Oleh : Ali Farkhan Tsani*
Muqaddimah
Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala :
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ ءَامَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى ( ) وَرَبَطْنَا عَلَى قُلُوبِهِمْ إِذْ قَامُوا فَقَالُوا رَبُّنَا رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ لَنْ نَدْعُوَ مِنْ دُونِهِ إِلَهًا لَقَدْ قُلْنَا إِذًا شَطَطًا ( )
Baca Juga: Ahlul Qur’an, Pelita Umat dalam Cahaya Ilahi
Artinya : “Kami kisahkan mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk; dan Kami telah meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri lalu mereka berkata: “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran”. (QS Al-Kahfi / 18 : 13-14).
Ayat ini berkaitan dengan adanya sekelompok pemuda yang beriman kepada Allah , yang meyakini bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah semata, mereka teguh di atas keyakinan yang benar tersebut. Meskipun mereka harus bertentangan dengan mayoritas kaum mereka yang berada dalam kesesatan, kedzaliman, kebatilan dan kesyirikan.
Ibnu Katsir, ulama tafsir terkenal ketika beliau mengulas perkataan fityah (pemuda) pada ayat ini, menjelaskan bahwa Allah memilih perkataan pemuda karena pemuda adalah orang yang mudah untuk menerima petunjuk dan kebenaran. Ini bukan berarti golongan tua tidak menerima kebenaran atau petunjuk. Tetapi hal ini merupakan satu kiasan bahwa sistem pendidikan dan pengajaran nilai-nilai Islam bermula sejak anak usia dini.
Para Nabi pada umumnya dari generasi muda dengan berbagai keunggulannya. Di antaranya Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam dengan keberanian, tanggung jawab, kecerdasan dan kemahirannya beradu argumentasi. Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam dengan keilmuan, kebijaksanaan, kesabaran dan kejujurannya, yang akhirnya mengantarkan dirinya menjadi pemimpin yang disegani. Juga para pemuda yang tergabung dalam Ashabul Kahfi dengan keberanian mereka mempertahankan kebenaran, istiqamah dan komitmen dengan keyakinan yang benar, serta kerelaan mereka untuk berkorban demi mempertahankan aqidah.
Baca Juga: Menikah Itu Ibadah, Bukan Ajang Pamer Mahar
Pembicaraan al-Qur’an tentang pemuda menjadi petunjuk bahwa masa muda merupakan masa yang paling menentukan bagi seorang hamba dalam meraih kebaikan dan kemuliaan.
Sampai dikatakan oleh Imam Al-Biqa’i bahwa pemuda pada kenyataannya adalah sosok yang lebih responsif menerima kebenaran, dan lebih mudah menerima petunjuk jalan, seperti yang dicontohkan oleh para pemuda yang tergolong dalam Ashabul Kahfi.
Karenanya, Ibnu Qutaibah menyimpulkan, orang-orang beriman yang sukses adalah mereka yang dapat memanfaatkan masa mudanya untuk banyak beramal kebaikan. Sehingga, ketika memasuki usia lanjut pahala kebaikan mereka tidak berkurang, meski mereka tidak lagi mampu melakukan ketaatan seperti ketika usia muda dahulu.
Nasihat untuk Pemuda Beriman
Baca Juga: Korupsi, Dosa dan Bahayanya dalam Islam
Masa muda dalam pandangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam merupakan masa bercocok tanam kebaikan. Orang yang sukses memanfaatkan masa mudanya untuk beribadah kepada Allah menduduki tempat kedua setelah pemimpin yang adil dalam memperoleh naungan Allah pada hari kiamat kelak.
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ الْإِمَامُ الْعَادِلُ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ…..
Artinya : “Tujuh golongan yang akan mendapat naungan Allah Ta’ala pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya, (yaitu) : (1) Imam yang adil, (2) Pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah….” (HR Bukhari dan Muslim).
Perhatian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terhadap usia muda juga cukup besar dengan banyaknya kalimat yang ditujukan khusus kepada para pemuda, di antaranya:
Baca Juga: Doa, Usaha, dan Keajaiban: Rahasia Hidup Berkah
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
Artinya : “Wahai para pemuda, jika kalian sudah memiliki kemampuan, menikahlah, karena dengannya kalian lebih mampu menahan pandangan dan menjaga nafsu. Dan barangsiapa yang masih belum berkemampuan, hendaklah ia berpuasa karena hal itu dapat membentenginya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Pesan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga kerapkali diawali dengan pesan memanfaatkan masa muda sebelum empat pesan berikutnya,
إِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَا بَكَ قَبْلَ هَرَ مِكَ ، وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَ غِنَا كَ قَبْلَ فَقْرِ كَ ، وَ فَرَا غَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ،وَ حَيَا تَكَ قَبْلَ مَوْ تِكَ
Baca Juga: Mengapa Islam Menekankan Hidup Berjama’ah?
Artinya : “Gunakanlah lima perkara sebelum datang lima perkara: (1) mudamu sebelum tuamu, (2) Sehatmu sebelum sakitmu, (3) kayamu sebelum miskinmu, (4) Lapangmu sebelum sibukmu, (5) Hidupmu sebelum kematianmu.” (HR Al-Hakim).
