Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis MINA
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman di dalam QS. An-Nahl [16] ayat 92:
وَلَا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلًا بَيْنَكُمْ أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَىٰ مِنْ أُمَّةٍ ۚ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ ۚ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah [perjanjian]mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.”
Baca Juga: Khutbah Jumat: Jalan Mendaki Menuju Ridha Ilahi
Mujahid, Qatadah, dan Ibnu Zaid mengatakan, “Ayat ini merupakan perumpamaan bagi orang yang melanggar janjinya setelah dia menguatkannya.”
Jangan sampai karena janji yang dilanggar itu, kondisi umat Islam tercerai-berai.
Allah mengungkapkan, alasan janji itu dilanggar karena janji yang telah diikrarkan dijadikan sebagai alat menipu, seumpama lelaki menipu wanita, pedagang menipu konsumen, bisnisman menipu relasinya, atau pemimpin menipu rakyatnya.
Dalam konteks kali ini, tulisan ini akan fokus kepada sosok pemimpin yang melanggar janji-janjinya. Sosok pemimpin yang bersumpah hanya untuk menipu rakyatnya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Akhir Kehancuran Negara Zionis
Allah mengungkapkan, tipuan pemimpin itu dilakukan karena ia sebelumnya membutuhkan kelompok yang banyak agar mendapat suara yang banyak untuk jadi seorang pemimpin. Namun, setelah memimpin dan kondisinya memungkinkan untuk berkhianat, pemimpin itupun mengkhianati para pendukung dan rakyatnya.
Maka Allah melarang perbuatan berjanji hanya untuk menipu. Kelompok pejabat dan pemimpin harus memperhatikan kelompok bawah atau rakyat.
Namun, Allah menegaskan bahwa kondisi itu hanya ujian dari Allah kepadanya.
Memenuhi janji adalah tanda berimannya seseorang karena memenuhi janji itu wajib dan mengingkarinya adalah dosa besar. Pemimpin atau siapa pun dia, jika mengingkari janji maka dianggap sebagai orang munafik dan tidak boleh dipercayai.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memberantas Miras Menurut Syariat Islam
Tabiat suka mengingkari janji adalah bukti seseorang itu tidak beriman sekalipun berpenampilan orang salih, seperti berjenggot, memakai jubah dan sorban. Apa lagi kalau yang mengingkari janji itu adalah orang fasik.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاثٌ : إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ , وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ , وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tanda orang munafik itu ada tiga: apabila berbicara ia dusta, apabila janji ia salahi, apabila diberi amanah ia khianat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Setiap orang bisa dipastikan pernah berhubungan dengan orang lain. Kemungkinan besar sudah pernah merasakan, betapa pahitnya dibohongi orang lain dengan ingkar janji. Memang ingkar janji itu penuh dengan mudarat, banyak sisi negatif yang akan timbul akibat ingkar janji ini.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menyongsong Bulan Solidaritas Palestina
Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan mengutuk keras dan melaknat serta menimpakan bencana terhadap orang yang ingkar janji, baik itu berjanji kepada Allah maupun berjanji terhadap sesama manusia.
Dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ أَخْفَرَ مُسْلِمًا ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ ، لاَ يُقْبَلُ مِنْهُ صَرْفٌ وَلا عَدْلٌ ( رواه البخاري، رقم 1870 و مسلم، رقم 1370)
“Barangsiapa yang tidak menepati janji seorang muslim, maka dia mendapat laknat Allah, malaikat, dan seluruh manusia. Tidak diterima darinya taubat dan tebusan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala memerintahkan semua manusia untuk menepati janjinya karena itu akan dimintai pertanggungjawabannya.
Baca Juga: Khutbah Jumat: Perintah Berhati-hati dalam Menyebarkan Informasi
وَأَوۡفُواْ بِٱلۡعَهۡدِۖ إِنَّ ٱلۡعَهۡدَ كَانَ مَسۡـُٔولاً۬
“… Penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra’ [17] ayat 34)
Pada hari kiamat nanti Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan menjelaskan perkara janji yang dahulu para pemimpin itu perselisihkan. (QS. An-Nahl [16] ayat 92)
Setelah itu, Allah akan masukkan para pemimpin munafik dan orang munafik lainnya ke tempat kembalinya di neraka.
إِنَّ ٱلْمُنَٰفِقِينَ فِى ٱلدَّرْكِ ٱلْأَسْفَلِ مِنَ ٱلنَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka.” (QS. An-Nisaa [4] ayat 145)
Baca Juga: Khutbah Jumat: Memperkuat Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsa dan Palestina
Namun, hal itu dapat dicegah, sebagaimana yang Allah sebutkan di ayat selanjutnya.
إِلَّا الَّذِينَ تَابُوا وَأَصْلَحُوا وَاعْتَصَمُوا بِاللَّهِ وَأَخْلَصُوا دِينَهُمْ لِلَّهِ فَأُولَٰئِكَ مَعَ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَسَوْفَ يُؤْتِ اللَّهُ الْمُؤْمِنِينَ أَجْرًا عَظِيمًا
“Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (agama) Allah dan tulus ikhlas (mengerjakan) agama mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah bersama-sama orang yang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada orang-orang yang beriman pahala yang besar.” (QS. An-Nisaa [4] ayat 146)
Maka sepatutnyalah para pemimpin yang ingkar janji segera bertaubat dan memperbaiki apa yang telah dijanjikannya, kemudian kembali kepada Allah dan Rasul-Nya dengan tulus ikhlas.
Wallahu a’lam. (A/RI-1/P1)
Baca Juga: Khutbah Jumat: Menjadi Umat Unggul dengan Al-Qur’an
Mi’raj News Agency (MINA)