Oleh Hasbi Mochammad, aktivis Syubban Jama’ah Muslimin Jawa Barat
Para pemuda (syubban dan fatayat) menjadi pola dasar dan tolak ukur keberlangsungan hidup berjamaah. Ini karena di tangan merfeka ide-ide peradaban banyak bermunculan.
Pertumbuhan pemuda mengalami perubahan signifikan dalam aspek kehidupan, emosional, sosial, termasuk perkembangan kecerdasan intelektual. Oleh karenanya fase pemuda ini harus sangat diperhatikan oleh para pimpinan dan orang dewasa. Selain tentunya kesadaran dalam diri pemuda itu sendiri yang memerankan dirinya sebagai sosok agen perubahan dalam kehidupan berjamaah.
Mengapa harus dalam koridor kehidupan berjamaah? Ini mengambil ibrah dari sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang menekankan pentingnya shalat berjama’ah melalui berbagai hadis, salah satunya adalah, “Shalat berjama’ah lebih utama 27 derajat daripada shalat sendirian.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Baca Juga: Pendidikan Islam di Era Digital, Menjawab Tantangan Teknologi dalam Keluarga Muslim
Hadis ini mengindikasikan bahwa beramal secara berjamaah atau terstruktur, derajatnya lebih utama daripada beramal sendirian.
Adapun dalam Al-Quran, Allah berfirman :
وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, seraya berjamaah, dan janganlah kamu bercerai berai.” (Q.S. Ali-Imran [3]: 103).
Baca Juga: Diamond Generation di Era Digitalisasi
Allah memerintahkan orang-orang Islam agar senantiasa berjamaah dalam berpegang teguh dengan agama Islam dan Al-Qur’an, serta melarang mereka dari berpecah belah yang timbul dari perbedaan dalam agama.
Lalu apakah kiat-kiat agar para pemuda dapat konsisten bahwa di tangan mereka ada tanggung jawab besar peradaban dalam hidup berjamaah. Beberapa hal itu sebagai berikut:
- Jadilah pemuda yang tumbuh dalam naungan Allah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ … وَشَابٌّ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ رَبِّهِ
Baca Juga: Angka Buta Aksara di Indonesia Turun Jadi 0,92 Persen
“Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy-Nya) pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya: …Dan seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah …” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Syaikh Salim al-Hilali berkata, hadits ini menunjukkan keutamaan pemuda yang tumbuh dalam dalam ketaatan kepada Allah, sehingga dia selalu menjauhi perbuatan maksiat dan keburukan.
Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengkhusukan penyebutan “seorang pemuda” karena usia muda adalah masa yang berpotensi besar untuk didominasi oleh nafsu syahwat. Disebabkan kuatnya pendorong untuk mengikuti hawa nafsu pada diri seorang pemuda, maka dalam kondisi seperti ini untuk berkomitmen dalam ketaatan kepada Allah tentu lebih sulit dan ini menunjukkan kuatnya nilai ketakwaan dalam diri orang tersebut.
Pentingnya para pemuda untuk senantiasa terus meningkatkan ketakwaan serta berkarya nyata untuk ummat dalam kehidupan berjamaah. Ini karena bergerak secara berjamaah akan memunculkan jiwa kolektivitas dan kerja sama yang bagus untuk kehidupan berjamaah.
Baca Juga: 5 Cara Membangun Pendidikan Berkarakter Kuat
- Tangguh dalam tauhid kepada Allah
Sebagaimana kisah Ashabul Kahfi yang begitu tangguh dalam ketauhidan. Allah berfirman:
نَّحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُم بِٱلْحَقِّ ۚ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا۟ بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَٰهُمْ هُدًى
“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (Q.S. Al-Kahfi [18]: 13).
Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka. Di sini dijelaskan bahwa penghuni gua itu ialah anak-anak muda, tidak ada bercampur orang tua.
Baca Juga: Pesantren Al-Fatah Pekalongan Gelar Tahfidz Camp ke-3
Kalau hal ini dibandingkan dengan perjuangan Nabi di Makkah, terlihat suatu pengalaman yang sepatutnya dijadikan pedoman, yaitu telah tampil ke muka bersedia menjadi penganut dan pengikut ajaran tauhid yang dibawa oleh Rasulullah pun adalah anak-anak muda. Demikian penjelasan Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar Surat Al Kahfi Ayat 13.
Jelas sekali termaktub kisah Ashabul Kahfi dan para pejuang awal dalam sejarah Rasulullah mereka mayoritas adalah pemuda. Inilah indikasi bahwa para pemuda harus sadar kalau mereka adalah tolak ukur sebuah peradaban, tolak ukur keberlangsungannya hidup berjamaah. Mental Ashabul Kahfi terbentuk dengan ketauhidan yang kuat tertancap kepada Allah.
- Wanita suci penjaga Masjidil Aqsa
Pemuda dari kalangan perempuan atau disebut fatayat, inipun mempunyai kisah indah dalam Al-Quran. Uswah terbaik bagi para pemudi salah satunya yaitu Maryam binti Imran. Sebagaimana firman Allah:
إِذۡ قَالَتِ ٱمۡرَأَتُ عِمۡرَٲنَ رَبِّ إِنِّى نَذَرۡتُ لَكَ مَا فِى بَطۡنِى مُحَرَّرً۬ا فَتَقَبَّلۡ مِنِّىٓۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡعَلِيمُ
Baca Juga: Pesantren Tahfidz: Mencetak Pemimpin Berkualitas dengan Iman dan Amal
“(Ingatlah), ketika isteri ‘Imran (Hannah) berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Masjid Al-Aqsha/Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nadzar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. Ali Imran [3]: 35).
Ayat ingi menyampaikan tentang apa yang telah terjadi tentang Maryam, ibunya dan putranya, Isa. untuk menyanggah orang-orang yang mengaku-ngaku ketuhanan Isa atau statusnya sebagai anak Allah.
Ini tertuang yaitu pada saat istri Imran berkata di waktu dia mengandung, ”Wahai tuhanku, sesungguhnya aku menjadikan bagi-Mu anak yang ada diperutku khusus untuk-Mu, untuk berkhidmat di Baitul Maqdis, maka terimalah dariku. Sesungguhnya Engkau saja yang maha mendengar permohonanku,lagi maha mengetahui niatku.
Imran keluarga yang diabadikan dalam Al-Quran oleh Allah, hingga Imran mempunyai anak perawan suci yang tak pernah tersentuh oleh manusia dan jin, terjaga namun dengan kun fayakun-nya Allah, Maryam sang pemudi suci itu bisa mengandung lalu melahirkan manusia mulia Nabi Isa. Nadzar dari orang tuanya menjadikan Maryam benar-benar berkhidmat untuk masjidil aqsa.
Baca Juga: Generasi yang Terjual: Pendidikan Indonesia Dikuasai Pemimpin Rakus
Contoh nyata ini harus dijadikan uswah terbaik bagi para pemudi khususnya, yaitu bagaimana bisa menjaga kesucian diri lalu senantiasa untuk berkhidmat kepada jalan Allah.
Para pemudilah yang akan kelak mempunyai peran penting sebagai generasi pembeba Masjidil Aqsa di dalam rahim-rahimnya. Para pemudi adalah cikal bakal “produksi ” sebuah peradaban dalam hidup berjamaah, dengan pola pendidikan Madani kelak akan muncul pejuang-pejuang baru melalui rahim pemudi yang beriman, sebagai seorang ibu rumah tangga.
Marilah para pemuda dan pemudi untuk senantiasa sadar dan mawas diri, bahwa di tangan kitalah penggerak di setiap hembusan nafas kehidupan berjamaah. Kitalah para pemuda yang harus terdepan dalam perjuangan Islam, khususnya dalam pembebasan Masjidil Aqsa.
Di tangan kitalah kelak yang akan menyuramkan wajah zionisme dengan sangat keras. Kita harus yakin dengan bermodalkan mental tauhid Ashabul Kahfi dan kesucian ala Maryam, kelak kita para pemuda bisa menjadi ruh baru dalam pola hidup berjamaah dan dalam pembebasan Masjidil Aqsa. []
Baca Juga: Guru Membawa Cahaya, DPR Membawa Wacana
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Anak Asuh FDP Diterima di Madrasah Mustafawiyah Kedah Malaysia