Naypyidaw, MINA – Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) Myanmar telah menyatakan bahwa Muslim Rohingya berhak atas status kewarganegaraan Myanmar, yang diwujudkan dengan mengubah undang-undang kewarganegaraan yang lama.
Demikian disampaikan NUG yang merupakan pemerintah bayangan Myanmar, dalam pernyataannya pada Kamis (3/6), guna menepis kekhawatiran terkait sikap NUG terhadap Muslim Rohingya yang diusir dari Myanmar, demikian dikutip dari VOI.
Dalam pernyataan itu, NUG menyarankan untuk mencabut Undang-Undang Kewarganegaraan 1982, yang membuat Muslim Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan, demi sebuah konstitusi baru yang sedang dirancang.
“Sebaliknya, akan ada undang-undang baru yang akan mendasarkan kewarganegaraan pada kelahiran di Myanmar atau kelahiran di mana saja sebagai anak warga negara Myanmar,” kata NUG dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga: HRW: Pengungsi Afghanistan di Abu Dhabi Kondisinya Memprihatinkan
“Orang-orang Rohingya berhak atas kewarganegaraan di bawah undang-undang yang akan sesuai dengan norma-norma hak asasi manusia dan prinsip-prinsip federal yang demokratis,” tambah pernyataan itu.
Sejak dibentuk pada pertengahan April, NUG yang terdiri dari kombinasi 27 anggota parlemen yang digulingkan dan tokoh militer anti-rezim Myanmar terkemuka, telah didesak untuk menyelesaikan masalah Rohingya.
Pernyataan itu juga menggambarkan penyelesaian dugaan kekejaman yang dilakukan oleh militer di bawah pemerintahan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), saat melakukan “operasi pembersihan” yang memaksa ratusan ribu Muslim Rohingya mengungsi ke Bangladesh.
NUG mengatakan akan bersedia untuk merujuk masalah ini ke pengadilan internasional.
Baca Juga: Gunung Berapi Kanlaon di Filipina Meletus, 45.000 Warga Mengungsi
Namun, langkah tersebut kemungkinan akan menimbulkan kontroversi di kalangan aktivis anti-rezim, karena sebagian besar orang Myanmar menentang keras untuk mengakui Rohingya sebagai salah satu yang disebut ‘ras nasional’ dari Tanah Seribu Pagoda. (T/RI-1/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)