Jakarta, MINA – Iklan, promosi, sponsor rokok harus dilarang total dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law, yang saat ini sedang dalam proses pembahasan di DPR, khususnya dalam melindungi anak-anak dari pengaruh dan bahaya rokok.
Hal ini dikemukakan dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Jumat (14/4), yang digelar Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) bersama dengan jaringan organisasi pengendalian rokok di Indonesia guna menyikapi dan memberi masukan RUU Kesehatan ini yang disinyalir bertujuan mengakomodir upaya transformasi kesehatan.
RUU Kesehatan ini terdiri atas 20 bab dan 478 pasal, jika disahkan akan menggantikan UU Kesehatan Nomor 39 tahun 2009. Bab V memuat substansi upaya kesehatan terkait bidang pencegahan dan pengendalian penyakit, dan pada bagian kedua puluh lima khusus mengenai pengamanan zat adiktif.
Ketua Umum PAI Prof Dr. Seto Mulyadi, M.Si., Psikolog, mengatakan, kita perlu menciptakan lingkungan yang ramah anak mulai dari lingkungan keluarga, masyarakat maupun pemerintah.
Baca Juga: Ulama Palestina: Ujian Pertama untuk Bebaskan Al-Aqsa adalah Subuh Berjamaah
“Memiliki anak-anak yang cerdas merupakan impian banyak orang tua. Oleh karena itu, betapa pentingnya kita untuk memahami bahwa rokok itu sangat memberikan dampak yang buruk kepada anak bahkan sejak masih dalam kandungan. Stunting adalah salah satu bahaya nyata yang dapat kita lihat,” kata Seto saat menyampaikan sambutannya.
Menurutnya, peran penting setiap unsur yang ada sangat dibutuhkan guna melindungi anak-anak kita yang merupakan generasi penerus bangsa, khususnya kepada pemerintah agar dapat membuat suatu regulasi yang mengatur dengan tegas akan bahaya rokok dan dampak negatif yang ditimbulkan dari segala bentuk iklan, promosi dan sponsor rokok bagi kemajuan bangsa.
Pentingnya larangan total iklan, promosi, sponsor rokok di semua media masuk dalam RUU Kesehatan Omnibus Law ditegaskan pula oleh Ketua TCSC IAKMI, dr. Sumarjati Arjoso, SKM.
Ia mengatakan, prevalensi perokok anak usia 10–18 tahun naik dari 7,2% (2013) menjadi 9,1% (2018). Angka ini tidak sesuai dengan target RPJMN yang ditetapkan sendiri oleh Pemerintah, yang ingin menurunkan angka prevalensi perokok anak sebesar 5,4% (2015-2019).
Baca Juga: UAR Korwil NTT Ikuti Pelatihan Water Rescue
“Berbagai studi menunjukan adanya hubungan paparan iklan, sponsor dan promosi rokok pada konsumsi rokok anak dan remaja. Makanya Iklan, promosi, sponsor rokok harus dilarang total dalam RUU Kesehatan yang sedang dibahas ini, jika pernah tidak ingin gagal lagi dalam pencapaian target penurunan perokok anak sebesar 8,7% pada RPJMN 2020 – 2024,” ujar Sumarjati.
Sementara Kepala Lembaga Demografi FEB UI Dr. Abdillah Ahsan dalam pernyataannya mengatakan, pembangunan sumber daya manusia menyongsong Indonesia emas 2045, harus ditopang oleh masyarakat yang sehat. Masyarakat sehat akan mampu bekerja dengan lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Lebih lanjut ia menegaskan, cara utama untuk meningkatkan kualitas kesehatan adalah dengan berhenti merokok. Prevalensi merokok di Indonesia masih sangat tinggi dibandingkan negara lain. Omnibus law kesehatan harus progresif dalam upaya menurunkan konsumsi rokok!
