Pemerintah Komitmen Batasi Usia Cegah Perkawinan Dini

Jakarta, MINA – Komitmen pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) untuk terus mencegah perkawinan usia dini tidak berhenti usai revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang batas usia perkawinan.

Hal itu disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, dalam acara Deklarasi Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan Untuk Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia Kamis (18/3).

Ia meyakini, meski batas usia minimum perkawinan bagi perempuan telah ditingkatkan menjadi 19 tahun, Menteri PPPA jika upaya pencegahan harus terus digaungkan karena besarnya dampak buruk dari perkawinan usia anak, salah satunya adalah stunting.

Baca Juga:  RUU Penyiaran Harus Tampung Aspirasi Masyarakat dan Media

“Dampak perkawinan anak tidak hanya akan dialami oleh anak yang dinikahkan, namun juga akan berdampak pada anak yang dilahirkan serta berpotensi memunculkan kemiskinan antar generasi. Bahkan data membuktikan, bahwa stunting terlahir dari ibu yang masih berusia anak. Itulah sebabnya mengapa kita merevisi UU No. 1 Tahun 1974 menjadi UU No. 16 Tahun 2019,” ujarnya.

Selain itu, pandemi Covid-19 yang melanda dunia mulai awal tahun 2020 ternyata juga membawa dampak meningkatnya angka perkawinan usia anak di Indonesia. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama mencatat 34 ribu permohonan dispensasi kawin sepanjang Januari-Juni 2020.

Dari jumlah tersebut, 97% dikabulkan dan 60% yang mengajukan adalah anak di bawah 18 tahun. Jumlah permohonan dispensasi kawin tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat 23.700 permohonan. Permohonan dispensasi dilakukan lantaran salah satu atau kedua calon mempelai belum masuk usia 19 tahun berdasarkan Undang-Undang.

Baca Juga:  Pemerintah Tunda Kewajiban Sertifikasi Halal UMKM Hingga 2026

Namun demikian, perkawinan usia anak merupakan persoalan lama yang angkanya masih tergolong tinggi di Indonesia, terlepas dalam situasi pandemi atau bukan. Diperlukan langkah-langkah sinergis antar pemangku kepentingan di negeri ini tanpa harus mengabaikan norma-norma agama dan norma-norma kemasyaratan. (R/SH/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Widi Kusnadi

Editor: Rudi Hendrik