Bamako, MINA – Perdana Menteri Mali Soumeylou Boubeye Maiga dan seluruh pemerintahannya mengundurkan diri pada Kamis (18/4), empat pekan setelah pembantaian sekitar 160 etnis Muslim Fulani oleh sejumlah pria yang menyamar sebagai pemburu.
“Presiden menerima pengunduran diri Perdana Menteri dan anggota pemerintah,” kata pernyataan dari kantor Presiden Ibrahim Boubacar Keita, Voice of America (VOA) melaporkan.
Tidak ada alasan lain pengunduran diri Perdana Menteri Maiga. Para legislator pada Rabu (17/4) telah membahasnya tentang kemungkinan mosi tidak percaya pada pemerintah karena pembantaian dan kegagalan melucuti milisi atau memukul mundur militan Islam.
Pembunuhan 23 Maret lalu oleh para pemburu yang dicurigai sebagai pemburu dari komunitas Dogon di Ogossagou, sebuah desa di Mali tengah yang dihuni oleh etnis suku penggembala Fulani, adalah pembantaian berdarah bahkan dalam standar kekerasan Mali yang terus memburuk.
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20
Serangan ini balasan atas serangan mematikan lainnya oleh kelompok afiliasi Jihadis di sebuah pos tentara yang menewaskan sedikitnya 23 tentara, juga di wilayah tengah Mali. Banyak etnis Muslim Fulani yang berada di barisan kelompok afiliasi tersebut.
Pihak berwenang Mali telah menahan lima orang yang dicurigai ikut serta dalam pembantaian itu. Tetapi mereka belum berhasil melucuti senjata milisi yang diyakini banyak orang mengaturnya, meskipun Maiga dan Keita berjanji untuk melakukannya.
Sebagian besar Gurun Sahara telah dalam kekacauan sejak pemberontak Tuareg dan sekutu jihadis mengambil alih setengah negara pada tahun 2012, yang kemudian mendorong Perancis untuk campur tangan mendorong mereka kembali pada tahun berikutnya. (T/Sj/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)