“Konsumsi rokok meningkat karena iklan sponsor dan promosi rokok yang masif, peringatan kesehatan bergambar yang minim dan aturan kawasan tanpa rokok yang dilanggar. Ini akan menghancurkan impian Indonesia emas 2045. Kami mengharapkan semua pihak untuk bersama-sama melindungi masa depan dari terkaman industri rokok,” tegasnya.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Diguyur Hujan Kamis Ini
Dari sisi perlindungan hak asasi, Ifdhal Kasim, Koordinator Koalisi Masyarakat SiIpil Untuk Pengendalian Tembakau dan Direktur Eksekutif RMI, mengatakan, jumlah perokok khususnya perokok anak di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dan ini sangat mengkhawatirkan kita semua.
“Untuk itu, pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law Kesehatan) saat ini harus secara eksplisit dan tegas mengatur perlindungan hak kesehatan anak dari paparan asap rokok dan produk tembakau lainnya,” pungkasnya.
Larangan iklan rokok di semua media termasuk internet, penegakan kawasan dilarang merokok, larangan penjualan dan konsumsi rokok elektronik harus secara eksplisit disebutkan dalam RUU Kesehatan ini untuk menunjukkan kehadiran negara dalam melindungi hak kesehatan anak Indonesia.
Dr. Mukhaer Pakkanna, SE., MM, Rektor ITB Ahmad Dahlan Jakarta, dalam pernyataan mengatakan, RUU Kesehatan dalam format omnibus law ini belum mampu memeta persoalan-persoalan sensitif yang hidup di masyarakat, terutama terhadap kelompok rentan.
Baca Juga: Tim Gabungan Lanjutkan Pencarian Korban Longsor Jawa Tengah
“Unsur diskriminasi dan ketidakadilan masih saja mewarnai banyak klausul. Apalagi RUU ini cukup tebal dan lebih 400 pasal. Jika tidak hati-hati memelototi setiap pasal, khawatir tidak sinkron, dan ada celah untuk dimanipulasi oleh kelompok tertentu. Karena itu, partisipasi publik harus terus dibuka lebar. Ini menyangkut masa depan anak cucu kita,” ungkapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Perwakilan Duta Anak Nasional KAI 2022 Alya Eka Khairunnisa, menyampaikan pernyataannya mewakili anak-anak Indonesia, bahwa anak-anak Indonesia butuh bukti kehadiran negara dalam regulasi yang komprehensif, butuh dukungan masyarakat dan keluarga untuk berperan protektif, bukan menjadi budak zat adiktif.
“Berikan kami nutrisi yang memadai, bukan adiksi pengantar mati. Kami ada di sini, menjadi pemimpin muda masa kini dan penerus bangsa hingga nanti. Berikanlah kami kesempatan untuk membuktikan diri,” tegasnya.
“Kami selalu digadang-gadangkan menjadi generasi unggulan. Dielu-elukan sebagai pewaris peradaban zaman. Untuk menjadi generasi yang diharapkan, kami butuh kesehatan juga kesempatan. Bukan dininabobokan candu industri racun berbahaya. Diendapkan, mati tanpa suara,” tambahnya.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
Pernyataan pamungkas disampaikan Tubagus Haryo Karbyanto, SH., mewakili Komnas Pengendalian Tembakau, jika Indonesia ingin mewujudkan generasi emas pada Indonesia emas 2045, maka negara ini harus hadir sekarang dan kini untuk membebaskan anak-anak kita dari target industri rokok yaitu dengan melakukan pelarangan secara komprehensif iklan, promosi dan sponsor Zat adiktif rokok dan memasukkannya dalam RUU Kesehatan yang sekarang sedang dibahas.
“Jika tidak maka pada 2045 kita akan memanen generasi cemas yang sakit-sakitan sehingga akan menampilkan Indonesia cemas,” pungkasnya.(L/R1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Lomba Mewarnai dan Menggambar Al-Aqsa Meriahkan Festival Baitul Maqdis di Samarinda