Tel Aviv, MINA – Jumlah pasien gangguan mental di Israel naik signifikan hingga 400 persen setelah serangan defensif Iran pada pekan lalu, menurut laporan media Israel, Sama News pada Rabu (24/4).
Media tersebut mengungkapkan, jumlah warga Israel yang meminta bantuan psikologis dan mental telah melonjak empat kali lipat.
Kondisi mental warga Israel juga diperparah oleh meningkatnya PTSD atau gangguan stres pascatrauma yang terjadi sebelum serangan balasan Iran pada Ahad (14/4) dini hari.
Media terkemuka Israel bernama Yedioth Ahronoth sebelumnya sudah melaporkan adanya keprihatinan mengenai tumbangnya sistem kesehatan mental Israel selepas Operasi Banjir Al-Aqsa yang dilakukan pejuang Palestina, Hamas.
Baca Juga: Paraguay Resmi Kembalikan Kedutaannya di Tel Aviv ke Yerusalem
Media itu menyebut, jumlah pasien yang menderita masalah mental telah meningkat. Dalam waktu yang sama, meningkat pula permintaan akan bantuan psikiater di Israel.
Israel dilaporkan kekurangan dokter dan psikiater dalam bidang kesehatan mental.
Sebelumnya, The Times of Israel sudah memberitakan pernyataan dari Kementerian Kesehatan Israel.
Isi penyataan itu permintaan untuk merekrut ahli neurologi guna mengatasi penyakit mental yang mendera warga Israel setelah serangan lintas batas pejuang Hamas.
Baca Juga: Abu Ubaidah Serukan Perlawanan Lebih Intensif di Tepi Barat
Media lainnya, The Jerusalem Post, turut memberitakan tentang tidak memadainya sistem kesehatan mental di Israel selama bertahun-tahun. Salah satu buktinya adalah adanya antrean panjang pasien yang ingin mengatasi masalah mentalnya.
Antrean itu terutama terjadi di area terpencil. Para pasien tidak bisa mendapat bantuan kesehatan yang memadai.
Sejak perang di Gaza meletus, sistem kesehatan masyarakat Israel mulai kewalahan karena dibanjiri oleh panggilan darurat.
“Pakar psikiatri baru saja memprediksi bahwa satu dari tiga orang yang terdampak langsung atau tidak langsung oleh perang, termasuk keluarga dan kawan orang yang disandera, korban luka, atau mereka yang kehilangan orang terkasih, mungkin mengalami gangguan pascatrauma dalam beberapa pekan ke depan,” demikian laporan The Jerusalem Post pada bulan Januari 2024.
Baca Juga: Tentara Israel Mundur dari Kota Lebanon Selatan
Dinas Kesehataan Clalit melaporkan ada kenaikan penggunakan obat-obatan psikitari sebanyak 25 persen.
Kemudian, ada kenaikan kasus terkait kecemasan sebanyak 52 persen, dan kenaikan diagnosis pascatrauma sebanyak 45 persen.
CEO Clalit, Eli Cohen, menyebut pihaknya kini melayani lebih dari 50 persen penduduk Israel. Sebagian besar pengungsi Israel sudah menjadi pasien Clalit.
Sebelumnya, Haaretz menyebut jumlah resep untuk obat-obatan terkait dengan saraf untuk mengatasi gangguan psikologis dan kepanikan telah meningkat 11 persen dibandingkan dengan sebelum serangan Hamas.[]
Baca Juga: PBB Adopsi Resolusi Dukung UNRWA dan Gencatan Senjata di Gaza
Mi’raj News Agency (MINA)