Magelang, MINA – Para petani yang tergabung dalam Forum Petani Multikultur Indonesia (FPMI) mengharapkan dukungan penuh pemerintah dalam program pendampingan diversifikasi hasil pertanian dalam rangka menyelamatkan petani tembakau dari kerugian akibat jatuhnya harga tembakau.
Ketua FPMI Istanto menyatakan, semua pihak harus menyadari bahwa sampai saat ini petani tembakau selalu ada dalam pihak yang dirugikan, harga tembakau tahun 2020 dinyatakan petani sebagai harga terburuk selama 10 tahun terakhir.
“Demikian juga petani multikultur, harga panen sayuran berbagai jenis sangat rendah, menunjukkan bahwa belum ada dukungan kebijakan yang sinergis untuk peningkatan kesejahteraan petani,” ujar Istanto dalam konferensi pers yang digelar Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma) secara luring dan daring dengan tema “Dukungan dan Harapan Petani Tembakau Terhadap Kenaikan Cukai Rokok dan Pemanfaatan untuk Kesejahteraan Petani,” Rabu (8/12).
Untuk itu, kata dia, petani berharap pemerintah mengalokasikan 5-10 persen pendapatan cukai rokok untuk program pendampingan petani tembakau beralih profesi.
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
“Kebijakan itu bisa selaras dengan keinginan pemerintah untuk menurunkan konsumsi rokok seperti yang dilakukan negara-negara di dunia,” imnbuh Istanto.
Kegiatan konferensi pers yang diikuti dengan diskusi tersebut dilaksanakan luring di Kedai Kopi Benem, Desa Wonolelo, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Diskusi di lereng gunung Merbabu tersebut menghadirkan narasumber para petani dari beberapa daerah. Yaitu Istanto sendiri (Magelang), Yamidi dan Tohar (Temanggung), Asnawi (Jawa Timur), dan Latif (Nusa Tenggara Barat).
Istanto mengatakan, semestinya cukai rokok menjadi instrumen pengendalian rokok yang paling efektif, disamping tentu saja untuk menaikkan pendapatan negara. Dicontohkan, jika rata-rata pendapatan negara dari cukai rokok per tahun sekitar Rp 140 triliun, maka setidaknya Rp 14 triliun bisa dialokasikan untuk program pendampingan petani.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
Menurutnya, dana tersebut bisa dialokasikan untuk Kementerian Pertanian sebagai lembaga negara yang langsung membina petani. Dana tersebut juga bisa digunakan untuk bantuan manajemen petani dalam membudidayakan komoditas yang berpeluang di ekspor.
Forum Petani Multikultur Indonesia (FPMI) juga merespon positif kebijakan pemerintah terkait kebijakan menaikan cukai hasil tembakau. Petani mengapresiasi kebijakan cukai Pemerintah yang mulai 2018 terjadi setback, setelah tidak menaikkan cukai rokok selama 2015-2017, pada 2017, kenaikan cukai rokok hanya 10,14 persen. Pada 2020, tarif cukai dinaikkan.
FPMI juga sangat mengapresiasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 7 Tahun 2020 tentang penggunaan, pemantauan dan evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) – dimana pemerintah menetapkan 50% alokasi DBH CHT untuk kesejahteraan masyarakat, 25% untuk penegakan hukum dan 25 % untuk kesehatan masyarakat.
“Perlu diperhatikan, kenaikan tarif cukai sebesar 73,53 persen sejak tahun 2015 hingga awal tahun 2020 memunculkan polemik di semua media. Selama ini, cukai selalu dikaitkan dengan pernyataan terkait peran Industri Hasil Tembakau (IHT) yang sangat strategis sehingga selalu muncul polemik yang berkepanjangan,” ujar Istanto.
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka
Dia mengatakan, CHT justru lebih berorientasi pencapaian target penerimaan, daripada pengendalian atau pembatasan konsumsi rokok dan upaya peningkatan kesejahteraan petani.
Melalui kegiatan pers conference ini, FPMI selaku organisasi perwakilan petani menyuarakan aspirasinya – DBH CHT harusnya kembalikan pada pemangku kepentingan, seharusnya peruntukannya lebih fokus untuk petani dan buruh tembakau. Pemerintah semestinya mengakomodasi kebijakan tersebut dalam aturan yang memprioritaskan kebutuhan petani.
Oleh karenanya, para petani memberi dukungan pada kenaikan cukai rokok dengan tuntutan bahwa semestinya pemerintah merumuskan rencana strategis yang berbasis kesejahteraan petani, tidak semata menonjolkan peran Industri Hasil Tembakau (IHT).
Sementara peneliti Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) Universitas Muhammadiyah Magelang (Unimma) Heniyatun menyatakan, pihaknya terus berupaya meningkatkan kesejahteraan petani dan mendukung kebijakan kenaikan cukai hasil tembakau untuk mengurangi konsumsi rokok oleh masyarakat dan menekan prevalensi merokok pada anak-anak dan remaja.
Sebelumnya, pemerintah akan mengumumkan besaran kenaikan tarif cukai rokok tahun 2022 pada pekan depan. Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Selasa (30/11/2021). Sampai saat ini, aturan terkait sedang diharmonisasi oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Besaran kenaikan tarif cukai rokok 2022 akan bervariasi. Ia menyebut ada jenis rokok yang dibanderol single digit dan lainnya double digit.(L/R1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Imaam Yakhsyallah Mansur: Ilmu Senjata Terkuat Bebaskan Al-Aqsa