Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PASCA SERANGAN SOUSSE, HOTEL DAN TOKO TUNISIA “LUMPUH”

Admin - Rabu, 29 Juli 2015 - 15:00 WIB

Rabu, 29 Juli 2015 - 15:00 WIB

507 Views ㅤ

Tunisia-have-closed-their-doors-since-the-Bardo-attack-Al-Jazeera-300x169.jpg" alt="Sedikitnya 23 hotel di Tunisia ditutup sejak serangan di Sousse. (Al Jazeera)" width="501" height="282" /> Sedikitnya 23 hotel di Tunisia ditutup sejak serangan di Sousse. (Al Jazeera)

Tunisia bekerja keras memulihkan keyakinan dan minat turis asing pasca-tragedi serangan di hotel Sousse yang menewaskan 38 warga Eropa sebulan yang lalu. Apalagi, pada Maret lalu, Tunisia dipukul serangan serupa di sebuah museum yang menewaskan 22 orang.

Saat ini, berdasarkan pantauan Al-Jazeera, aktivitas di Sousse tampak lebih sepi dari dua bulan yang lalu. Para pedagang lokal yang mengandalkan turis asing hanya bisa terpaku memandangi langit dengan lamunan semu. Mereka gigit jari karena tak kunjung kedatangan pembeli.

Pedagang keramik dan souvenir di pelabuhan kecil El Kantaoui, Nejeh Amara, misalnya. Pada awal pekan ini, dia belum menjual satu pun barang dagangannya. “Saya khawatir akan kehabisan uang,” katanya sambil mengusap keringat di dahi.

Amara patut cemas karena jumlah turis asing turun 70 persen pada Juli ini jika dibandingkan dengan Juli tahun lalu. Beban pikirannya bertambah karena lelaki yang memiliki dua anak itu tidak mempunyai uang tabungan. “Di sekitar sini juga tidak ada lowongan kerja,” keluhnya.

Baca Juga: Palestina Pasca “Deklarasi Beijing”

Kementerian Pariwisata Tunisia menyatakan sekitar 400.000 orang dari total 10 juta penduduk Tunisia bekerja di bidang industri pariwisata. Jika anggota keluarga dihitung, jumlahnya sekitar dua juta orang. Sebagian orang Tunisia seperti petani juga memiliki ketergantungan secara tidak langsung.

“Jika semuanya berlanjut seperti ini, kami akan terpaksa tutup dalam beberapa bulan ke depan. Kami tidak akan mampu menutup pengeluaran uang sewa,” kata Nawdel Dhifallah, manajer Restoran Le Soleil.

Nawdel Dhifallah, 38, manajer Restoran Le Soleil khawatir bisnisnya akan bangkrut. (Al Jazeera)

Nawdel Dhifallah, 38, manajer Restoran Le Soleil khawatir bisnisnya akan bangkrut. (Al Jazeera)

Sedikitnya 23 hotel ditutup sejak serangan mematikan tersebut, kata Kepala Federasi Hotel Tunisia, Radhouane Ben Salah. Penutupan itu berpengaruh terhadap sekitar 2.400 karyawan hotel. Namun, sebagian kecil dari mereka mendapat tunjangan sementara dari pemerintah.

Pada tahun lalu, lebih dari 14 persen Produk Bruto Domestik (PBD) Tunisia bersumber dari sektor pariwisata. Kini, pemerintah Tunisia terancam kehilangan pendapatan sekitar USD 384 juta (setara Rp5,1 triliun).

Baca Juga: Nobar Film Hayya, Solidaritas dari Ponpes Al-Fatah Lampung untuk Palestina

Pemerintah Tunisia mencoba memperketat keamanan dan pengawasan. Mereka bahkan melengkapi anggota polisi dengan senjata mesin dan rompi antipeluru. “Keamanan harus ditingkatkan,” kata Menteri Pariwisata Zoubayer Jbali.

Selain itu, mereka gencar mempromosikan tempat wisata di pasar India, China, dan sejumlah negara Asia lainnya. Mereka juga melobbi pemerintah Eropa, terutama Inggris, agar mencabut peringatan kunjungan ke Tunisia. (T/P020/P2)

Mi’raj Islamic News Agency

Baca Juga: Selamat atas Rekonsilisasi Antar Faksi Palestina

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Indonesia
Afrika
Internasional