Naypyidaw, 22 Muharram 1436/15 November 2014 (MINA) – myanmar/">Duta Besar Myanmar di Inggris mengakui masyarakat rohingya/">minoritas rohingya/">Muslim Rohingya.
“Ya, mereka adalah manusia. Tapi kami tidak menerima istilah Rohingya,” kata Dubes Kyaw Zwar Minn seperti yang diberitakan CNN oleh dan dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA).
Pemerintah Myanmar menolak mengakui istilah Rohingya dan menggantinya dengan Bengali dan menyatakan mereka imigran ilegal, meskipun fakta menunjukan mereka hidup beberapa generasi di Myanmar. Pemerintah juga menyangkal kewarganegaraan mereka.
Program Televisi Amerika, Amanpour mengutip desakan Sekjen PBB Ban Ki Moon agar Myanmar membiarkan kelompok etnis Rohingya dengan sebutan apa pun yang mereka inginkan.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Selamat dari Pemakzulan
Pada 2012, kekerasan etnis antara umat Buddha dan Rohingya menewaskan ratusan orang dan melahirkan lebih dari 140.000 pengungsi.
Presiden AS Barack Obama mengunjungi Myanmar pekan ini, situasi genting komunitas Rohingya telah menjadi sorotan pembahasan dan juga mengangkat masalah komitmen negara itu untuk reformasi dan meneruskan transisi menuju demokrasi.
Kyaw zwar Minn mengatakan hubungan Myanmar dengan AS adalah “penting.”
“Kami percaya, Presiden Obama akan terus mendukung negara kita, terbukti dia melakukan kunjungan untjk pertama kalinya ke negara kita, dan dia mendorong proses reformasi di negara kita,” ujarnya.
Baca Juga: Jumat Pagi Sinagog Yahudi di Meulbourne Terbakar
Pemimpin oposisi negara itu Aung San Suu Kyi dilarang ikut pemilu tahun depan karena ketentuan konstitusi melarang siapa saja yang menikah dengan orang asing atau yang memiliki anak yang lahir di luar negeri.
Jika masalah konstitusional diselesaikan, akan sangat jitu dari proses pemilu yang adil, kata Amanpour. Jadi apa yang akan terjadi?
“Itu tergantung pada para pengambil keputusan,” Kyaw zwar Minn, yang juga menjadai Dubes Myanmar untuk Perancis, Skandinavia dan Irlandia, kepada Amanpour.
Dunia Barat, katanya, memiliki “harapan yang tidak realistis” pada Myanmar, yang pada akhirnya perlu “menemukan jalan sendiri untuk masyarakat yang lebih baik” dan mengatasi masalah yang lebih besar daripada soal Rohingya.
Baca Juga: Taliban Larang Pendidikan Medis Bagi Perempuan, Dunia Mengecam
“Rohingya mungkin masalah terburuk dan paling sulit dipecahkan, tapi itu bukan masalah terbesar. Masalah terbesar adalah konflik dengan etnis minoritas yang telah berlangsung sejak merdeka 60 tahun lalu dan proses perdamaian. ”
“Saya tidak melihat masa depan yang layak bagi negeri ini tanpa resolusi untuk proses perdamaian yang befkaitan langsung dengan pemilu yang seharusnya digelar tahun depan. Pertanyaannya, apakah orang luar bisa membantu pemerintah Myanmar mencapai perdamaian di negara itu?” (T/P004/R01)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: PBB akan Luncurkan Proyek Alternatif Pengganti Opium untuk Petani Afghanistan