Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah Naikkan Cukai Hasil Tembakau Hingga 12 Persen pada 2022

Rana Setiawan - Selasa, 14 Desember 2021 - 15:22 WIB

Selasa, 14 Desember 2021 - 15:22 WIB

8 Views

Jakarta, MINA – Pemerintah kembali menaikkan cukai hasil tembakau (CHT) dengan rata-rata kenaikan mencapai 12 persen untuk tahun 2022, dengan peningkatan untuk sigaret kretek tangan maksimal 4,5 persen.

Selain itu, pemerintah melakukan kebijakan penyederhanaan struktur tarif menjadi 8 layer (simplifikasi Golongan IIA dan IIB jenis SKM dan SPM), dan optimalisasi kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH) CHT sebagai bantalan kebijakan CHT. Demikian Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam keterangan yang dikutip MINA, Selasa (14/12).

Sedangkan penyesuaian tarif cukai dan batasan minimum HJE jenis Rokok Elektrik (RE) dan Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) adalah sebesar 17,5%, dengan tarif cukai spesifik.

Menurut Sri Mulyani, kenaikan tarif cukai rokok bertujuan untuk mengendalikan konsumsi rokok, khususnya di kalangan anak dan remaja.

Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi 

Kenaikan itu pun bukan hanya mempertimbangkan isu kesehatan, tetapi juga memperhatikan perlindungan buruh, petani, dan industri rokok.

“Menyadari upaya pengobatan pada umumnya lebih mahal, salah satu upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah adalah intervensi untuk mengurangi konsumsi rokok yang saat ini mengkhawatirkan. Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, 9 dari 100 anak di Indonesia masih merokok. Jumlah ini termasuk yang tertinggi di Kawasan Asia,” kata Sri Mulyani.

Bendahara negara ini menjelaskan, kenaikan cukai hasil tembakau sebesar 12 persen dilakukan untuk mencapai target penurunan prevalensi anak usia 10-18 tahun menjadi 8,83 persen dari target 8,7 persen dalam RPJMN tahun 2024. Kenaikan cukai berkontribusi terhadap penurunan akses pembelian rokok terhadap anak usia dini.

Berbagai riset dan kajian telah membuktikan berbagai kerugian yang timbul akibat tingginya konsumsi rokok. Selain menjadi faktor risiko kematian terbesar kedua di Indonesia menurut Institute of Health Metrics and Evaluation (IHME) pada tahun 2019, konsumsi rokok juga meningkatkan risiko stunting dan memperparah dampak kesehatan akibat Covid-19.

Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah

Memperburuk Taraf Sosial-Ekonomi Keluarga

Selain mengancam kesehatan, rokok juga memperburuk taraf sosial-ekonomi keluarga Indonesia, khususnya keluarga miskin.

Sri Mulyani menjelaskan, berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) di bulan Maret 2021, konsumsi rokok merupakan pengeluaran kedua tertinggi masyarakat miskin di perkotaan dan perdesaan setelah konsumsi beras.

“Dilihat dari total pengeluaran, konsumsi rokok mencapai 11,9% di perkotaan dan 11,24% di perdesaan. Angka tersebut hanya lebih rendah dari konsumsi beras dan bahkan lebih tinggi dibandingkan pengeluaran untuk protein seperti daging, telur, tempe, serta ikan,” ujarnya.

Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon

Menurut Pusat Kajian Jaminan Sosial (PKJS) Universitas Indonesia, 1% peningkatan pengeluaran untuk rokok juga meningkatkan kemungkinan rumah tangga menjadi miskin sebesar 6%.

Merugikan Negara

Dia juga menegaskan, kerugian akibat konsumsi rokok juga merambat ke perekonomian dan keuangan negara. Di samping menimbulkan kerugian jangka panjang bagi perekonomian, rokok juga berdampak langsung pada kenaikan biaya kesehatan.

