Jakarta, MINA – Direktur Utama BPJS Fachmi Idris secara tegas memberikan penjelasan sebagai tanggapan atas informasi-informasi yang beredar di tengah masyarakat, terkait sejumlah informasi yang beredar seiring rencana pemerintah menyesuaikan iuran BPJS.
“Pertama, beredar di masyarakat bahwa DPR menolak kenaikan iuran PBJS. Itu saya tegaskan tidak benar. Disebutkan oleh DPR bahwa untuk penyesuaian tarif kelas 3 dapat diberlakukan dengan syarat cleansing data beres,” ujar Fachmi saat Diskusi Media Forum Merdeka Barat 9 di Kantor Kemkominfo, Jakarta, Senin (7/10.
Menurutnya, kalimat tepatnya yaitu DPR menerima kenaikan iuran tetapi dengan syarat.
Kemudian kedua, terkait informasi yang juga beredar luas di masyarakat, yakni penyesuaian iuran untuk kelas 1 bakal membebani, Fachmi mengatakan, itu sama sekali tidak tepat.
Baca Juga: AWG Gelar Webinar Menulis tentang Baitul Maqdis
“Tidak ada maksud untuk membebani masyarakat. Bila dengan penyesuaian itu, peserta Kelas 1 harus menyisihkan Rp 5.000 per hari. Kalau itu dirasa memberatkan, maka bisa 3.000 rupiah per hari, atau kalau masih terasa berat, maka bisa Rp 1.800 per hari untuk Kelas 3,” katanya.
Fachmi meminta, jangan dinarasikan kenaikan iuran 2 kali lipat atau 100 persen. Sebab sebenarnya, dari penyesuaian itu pun 73,63 persen sudah dialokasikan oleh pemerintah.
“Sebab untuk Kelas 1 harusnya penyesuaian 270 ribu,” katanya.
Sementara itu yang ketiga, Fachmi menampik penyesuaian tarif akan memunculkan penurunan daya beli buruh. Sebab menurutnya, hanya buruh yang memiliki pendapatan sekitar 8 juta hingga 12 juta, atau hanya 3 persen dari total yang memiliki kewajiban untuk membayar iuran BPJS.
Baca Juga: 30 WNI dari Suriah Kembali Dievakuasi ke Indonesia
Penjelasan keempat adalah soal terjadinya fraud masif yang mengakibatkan defisit BPJS. Menurut Fachmi, hal itu juga tidak tepat. Sebab, kata dia, nyatanya fraud yang terjadi kurang dari 1 persen.
Selanjutnya Fachmi juga menyampaikan, penyesuaian iuran BPJS tidak memberikan pengaruh tersendiri bagi masyarakat miskin.
Hal itu, menurut dia, karena masyarakat miskin yang jumlahnya sekitar 133 juta orang ditanggung oleh pemerintah.
“Jadi dari 133 masyarakat miskin, yang terdiri dari 95,38 juta, dan 37 juta di daerah, semuanya ditanggung oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah,” tandasnya. (L/Ais/RI-1)
Baca Juga: Banjir di Makasar Rendam Rumah Dinas Gubernur dan Kapolda
Mi’raj News Agency (MINA)