiaya dirinya dengan melakukan maksiat yang tidak menyebab-kan kekafiran, yang pertengahan adalah yang mencukup-kan diri melakukan yang wajib dan meninggalkan yang haram, sedang yang lebih dulu berbuat baik adalah yang bersegera dan bersunggguh-sungguh melakukan berbagai kebaikan mendahului orang lain dan melaksanakan seluruh kewajiban, memperbanyak amalan sunnah dan meninggalkan yang haram dan yang makruh.
Adapun kata “dengan izin Allah” pada ayat ini adalah kem-bali orang yang lebih dulu berbuat baik, agar dia tidak merasa bangga dengan amalnya karena dia dapat mencapainya adalah karena taufik dan pertolongan Allah. Oleh karena itu seharusnya dia bersyukur dengan nikmat tersebut.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Ketika menjelaskan, mengapa orang zalim disebutkan le-bih dulu, sesudah itu orang yang pertengahan kemudian orang yang lebih dulu berbuat kebaikan, Imam Ja’far Ash-Shadiq mengatakan, “Didahulukan menyebutkan yang za-lim supaya dia tahu bahwa baginya ada jalan mendekati Tuhan hanya semata-mata rahmat dan karunia-Nya. Kare-na orang zalim akan tetap masuk lingkungan umat terpilih karena kasih sayang Allah. Kemudian orang yang pertengahan dipuji karena mereka hidup di antara takut dan harapan. Lalu ditutup dengan menyebutkan orang yang lebih dulu berbuat kebaikan, agar orang insaf bahwa semua itu berlaku atas izin Allah dan tidak ada yang lepas dari kehendak Allah . Dan semuanya akan masuk surga atas kemuliaan kalimatul Ikhlas “Laa ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah”.

Abu Qasim Mahmud bin Umar Az-Zamakhsyari (467-538/ 1075-1144 M) mengatakan, didahulukan menyebut yang zalim karena itulah yang lebih banyak. Yang kedua baru disebut yang pertengahan, karena yang pertengahan lebih sedikit jika dibandingkan dengan orang yang zalim dan orang yang lebih dulu berbuat kebaikan lebih sedikit lagi.

Dari uraian di atas jelaslah bahwa ketiga golongan ini adalah umat Islam, umat yang mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah. Walaupun kualitas iman dan amalnya berbeda-beda, na-mun mereka telah dipilih oleh Allah untuk menerima warisan Al-Quran dan inilah “Karunia Allah yang sangat besar”, sebagaimana yang disebutkan pada ujung ayat tersebut. Ketika menafsirkan kalimat ini Ahmad Musthafa Al-Maraghi menyatakan: “Pewarisan dan pemilihan untuk menerima Al-Quran itu adalah anugerah agung dari Allah yang tidak dapat diperkirakan.”

Oleh karena itu tidak layak di antara umat Islam yang telah dipilih oleh Allah untuk mewarisi Al-Quran saling kafir mengkafirkan, merasa paling benar dan paling ber-hak masuk surga. Karena, walaupun tingkatannya berbeda mereka adalah umat Islam yang berhak masuk surga, sebagaimana disebutkan pada tiga ayat sebelumnya:

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَلُؤْلُؤًا ۖوَلِبَاسُهُمْ فِيهَا حَرِيرٌ (٣٣) وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَذْهَبَ عَنَّا الْحَزَنَ ۖإِنَّ رَبَّنَا لَغَفُورٌ شَكُورٌ (٣٤) الَّذِي أَحَلَّنَا دَارَ الْمُقَامَةِ مِنْ فَضْلِهِ لَا يَمَسُّنَا فِيهَا نَصَبٌ وَلَا يَمَسُّنَا فِيهَا لُغُوبٌ (٣٥)

Ibnu Katsir menafsirkan ayat-ayat ini sebagai berikut, “Allah mengkhabarkan bahwa mereka yang dipilih Allah dari hamba-hamba-Nya dan yang diwariskan Al-Kitab yang diturunkan oleh Tuhan semesta alam, pada hari kia-mat akan dimasukkan dan ditempatkan di surga ‘Adn sete-lah mereka dibangkitkan dan tiba dihadapan Allah Azza wa Jalla.” (A/Ast/RI-1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Rekomendasi untuk Anda

Breaking News
Tausiyah
Tausiyah
Imam-Yakhsya
Breaking News
Kolom