Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah RI Diminta Pertahankan Kedaulatan di Perairan Natuna

Rana Setiawan - Selasa, 2 Agustus 2016 - 19:05 WIB

Selasa, 2 Agustus 2016 - 19:05 WIB

606 Views

Kepulauan Natuna. (SoloPos)

Jakarta, 28 Syawwal 1437/2 Agustus 2016 (MINA) – Pemerintah RI diminta untuk menjaga kedaulatan Perairan Natuna di Perairan Laut Cina Selatan dari pihak luar dan bersikap keras terhadap siapa pun yang melanggar wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.

Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Edy Prasetyono, menegaskan Indonesia memiliki Kepulauan Natuna karena mempunyai yuridiksi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).

“Kepemilikan Kepulauan Natuna sudah diakui semua negara termasuk Cina. Perlu ditegaskan apa yang terjadi saat ini (di Perairan Natuna) adalah pelanggaran hukum bukan konflik teritorial,” kata Edy saat Konferensi Pers Pertemuan Para Pakar dari Amerika Serikat, Indonesia, Jepang dan Tiongkok dengan tema “Mempromosikan Kerjasama Regional untuk Perdamaian, Stabilitas, dan Kemakmuran di Laut Asia Timur” di The Hermitage Jakarta, Selasa (2/8).

Ketua Program Studi Pascasarjana Departemen Hubungan Internasional FISIP UI itu mengungkapkan, pelanggaran hukum di perairan Indonesia bukan hanya dilakukan oleh nelayan tradisional Cina saja, melainkan negara-negara di kawasan Laut Cina Selatan seperti Filipina dan Thailand.

Baca Juga: AWG Gelar Webinar Menulis tentang Baitul Maqdis

Dia juga mengatakan bahwa sikap Indonesia yang tidak mengakui traditional fishing ground yang diklaim Cina sudah sangat tepat. “Tindakan Indonesia sudah sesuai dengan hukum nasional dan hukum internasional,” ujarnya.

Tiongkok perlu menyadari bahwa hubungan baik dengan Indonesia akan menjadi pilar keamanan dan kestabilan kawasan, terutama keamanan laut di kawasan.

Konferensi pers dibuka dengan penyampaian ringkasan hasil Pertemuan oleh Dr. Dewi Fortuna Anwar selaku Chairwoman, dilanjutkan dengan pengenalan seluruh anggota delegasi Pertemuan di antaranya dari Indonesia Prof. Hasjim Djalal, Prof. Rokhmin Dahuri; perwakilan dari Cina Dr. Yang Jiemian (Shanghai Institute for International Studies – SIIS), Prof. Zhu Feng (the Peking University’s School of International Studies), Prof. Zou Keyuan (the Guanghua Law School, Zhejing University); perwakilan dari Jepang Prof. Akihiko Tanaka (Universitas Tokyo), Jiro Hanyu (Ketua Sasakawa Peace Foundation – SPF), Masanori Nishi (Special Advisor Kementerian Pertahanan Jepang); dan dari Amerika Serikat Admiral Dennis Blair (CEO Sasakawa USA), Prof. James Kraska (Stockton Center for the Study of International Law).

Pertemuan yang digelar The Habibie Center dan Sasakawa Peace Foundation (SPF) itu bertujuan untuk mengumpulkan intelektual dan negarawan senior dari Amerika Serikat, Indonesia, Jepang dan Tiongkok serta memfasilitasi tukar pikiran menyikapi perkembangan terkini di Laut Asia Timur yang mencakup Laut Jepang, Laut Tiongkok Timur dan Laut Tiongkok Selatan.

Baca Juga: 30 WNI dari Suriah Kembali Dievakuasi ke Indonesia   

Pertemuan Para Pakar dari Amerika Serikat, Indonesia, Jepang dan Tiongkok itu digelar di The Hermitage, Jakarta pada 31 Juli – 2 Agustus 2016. (L/R05/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Banjir di Makasar Rendam Rumah Dinas Gubernur dan Kapolda

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Asia
Asia
Asia
Ekonomi