Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah Segera Luncurkan Wakaf Link Sukuk

kurnia - Jumat, 5 Oktober 2018 - 20:19 WIB

Jumat, 5 Oktober 2018 - 20:19 WIB

5 Views ㅤ

Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Imam Teguh Saptono

Jakarta, MINA – Pemerintah akan meluncurkan satu instrumen syariah yang berbasis wakaf tunai. Wakaf linked sukuk akan diluncurkan oleh Kementerian Keuangan dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) pada pertemuan tahunan International Monetary Fund – World Bank (IMF-WB) pekan depan.

Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Imam Teguh Saptono mengatakan Wakaf linked sukuk merupakan wakaf tunai yang akan dibelikan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Instrumen itu merupakan alternatif berinvestasi sekaligus untuk beramal.

“Hal itu merupakan instrumen wakaf pertama yang dikelola menggunakan surat berharga negara. Karena baru pertama kali, jadi uangnya kita belikan SBSN. Setelah literasi wakaf, tidak menutup kemungkinan BWI punya direct project,” kata Imam saat Focus Group Discussion Wakaf Linked Sukuk di Jakarta, Kamis.

Dia mengatakan, sekarang belum mempunyai tenaga-tenaga yang mampu mengelola aset dan menilainya. Paling gampang awalnya, agar nilainya terjaga, dibelikan SBSN. Sama seperti dana wakaf pada umumnya, dana beserta imbal hasil SBSN ini ditujukan untuk digunakan sebagai dana sosial seperti pembangunan kembali kawasan terkena bencana seperti Lombok dan Palu.

Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi 

Menurutnya, ada beberapa alasan yang menjadikan wakaf link sukuk ini dapat menjadi alternatif investasi yang menarik. Dari sudut pandang pemerintah, wakaf link sukuk ini merupakan sumber dana alternatif dengan margin yang murah dan penerbitannya tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Daerah (APBN/ APBD).

“Adanya sukuk berbasis wakaf ini juga akan mengurangi ketergantungan utang luar negeri, serta menstabilkan ekonomi makro,” jelas Imam.

Sementara itu dari sudut pandang masyarakat, instrumen ini menarik karena merupakan instrumen investasi sekaligus beramal yang aman dan dijamin pemerintah. Selain itu, masyarakat juga dapat memastikan objek pembangunan dari dana ini sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Wakaf link sukuk yang akan diluncurkan pada pertemuan tahunan IMF-WB mendatang yakni Sukuk Wakaf SW-001 senilai Rp 100 miliar dengan tenor 5 tahun dan imbal hasil 8,00 persen.

Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah

Sementara Wakil Ketua Forum Wakaf Produktif (FWP) Nanda Putra mengatakan, imbal hasil sukuknya kompetitif, di atas rata-rata counter rate pemerintah dan tidak potong pajak. Imbal hasilnya mengalir untuk umat.

Pihaknya menargetkan investor yang biasa membeli sukuk ritel (Sukri) Karena berdasarkan data Kementerian Keuangan, jumlah investor seluruh Sukri umumnya stabil.

“Target kami mengalihkan orang- orang yang biasa beli sukri. Karena Sukri 1-10 dari dulu jumlah investornya segitu-segitu saja. Harapannya mereka tertarik dengan pasive income dan pasive pahala,” kata Nanda.

Bagi masyarakat yang berminat dengan wakaf ini dapat datang ke mitra nazir yang ditunjuk, antara lain BNI Syariah, Bank Muamalat, dan Amanah Fintech. Kemudian dana masyarakat yang dihimpun tersebut akan disetorkan ke BWI sebagai nazir agregator. Dari sana, BWI akan memberikan perintah kepada BNI Syariah dan Bank Muamalat untuk membeli sukuk negara.

Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon

Menurutnya, dibandingkan melakukan wakaf tunai, masyarakat lebih baik berwakaf dengan instrumen itu, karena dananya terkelola dengan baik dan memiliki hasil yang menjanjikan. Rencananya pada tahap awal ini, dana dari wakaf link sukuk ini akan ditujukan untuk pembangunan pascabencana seperti di Lombok dan Palu. (L/R03/RS3)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: OJK Dorong Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah untuk Santri di Kalteng

Rekomendasi untuk Anda

Indonesia
Palestina
MINA Preneur
Ekonomi