Perlindungan Allah bagi Pemuda Beriman
Secara khusus, penyebutan perlindungan Allah terhadap pemuda, disebutkan di dalam hadits :
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَظِلَّ اِلاَّظِلُّهُ: اِمَامٌ عَادِلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ اللهِ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسْجِدِ اِذَاخَرَجَ مِنْهُ حَتَّى يَعُوْدَ اِلَيْهِ وَرَجُلاَنِ تَحَاباَّ فِى اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَافْتَرَقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللهَ فِى خَلْوَةٍ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتَ مَنْصَبٍ وَجَمَالٍ اِلَى نَفْسِهَا فَقَالَ اِنِّى أَخَافُ اللهَ رَبَّ الْعَالَمِيْنَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ.
Baca Juga: Yahudi Memusuhi Semua Umat Manusia
Artinya : “Tujuh golongan orang yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan dari Allah : (1) Imaam yang adil, (2) Pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah, (3) Seseorang yang hatinya selalu terpaut dengan masjid ketika ia keluar hingga kembali kepadanya, (4) Dua orang yang saling mencintai karena Allah, yaitu keduanya berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah, (5) Seseorang yang selalu berdzikir kepada Allah di tempat yang sunyi lalu kedua matanya meneteskan air mata, (6) Seorang laki-laki yang diajak oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan yang tinggi lagi cantik untuk menggaulinya tubuhnya, maka ia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan semesta alam, (7) Seseorang yang bersedekah dengan suatu sedekah lalu ia merahasiakannya sehinggi tangan kirinya tidak tahu apa yang dibelanjakan oleh tangan kanannyha”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Pemuda Pembela Kebenaran
Dalam catatan sejarah para Nabi, tercatat Nabi Musa ‘Alaihis Salam mengajak kaumnya untuk menyembah Allah. Maka, hanya para pemuda sajalah yang mau mengikutinya. Sedang lapisan masyarakat lainnya menolak. Mereka takut pada ancaman dan siksaan sang penguasa, Fir’aun waktu itu.
فَمَا ءَامَنَ لِمُوسَى إِلَّا ذُرِّيَّةٌ مِنْ قَوْمِهِ عَلَى خَوْفٍ مِنْ فِرْعَوْنَ وَمَلَئِهِمْ أَنْ يَفْتِنَهُمْ وَإِنَّ فِرْعَوْنَ لَعَالٍ فِي الْأَرْضِ وَإِنَّهُ لَمِنَ الْمُسْرِفِينَ
Baca Juga: Doa-Doa Mustajab dalam Al-Qur’an dan Sunnah
Artinya : “Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda- pemuda dari kaumnya (Musa) dalam keadaan takut bahwa Fir`aun dan pemuka-pemuka kaumnya akan menyiksa mereka. Sesungguhnya Fir`aun itu berbuat sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang melampaui batas”. (QS Yunus / 10 : 83).
Hal serupa terjadi pada tahun-tahun permulaan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyampaikan dakwah Islam kepada ummat manusia. Maka, para pemudalah yang lebih dulu menyambutnya dengan sepenuh hati.
Di antaranya adalah : Usamah bin Zaid (18 th) diangkat Nabi sebagai komandan pasukan Islam ketika Ghazwah Syam, Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam pada usia 8 th telah terlibat dalam perjuangan, serta Abdullah bin Umar (13 th) menyiapkan diri sebagai pasukan untuk Ghazwah Badar. Ada juga lainnya, seperti : Zaid bin Haritsah (20 th), Sa’ad bin Abi Waqash (17 th), ‘Aisyah binti Abu Bakar (9-19 th) belajar Islam bersama Rasulullah , dan Asma binti Abu Bakar (sekitar 27 th) membantu perbekalan Hijrah Nabi.
Generasi berikutnya, Muhammad Al-Fatih memimpin pasukan pembebasan Konstantinopel saat usia 23 tahun, Imam Asy-Syafi’i hafal Al-Quran pada usia sekitar 9 tahun dan mulai diminta ijtihadnya pada usia kira-kira 13 tahun, dan Hassan Al-Banna menggerakkan Ikhwanul Muslimin pada usia 23 tahun.
Baca Juga: Tausiyah Pernikahan, Keluarga Sakinah Cermin Kehidupan Berjamaah
Generasi awal Islam yang tergolong orang tua pun, sebenarnya usia mereka masih tergolong muda, yaitu : Abu Bakar Ash-Shiddiq masuk Islam pada usia 32 tahun, Umar bin Khattab (masuk Islam usia 35 tahun), dan Utsman bin ‘Affan (masuk Islam pada usia 30 tahun).
Pemuda Pencegah Kemungkaran
Ketika Raja Namrud memerintah secara kejam dan dzalim serta menyeret masyarakat ke dalam penyembahan patung-patung. Maka pemuda Ibrahim ‘Alaihis Salam tampil menentang kekuasaan raja dengan menghancurkan patung-patung sesembahan mereka. Mereka pun berkata:
قَالُوا سَمِعْنَا فَتًى يَذْكُرُهُمْ يُقَالُ لَهُ إِبْرَاهِيمُ
Baca Juga: The Power of Ikhlas
Artinya : “Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala, namanya Ibrahim”. (QS Al-Anbiya / 21 : 60).