Menurut kajian Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) di tahun 2021, biaya kesehatan akibat merokok tercatat sebesar Rp17,9-27,7 triliun setahun. Dari total biaya ini, terdapat Rp10,5 – 15,6 triliun yang merupakan biaya perawatan yang dikeluarkan BPJS Kesehatan. Biaya tersebut setara dengan 20%-30% dari besaran subsidi Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per tahun sebesar Rp48,8 triliun yang dikeluarkan oleh APBN.

Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng

“Pemerintah berkomitmen terus menekan konsumsi rokok, khususnya perokok anak-anak. Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Pemerintah menargetkan prevalensi merokok anak Indonesia usia 10-18 tahun turun minimal menjadi 8,7% di tahun 2024,” pungkasnya.

Kebijakan Cukai Hasil Tembakau (CHT) adalah bagian dari upaya mencapai target ini, guna mendorong peningkatan kualitas kesehatan masyarakat sekaligus peningkatan produktivitas SDM ke depannya. Hal ini mengingat bahwa konsumsi rokok terutama di kalangan anak sangat dipengaruhi oleh harga rokok.

Menurut Menteri Keuangan, kebijakan CHT selama ini telah efektif menekan konsumsi rokok, tercermin dari turunnya konsumsi rokok di tahun 2020 sebesar 9,7% dari tahun sebelumnya seiring dengan meningkatnya indeks kemahalan rokok sebesar 12,6%.

Meskipun demikian, prevalensi merokok di Indonesia masih relatif tinggi, termasuk pada kelompok berusia di bawah 18 tahun. Penyesuaian tarif CHT diharapkan dapat terus menurunkan prevalensi merokok di Indonesia. Selain penyesuaian tarif CHT, pemerintah juga melakukan simplifikasi tarif cukai, penyesuaian batasan Harga Jual Eceran (HJE) Minimum, dan penindakan rokok ilegal.

Baca Juga: Wapres: Ekonomi Syariah Arus Baru Ketahanan Ekonomi Nasional

Untuk meningkatkan efektivitas CHT dalam rangka mendukung upaya mengurangi konsumsi rokok, kenaikan tarif juga akan mencakup SKT yang juga akan diiringi dengan kebijakan Dana Bagi Hasil (DBH) CHT. Melalui DBH CHT, pemerintah berupaya meningkatkan dukungan terhadap petani/buruh tani tembakau serta buruh rokok.

Di tahun 2021, 25% alokasi DBH CHT akan diarahkan ke sektor kesehatan, sedangkan 50% diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan kualitas bahan baku dan peningkatan keterampilan kerja (dalam rangka alih profesi atau diversifikasi tanaman tembakau bagi petani tembakau) dan pemberian bantuan, sementara 25% sisanya untuk penegakan hukum.

Berikut pokok-pokok kebijakan cukai rokok atau CHT 2022:

1. Kenaikan Tarif Cukai per Jenis Rokok

Baca Juga: [BREAKING NEWS] Pria Amerika Bakar Diri Protes Genosida di Gaza

Kenaikan tarif cukai Sigaret Putih Mesin (SPM):

a. SPM golongan I: 13,9 persen

b. SPM golongan IIA: 12,4 persen

c. SPM golongan IIB: 14,4 persen

Baca Juga: MUI Gelar Forum Ukhuwah Islamiyah, Minta Presiden Jokowi Ganti Kepala BPIP

Sigaret Kretek Mesin (SKM):

a. SKM golongan I: 13,9 persen

b. SKM golongan IIA: 12,1 persen

c. SKM golongan IIB: 14,3 persen

Baca Juga: [BREAKING NEWS] Yahya Al-Sinwar Terpilih Sebagai Kepala Biro Politik Hamas

2. Sigaret Kretek Tangan

a. SKT 1A 3,5 persen

b. SKT IB 4,5 persen

c. SKT II 2,5 persen

Baca Juga: Ketum Muhammadiyah: Jadikan Indonesia Pusat Pengembangan Ekonomi dan Keuangan Syariah

d. SKT III 4,5 persen.(R/R1/P1)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Ismail Haniyeh Dikabarkan Terbunuh di Iran

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
MINA Health
MINA Health
MINA Health