Kiev, 18 Sya’ban 1437/26 Mei 2016 (MINA) – Pada akhir tahun 2016, harga minyak dunia bisa melebihi US$ 60 per barel karena pengurangan volume produksi bahan baku di Amerika Serikat (AS) dan Nigeria, serta ditambah pertumbuhan ekonomi Cina.
Analisa itu diungkapkan oleh Pimpinan Dana Strategi Energi Ukraina Dmitry Marunich kepada Trend.az yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Kamis (26/5).
Saat ini harga minyak berada di kisaran US$ 48 per barel.
Harga di pasar minyak dunia pada 24 Mei pagi terus menurun dalam mengantisipasi data statistik mengenai stok bahan bakar AS. Harga spot rata-rata untuk Brent adalah US$ 36,88 per barel sejak awal 2016, dan harga minimum adalah US$ 26,01 per barel.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Marunich mengatakan, pertumbuhan harga sejak Mei hampir tidak stabil, tetapi kemungkinan besar, harga minyak terendah adalah harga yang ditetapkan pada Januari dan Februari 2016.
Harga rata-rata untuk Brent pada Januari-Februari sebesar US$ 31,44 per barel. Harga termurah bagi Brent untuk periode itu sebesar US$ 26,01 per barel dan harga tertinggi US$ 36,28 per barel.
“Harga pada bulan Januari-Februari 2016 tidak akan terulang kembali dalam waktu dekat, ketika tingkat produksi di AS dan Nigeria menurun,” kata Marunich. “Keadaan ekonomi Cina juga agak optimis.”
Secara umum, banyak ahli mengatakan jangan berharap harga minyak tumbuh secara signifikan di tahun 2016. Pengamat dari bank AS JP Morgan memprediksi, harga rata-rata untuk Brent berjumlah US$ 45,3 per barel, harga rata-rata untuk WTI US$ 44,66 per barel pada 2016.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Pengamat dari perusahaan konsultan Inggris, Capital Economics, memperkirakan harga minyak mentah Brent dan West Texas Intermediate (WTI) pada level US$ 45 per barel pada akhir 2016. (T/P001/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon