Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PEMILU DAN PENGANGKATAN PIMPINAN DALAM ISLAM

Widi Kusnadi - Selasa, 1 April 2014 - 16:05 WIB

Selasa, 1 April 2014 - 16:05 WIB

1489 Views

widiOleh: Widi Kusnadi*

Kepemimpinan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu, Islam mewajibkan umatnya untuk memiliki seorang pemimpin. Apabila ada tiga orang yang mengadakan perjalanan maka hendaknya mereka menjadikan satu di antara mereka sebagai pemimpin (hadist).

Islam sebagai agama yang sempurna tentu saja memiliki sistem pemerintahan seperti yang telah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Sebagai agama yang sempurna (QS. Al Maidah 3),  Islam tidak hanya mengatur masalah ibadah dan akhlak serta urusan-urusan akhirat, tapi juga mengatur urusan-urusan dunia termasuk cara hidup bermasyarakat.

Tanggal 9 April dan 9 Juli 2014, rakyat Indonesia akan melaksanakan pemilihan umum (pemilu) yang akan memilih pada wakil mereka di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Banyak tokoh (Islamis maupun nasionalis) ambil bagian dalam ajang perebutan kursi dewan ini. Lantas bagaimana umat Islam mensikapinya?

Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah

Sejarah Pemilihan Umum

Pemilu pertama kali dilaksanakan pada masa Romawi dan Yunani kuno (abad ke-IV sebelum masehi). Di Romawi kuno saat itu ketika terjadi pertentangan antara kaum Patricia (ningrat) dengan kaum Plebeia (rakyat jelata). Pertentangan tersebut akhirnya bisa diselesaikan dalam perundingan dan kemudian pemerintahan saat itu  dipegang oleh dua orang perwakilan dan dewan pemerintah yang menjalankan roda pemerintahan dengan melaksanakan undang-undang yang disepakati.

Sedangkan di Yunani kuno, rakyat memilih sendiri secara langsung siapa yang menjadi pemimpinnya, dan juga apa yang menjadi kebutuhan dan keinginannya. Saat itulah mulai dikenal kata Demokrasi yang berasal dari kata ‘demos’ yang berarti rakyat dan ‘cratein’ yang berarti pemerintahan.

Pada abad 17 dan ke 18, muncullah ahli-ahli hukum dan ketatanegaraan, misalnya Frederik (1712-1786), John Locke (1632-1704) dan banyak lagi yang menyatakan tentang adanya hak-hak alamiah manusia (yaitu hak atas hidup, hak merdeka, dan hak atas milik).

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah

Sampai pada abad ke 19,  mulai terbentuk partai-partai politik dan dianggap perlu untuk dapat menjalankan badan-badan perwakilan yang mencerminkan representasi dari rakyat. Dengan keadaan tersebut berkembanglah sistem demokrasi modern, hingga saat ini. Di banyak Negara di dunia, dalam konstitusinya tertulis bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang berarti bahwa negara tersebut menganut asas kedaulatan rakyat.

Kekuasaan Dalam Pandangan Islam

Dalam Pandangan Islam, kekuasaan bukan semata-mata diperoleh dari dukungan rakyat, akan tetapi lebih dari itu bahwa Allah SWT memberikan jalan dalam menggapai amanah tersebut agar dapat  merealisasikan hukum Allah bagi seluruh umat manusia.

Allah SWT akan memberikan kekuasaaan kepada orang-orang yang beriman dan beramal shalih jika memang ia telah pantas untuk diberinya (QS Annuur: 55-56) . Dengan kekuasaan itulah, masyarakat dibimbing agar memiliki peradaban berbasiskan norma hukum dan moral yang ditopang oleh keimanan yang kokoh.

Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi

Amar ma’ruf  nahi munkar (dalam arti luas) sebagaimana telah dilakukan para nabi dan pengikutnya merupakan hal utama yang harus dilakukan oleh orang-orang yang dipilih Allah untuk diberikan kekuasaan. Hal itu mencakup seluruh aspek kehidupan yang tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat, rumah tangga, ekonomi, sosial, budaya dan syariat.

Sebagaimana Nabiyullah Yusuf as meraih kekuasaan sebagai  seorang bendaharawan Mesir, Nabi Daus AS yang menjadi raja setelah berhasil mengalahkan Jalud, Rasulullah SAW yang mendapat gelar Al Amin  sebagai seorang teladan pemimpin sepanjang jaman, Abu bakar, Umar, Utsman dan ‘Ali bin Abi Thalib pernah menjabat sebagai seorang Khalifah, Umar bin ‘Abdu Azis dan Sulthan ‘Abdul Hamid adalah contoh sejarah bagaimana jalan seseorang mendapatkan amanah kekuasaan.

Pemilihan yang Dicontohkan Islam

Setelah wafatnya Rasulullah saw,kedudukan beliau sebagai ulil amri dilanjutkan para khulafaur rasyidin (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali) dan para khalifah selanjutnya. Mereka  melayani umat dalam melaksanakan perintah agama dan mengurus kemaslahatan hidup mereka.

Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan

Mekanismenya bisa melalui ijma ulama (musyawarah ahlul halli wal Aqdi) ketika pengangkatan Abu Bakar, Utsman dan Ali) dan penunjukkan langsung dari pemimpin sebelumnya (pengangkatan Umar oleh wasiat Abu Bakar).  Dalam Ijma ulama, tentunya mereka akan menimbang dengan matang, calon pemimpin yang akan mengemban amanah yang sangat berat itu.

Baiat menunjukkan legalitas bahwa seseorang itu menjadi ulil amri dan berhak ditaati, ditolong dan diikuti selama tidak bertentangan dengan Al-Quran dan Sunnah. Hal itu merupakan janji setia seorang makmum kepada pemimpinnya.

Wajibnya membaiat seorang khalifah secara jelas telah ditunjukkan para sahabat Nabi. Saat Rasulullah wafat, para sahabat menunda penguburan jenazah Beliau. Rasulullah wafat pada waktu dhuha hari Senin dan baru dikebumikan pada Selasa malam setelah Abu Bakar dibaiat sebagai khalifah pengganti Rasulullah.

electionBagaimana Seharusnya Muslimin Bersikap?

Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina

Dari sejarahnya, kita telah ketahui bahwa pemilu pada dasarnya bukan dari ajaran Islam. Walaupun hal itu dipraktekkan oleh banyak negara, terutama penganut paham demokrasi, namun sistem itu ternyata tidak mampu menghasilkan sosok pemimpin yang berhasil mengemban amanah  sesuai harapan masyarakat.

Dalam sejarah perjuangan muslimin di berbagai negara, sampai saat ini belum ditemukan sosok pemimpin yang mampu mengemban amanah dengan baik hasil proses demokrasi dan pemilu.

Presiden terguling Muhamad Mursi (Mesir) yang digadang-gadang akan dapat melaksanakan amanah menggembala umat, ternyata harus jatuh di tangan militernya sendiri. Bagitupun pemimpin di negeri lain (Al Jazair) sebagai produk demokrasi dan pemilu.

Dari paparan diatas, Penulis mengajak kepada pembaca sekalian untuk merenungi kembali pola perjuangan Muslimin dengan sistem demokrasi dan pemilu ini. Dalam sejarah Islam, kita pernah jaya dengan sistem khilafah ala min hajin nubuwah, seperti pada jaman Rasulullah Muhammad SAW dan generasi sesudahnya.

Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?

Ekspedisi ke Syiria di bawah pimpinan Usamah bin Zaid, pemberantasan Gerakan Nabi Palsu, Pengumpulan Mushaf al-Quran, dan mempertahankan eksistensi persatuan dan kesatuan umat merupakan prestasi gemilang yang dicapai pada masa kepemimpinan Abu Bakar.

Pembebasan Masjidil Aqsa dari tangan imperium Romawi juga merupakan prestasi gemilang Umar. Kodifikasi mushaf Al Qur’an, renovasi masjid Nabawi, pembentukan angkatan laut yang mencapai Afrika, Siprus hingga konstantinopel merupakan prestasi Utsman.

Pengukuhan sistem Baitul Mal,  kemajuan Ilmu Bahasa, pembangunan Kota Kuffah yang kemudian menjadi kota pusat ilmu tafsir, hadits, nahwu dan ilmu pengetahuan lainya adalah prestasi kebanggaan Ali.

Oleh karenanya, Muslimin hendaknya mengamalkan sistem kepemimpinan sebagaimana yang telah dicontohkan dan telah terbukti keberhasilannya, yaitu kembali dalam wadah khilafah ala min hajin nubuwah, Muslimin di seluruh dunia bersatu di bawah seorang pemimpin (khalifah). (P04/E02)

Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

*Penulis adalah redaktur di kantor berita Islam Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Referensi bacaan:

www.wikipedia.org

Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman

http://elections.bc.ca

www.islamicity.com

Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina

Rekomendasi untuk Anda

Desa Karanganyar, Kabupaten Demak, Jawa Tengah terendam banjir pada Februari 2024. (Istimewa)
Indonesia
Indonesia
Internasional
Khutbah Jumat