Begitu pula yang dialami para pemuda dalam Ashabul Kahfi. Mereka lebih memilih keluar dari jajaran sistem kebatilan. Sebab, antara yang haq dengan yang bathil tidak dapat dikompromikan.
Pemuda Penjaga Kehormatan
Pemuda yang kuat bukan hanya mereka yang menjadi pembela bagi orang tertindas, dan tampil ke gelanggang menghancurkan segala bentuk kebatilan dan kemungkaran. Namun juga mereka yang memiliki kepribadian utuh dan kuat serta tidak tergoda segala bujuk rayu syaitan.
Baca Juga: Perut adalah Sumber Penyakit: Penjelasan Hadis dan Fakta Medis
Itulah watak pemuda pilihan dari sosok Nabi Yusuf ‘Alaihis Salam, yang namanya menjadi perlambang ketampanan, kegagahan dan kebagusan sekaligus kethaatan. Meskipun ia menjadi incaran wanita cantik lagi bangsawan untuk berbuat maksiat. Namun ia tetap menolaknya. Bahkan ia lebih rela dijebloskan ke dalam penjara daripada memperturutkan hawa nafsunya.
Allah mengabadikannya di dalam firman-Nya :
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ
Artinya : “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS Yusuf / 12 : 33).
Pemuda Berwawasan
Pemuda pilihan adalah juga mereka yang memiliki ilmu dan wawasan luas, seperti yang diperlihatkan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib.
Sejak masih kanak-kanak ia memang tekun menuntut ilmu dan membaca berbagai fenomena masyarakat. Ketika tumbuh menjadi pemuda, ilmu dan wawasannya bertambah banyak, melebihi orang-orang yang seusianya. Bahkan beberapa sahabat senior tidak jarang menanyakan sesuatu masalah kepadanya, dan dijawab dengan tuntas. Maka, ia menjadi gudang ilmu.
Pemuda Berakhlaq Mulia
Pemuda pilihan selain memiliki sikap-sikap positif, juga memiliki akhlaq mulia seperti yang terlihat pada diri Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Jauh sebelum beliau diangkat menjadi utusan Allah, ia sudah dijuluki masyarakat sekitarnya dengan “Al-Amin”, artinya orang yang dapat dipercaya.
Allah menyebutnya dengan :
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya : “Dan sesungguhnya kamu (Muhamamd) benar-benar berakhlaq mulia.” (QS Al-Qalam / 68 : 4).
Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Muarakfury, seorang penulis sejarah Nabi, menyebutkan akhlak nabi dengan kalimat : Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menonjol di tengah kaumnya karena perkataannya yang lemah lembut, akhlaqnya yang utama, sifat-sifatnya yang mulia. Beliau adalah orang yang paling utama kepribadiannya, paling bagus akhlaqnya, paling terhormat dalam pergaulannya dengan para tetangga, paling lemah lembut, paling jujur perkataannya, paling terjaga jiwanya, paling terpuji kebaikannya, paling baik amalnya, paling banyak memenuhi janji, paling bisa dipercaya sehingga orang-orang menjulukinya “Al-Amin”, karena beliau menghimpun semua keadaan yang baik dan sifat-sifat yang diridhai Allah dan manusia.
Peran Pemuda Muslim
Menurut Hasan Al-Banna, perbaikan suatu umat tidak akan terwujud kecuali dengan perbaikan individu, yang dalam hal ini adalah pemuda. Perbaikan individu (pemuda) tidak akan sukses kecuali dengan perbaikan jiwa. Perbaikan jiwa tidak akan berhasil kecuali dengan pendidikan dan pembinaan. Yaitu, membangun dan mengisi akal mereka dengan ilmu yang berguna, mengarahkan hati lewat do’a, serta memompa dan menggiatkan jiwa lewat instropeksi diri.
Dr. Syakir Ali Salim berpendapat, pemuda Islam merupakan tumpuan umat, penerus dan penyempurna misi risalah Ilahiah. Perbaikan pemuda berarti adalah perbaikan umat. Oleh karena itu, eksistensinya sangat menentukan di dalam masyarakat.
Para pemuda mujahid di Palestina, banyak memberikan inspirasi bagaimana sifat-sifat pemuda muslim itu masih memungkinkan untuk dimunculkan abad kini. Generasi Yahya Ayyash, Imad Aqil, Izzudin Al-Qassam, dan pemuda-pemuda Palestina lainnya. Berkat ketangguhan, kesungguhan dan kedekatannya dengan Allah menjadikan mereka para mujahid muda yang memilih dua hal “Isy kariman aw mut syahidan”, hidup mulia atau mati syahid. Allahu akbar ! (R1/R2).
*Penulis adalah Redaktur Kantor Berita Islam Internasional Mi’raj News Agency (MINA).
Mi’raj News Agency (MINA)