Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengakuan Jenderal: Israel di Belakang Kudeta Morsi

Ali Farkhan Tsani - Ahad, 7 April 2019 - 06:06 WIB

Ahad, 7 April 2019 - 06:06 WIB

9 Views

Tel Aviv, MINA – Brigadir Jenderal Militer Israel, Aryeh Eldad, menulis dalam surat kabar setempat, Israel bekerja untuk menggulingkan Presiden Mesir pertama yang dipilih secara demokratis, Mohamed Morsi tahun 2013,

Eldad mengatakan dalam sebuah artikel di surat kabar Maariv, “pecahnya revolusi Januari bertepatan dengan penilaian keamanan Israel bahwa Presiden terpilih Mohamed Morsi, seorang pria Ikhwanul Muslim, bermaksud untuk membatalkan perjanjian damai dengan Israel dan mengirim lebih banyak pasukan militer Mesir ke Semenanjung Sinai.” The News Tribe melaporkan pada Sabtu, 6 April.

“Pada tahap itu, Israel cepat dan mengaktifkan alat diplomatiknya, dan sarana yang lebih besar, untuk membawa Abdel Fattah Al-Sisi berkuasa di Mesir, dan meyakinkan pemerintah AS saat itu di bawah Presiden Barack Obama untuk tidak menentang langkah ini,” tulisnya.

Ia menekankan bahwa “bertentangan dengan semua harapan Israel, perjanjian Camp David, yang dibuat 40 tahun yang lalu, telah berlangsung selama beberapa dekade meskipun kurangnya perdamaian nyata antara Israel dan Mesir.”

Baca Juga: Kelelahan Meningkat, Banyak Tentara Israel Enggan Bertugas

Juga meskipun kegagalan untuk menyelesaikan konflik Palestina-Israel, karena konflik ini bukan hanya geopolitik. Kami agak melihatnya sebagai perang agama dengan Palestina dan Arab, lanjutnya.

Eldad menunjukkan bahwa “terlalu dini untuk berbicara tentang kegunaan perjanjian damai dengan Mesir, 40 tahun setelah penandatanganan perjanjian Camp David pada tahun 1979. Walupun bertentangan dengan harapan, tapi perjanjian tersebut mampu bertahan.”

Dia menambahkan bahwa “perjanjian Camp David adalah yang pertama antara Israel dengan negara Arab yang bermusuhan. Kemudian menjadi negara Arab terbesar dan paling berbahaya.” (T/RS2/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Bahas Krisis Regional, Iran Agendakan Pembicaraan dengan Prancis, Jerman, Inggris

Rekomendasi untuk Anda