Jenewa, 3 Ramadhan 1437/8 Juni 2016 (MINA) – PBB pada Rabu (7/6) mengatakan, Pemerintah Eritrea telah bersalah dengan melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan sejak kemerdekaan seperempat abad yang lalu sampai dengan “memperbudak” 400.000 orang.
Komisi Penyelidikan PBB (COI) tentang HAM mengungkapkan, kejahatan itu dilakukan sejak tahun 1991 termasuk memenjarakan, penghilangan paksa, pembunuhan di luar hukum, pemerkosaan dan pembunuhan. Kerja paksa wajib militer juga merupakan masalah besar di negara itu.
“Kami berpikir bahwa ada 300.000 sampai 400.000 orang yang telah diperbudak,” kata Kepala Penyidik PBB Mike Smith kepada wartawan di Jenewa, demikian Al Jazeera memberitakan yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Berdasarkan bukti yang dikumpulkan oleh penyelidikan PBB, Pemerintah Eritrea juga menerapkan kebijakan tembak mati di tempat untuk menghentikan orang-orang yang melarikan diri dari negara itu.
Baca Juga: Joe Biden Marah, AS Tolak Surat Penangkapan Netanyahu
Sekitar 5.000 warga Eritrea mempertaruhkan hidup mereka setiap bulan untuk melarikan diri dari itu negara yang puluhan tahun menerapkan secara paksa wajib militer.
“Sangat sedikit warga Eritrea yang pernah dibebaskan dari kewajiban militernya,” kata Smith.
Menteri Informasi Eritrea Yemane Meskel mengecam temuan PBB itu di Twitter.
Seorang saksi mengatakan bahwa wajib militer Angkatan Udara dibuat untuk bekerja di perkebunan milik Panglima Angkatan Udara. Para personil wajib militer tidak dibayar dan dikirim ke fasilitas penahanan jika mereka menolak untuk bekerja.
Baca Juga: Inggris Hormati Putusan ICC, Belanda Siap Tangkap Netanyahu
Komisi Penyelidikan mengatakan, tindakan itu dilakukan untuk menakut-nakuti dan mengendalikan penduduk sipil dan menghancurkan pihak oposisi.
Komisi Penyelidikan mengungkapkan bahwa masyarakat internasional dan Mahkamah Pidana Internasional terlibat.
“Kejahatan terhadap kemanusiaan telah dilakukan secara meluas dan sistematis di fasilitas penahanan Eritrea, kamp-kamp pelatihan militer dan lokasi lainnya di seluruh negeri selama 25 tahun terakhir,” kata Komisi PBB.
Menurut Komisi, oknum tertentu seperti para pejabat negara di tingkat tertinggi, partai yang berkuasa (Front Rakyat untuk Demokrasi dan Keadilan) dan perwira komandan bertanggung jawab atas kejahatan terhadap kemanusiaan itu.
Baca Juga: Guido Crosseto: Kami akan Tangkap Netanyahu Jika Berkunjung ke Italia
Pada 1991, perpecahan antara Ethiopia dan Eritrea diikuti perang kemerdekaan selama tiga dekade. Pemberontak Eritrea berjuang jauh lebih baik melawan pasukan Ethiopia yang didukung pertama oleh Washington dan kemudian oleh Uni Soviet.
Menurut Reporter Lintas Batas, negara ini menduduki peringkat di bawah Korea Utara sebagai yang terburuk di dunia untuk kebebasan pers.
Menurut Bank Dunia, dengan per kapita per tahun pendapatan nasional bruto sebesar $ 480, Eritrea adalah salah satu negara termiskin di dunia. (T/P001/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza