Oleh: Illa Kartila – Redaktur Senior Miraj Islamic News Agency/MINA
Deretan nisan di atas pusara-pusara berukuran 2 x 1 meter yang dipayungi pohon bunga kamboja di areal cukup luas yang kelilingnya berpagar dan kerap menimbulkan getaran jiwa bagi orang-orang yang berziarah atau mengantar jenazah “pulang” – itulah pemandangan yang lazim terlihat di sebuah tempat pemakaman.
Seiring dengan berjalannya waktu meski tempat-tempat pemakaman tradisional masih tersebar luas, belakangan ini muncul lahan-lahan kuburan modern yang nuansanya lebih mirip obyek wisata ketimbang pekuburan – padang rumput luas dengan taman bunga dilengkapi dengan mini market, restoran, jogging track, kolam renang, meeting room, tempat peristirahatan dsbnya.
Kesan seram dari sebuah tempat pemakaman mungkin sangat berbeda jika berkunjung ke sebuah area pemakaman modern yang terletak di sebuah bukit di kawasan Karawang, Jawa Barat misalnya. Bahkan beberapa pengunjung menjadikan pekuburan ini sebagai salah satu lokasi untuk ber-selfie dan berjalan-jalan menikmati suasana segar dan hijau.
Baca Juga: Tak Ada Tempat Aman, Pengungsi Sudan di Lebanon Mohon Dievakuasi
Malahan beberapa orang pernah mengadakan session pre wedding menggunakan area khusus di tempat pemakaman yang luasnya 500 hektare itu dan pesta pernikahan karena pihak pengelola menyediakan juga layanan pesta pernikahan.
Juga ada sebuah danau seluas 8 hektare di mana para pengunjung dapat menyewa perahu dayung, took bunga dan oleh-oleh berupa kenang-kenangan yang khas dari pekuburan itu sebagai tanda mata. Jadi tempat pemakaman ini lebih mirip sebuah obyek wisata.
Ada beberapa kelas yang bisa dipilih oleh masyarakat jika mereka berminat memesan area pemakaman di sana. Pemakaman Muslim, ditujukan untuk masyarakat yang beragama Islam dengan layanan pemakaman yang sesuai dengan cara-cara dan syariat Islam.
Untuk bisa “tidur” di tempat peristirahan terakhir ini, kerabat jenazah perlu merogoh kocek yang cukup dalam mulai dari Rp24 juta rupiah hingga Rp5, tergantung dari fasilitas yang diinginkan untuk makam yang dipesan. Bahkan setelah meninggal pun, gengsi dan pola hidup mewah masih terbawa serta.
Baca Juga: Pengungsi Sudan Menemukan Kekayaan Di Tanah Emas Mesir
Pimpinan perusahaan yang menaungi tempat pemakaman ini, James Ryadi menyebutkan, bisnis pemakaman serupa ini makin menjanjikan karena tren kehidupan masyarakat Indonesia bakal terus meningkat. “Kematian membawa kesedihan, tetapi tempat pemakaman tidak mengurangi rasa dukacita karena tak adanya fasilitas untuk menghormati orang yang meninggal.”
Adalah Yayasan Pesantren Islam Al-Azhar yang melihat potensi mengembangkan makam khusus muslim di di pinggir jalan tol Jakarta-Cikampek Kilometer 52. Idenya berasal dari keprihatinan sulitnya mencari lahan makam yang nyaman dan senapas dengan ajaran agama.
Pihak yayasan menyiapkan dana sekitar Rp200 miliar untuk membangun tempat pemakaman itu. “Namun itu baru untuk membangun konstruksinya,” kata Rachmat Effendi, salah satu Direktur Al-Azhar Memorial Garden.
Dari lahan seluas 25 hektare, akan dibuat sekitar 30.000 lubang makam. Ada tiga model yang ditawarkan: single, double, dan family. Tarifnya untuk tipe single yang berdimensi 1,5 x 3 meter adalah Rp 21.903.750, tipe double dengan luas 1,5 x 3,9 meter seharga Rp 72,7 juta. Sedangkan tipe family yang berisi empat makam seluas 7,5 x 3,5 meter seharga Rp 200 juta.
Baca Juga: Terowongan Silaturahim Istiqlal, Simbol Harmoni Indonesia
Konsumen hanya membayar sekali dan tak ada biaya tambahan di kemudian hari. Pembayarannya juga tak harus secara tunai. Agar lebih ringan, konsumen bisa mengangsur hingga 12 kali dengan harga flat tanpa penyesuaian, lewat bank-bank syariah yang ada.
Konsumen juga bisa bersedekah lewat makam ini. Rachmat memberi contoh, bisa saja seseorang membeli 10 makam, lalu menghibahkannya kepada anak-anak yatim. Pihak Al-Azhar memang memberikan fasilitas pemindahan kepemilikan bila ada konsumen yang ingin menyerahkan haknya kepada orang lain.
Berbeda dari kompleks makam modern lain yang berisi bangunan mewah dan megah, di kuburan Al-Azhar hanya akan disematkan nisan berukuran kecil yang diukir nama sebagai penanda. “Semua makam juga seragam, hanya ditutup dengan rumput,” kata Rachmat.
Kompleks ini juga tidak menyediakan fasilitas penunjang, karena layanan untuk kebutuhan pengunjung disatukan dengan rest area di pinggir tol. Tak jauh dari situ akan dibangun pula masjid. Saat ini, baru satu cluster seluas 2,5 hektare yang telah selesai dibangun. Dengan kapasitas 800 makam, sudah 400 makam yang terjual.
Baca Juga: Bukit Grappela Puncak Eksotis di Selatan Aceh
Hukum kuburan
Adanya fenomena perlakuan yang berlebihan terhadap kuburan – dibuat seperti rumah bahkan istana – menurut seorang pengamat, Muhammad Abduh Tausikal, alumni Ma’had Al Ilmi Yogyakarta, bangunan istimewa di atas makam tidak bermanfaat untuk jenazah, karena mereka tidak butuh perlindungan. “Alam kita dan alam jenazah berbeda, kebutuhan mereka masuk dalam ranah ghoib.”
Ada larangan mengistimewakan kuburan dengan mendirikan bangunan di atasnya. Dia mengutip perkataan Jundab yang mendengar sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam: “Ingatlah janganlah jadikan kubur menjadi masjid. Sungguh aku benar-benar melarang dari yang demikian: “bahwa orang sebelum kalian, mereka telah menjadikan kubur nabi dan orang sholeh mereka sebagai masjid.” (HR. Muslim no. 532).
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Allah melaknat orang Yahudi dan Nashrani di mana mereka menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid” (HR. Bukhari no. 1330 dan Muslim no. 529).
Baca Juga: Masjid Harun Keuchik Leumik: Permata Spiritual di Banda Aceh
Hadits-hadits di atas menurut Muhammad Abduh menunjukkan larangan bersikap berlebihan terhadap kubur, di antara bentuknya adalah mmembuat kubur menjadi satu dengan masjid. Larangan dimaksud adalah membuat bangunan atau rumah atau memasang kijing (marmer) di atas kubur.
Dia juga mengutip perkataan ‘Ali bin Abi Tholib, “sungguh aku mengutusmu dengan sesuatu yang Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah mengutusku dengan perintah tersebut. Yaitu jangan engkau biarkan patung (gambar) melainkan engkau musnahkan dan jangan biarkan kubur tinggi dari tanah melainkan engkau ratakan.” (HR. Muslim no. 969).
Syaikh Musthofa Al Bugho – pakar Syafi’i mengatakan, “boleh kubur dinaikkan sedikit satu jengkal supaya membedakan dengan tanah, sehingga lebih dihormati dan mudah diziarahi.” (At Tadzhib, hal. 95). Hal ini juga dikatakan oleh penulis Kifayatul Akhyar, hal. 214.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) merasa prihatin dengan maraknya pemakaman Muslim modern, mewah, dan berharga mahal. Menurut Ketua MUI (waktu itu) KH Ma’ruf Amin, pemakaman sebaiknya sederhana saja. Hukum membangun makam itu makruh kalau di tanah milik sendiri. Kalau di tanah wakaf tentu haram.”
Baca Juga: Temukan Keindahan Tersembunyi di Nagan Raya: Sungai Alue Gantung
Dia menambahkan, jika niatnya untuk menyediakan makam yang asri, bersih, rapi, transportasinya bagus maka itu masih bisa diterima. “Mewah harus dihindari karena tidak sesuai dengan jiwa keislaman. “Lebih baik jika biaya makam mewah yang kabarnya puluhan juta hingga miliaran rupiah itu dialokasikan untuk membantu fakir miskin dan anak yatim.”
Ma’ruf mengaku MUI sampai saat ini belum pernah menerima konsultasi atau memberikan sertifikat Dewan Syariah Nasional (DSN) kepada pengelola pemakaman Muslim mewah.
“Kami hanya menghimbau orang-orang kaya dan elit kalau bikin makam tak perlu mewah.”
Seorang ulama DR Zakir Naik menegaskan, manusia diciptakan dari tanah, harus kembali ke tanah. “ Itu logikanya. Lebih mudah bagi kita untuk kembali ke tanah. Tempat sekeliling di mana Anda mengubur jenazah, menjadi lebih subur.”
Seperti kata Zakir, mengubur jenazah sangat murah, tidak diperlukan banyak uang karena bumi tersedia dengan luas dan bebas untuk memakamkan muslim yang meninggal sesuai dengan syariat Islam. (R01/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Kisah Perjuangan Relawan Muhammad Abu Murad di Jenin di Tengah Kepungan Pasukan Israel