Jakarta, 30 Syawwal 1435/26 Agustus 2014 (MINA) – Serangan terbaru Israel yang dimulai sejak awal Juli hingga hari ini bertujuan untuk merusak persatuan internal Palestina yang mulai dibangun beberapa waktu lalu, seorang pengamat Timur Tengah mengatakan.
“Dalam sejarah perang Israel-Palestina sejak dulu, Israel tidak menginginkan persatuan faksi internal Palestina terjadi, salah satunya kita bisa lihat pada 2006 ketika rekonsiliasi yang sama sedang hangat-hangatnya terjadi antara Fatah dan Hamas, maka Israel kemudian melakukan serangan,” kata Ibrahim Rantau kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di Jakarta, Selasa (26/8).
Menurut analisis Ibrahim, upaya Israel ini bisa disebut sebagai ‘pengalih perhatian’ masyarakat dunia untuk tidak mendukung rekonsiliasi Palestina.
“Bisa dibilang ini mengalihkan perhatian,” tegasnya.
Baca Juga: Tentara Israel Cemas Jumlah Kematian Prajurit Brigade Golani Terus Meningkat
Pengamat di Indonesia Media Monitoring Center (IMMC) itu menyayangkan laporan banyak media mainstream dunia terutama Indonesia yang tidak seimbang dalam memberitakan isu Palestina-Israel terutama mengenai gencatan senjata terbaru yang beberapa kali diberlakukan.
Sejak awal Juli, Israel dan Palestina menyepakati lebih dari dua kali gencatan senjata yang dimediasi Mesir. Namun, menurut Ibrahim, media mainstream dalam laporannya menerbitkan seolah para pejuang Palestina dalam hal ini diwakili Hamas menjadi sisi yang salah dengan menonjolkan Hamas-lah yang menolak gencatan senjata, sementara Israel memiliki niat baik dengan menyambutnya.
“Hamas menolak kesepakatan gencatan senjata kemarin karena Israel meminta pelucutan persenjataan Hamas, dan ini tentunya tidak bisa diterima Hamas. Persenjataan Hamas merupakan satu-satunya yang dimiliki warga Gaza dalam melawan agresi Israel, dan Hamas dalam posisi ini adalah pihak pejuang kemerdekaan,” tegas Ibrahim yang kemudian mencontohkan seperti pejuang kemerdekaan negara-negara lain termasuk Indonesia dari penjajahan dahulu kala.
Ibrahim juga menyerukan media-media yang masih tidak berimbang dalam pemberitaan Palestina-Israel itu untuk kembali kepada etika jurnalistik dan mengedepankan fakta, bukan ‘opini yang difaktakan’.
Baca Juga: Anakku Harap Roket Datang Membawanya ke Bulan, tapi Roket Justru Mencabiknya
“Pengamat mana pun mengerti apa yang sedang dilakukan Israel terhadap ratusan warga dan anak-anak Palestina adalah kejahatan internasional, tapi masih ada media yang membesar-besarkan kematian satu bocah Israel padahal tiap harinya ratusan anak Palestina dibunuh mereka. Bukan hanya itu, ada juga media yang terlalu menjunjung isu Palestina sehingga kadang melambungkan fakta, kita harus adil dan berimbang, itu peran jurnalisme untuk warga,” katanya. (L/R04/R05)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Tim Medis MER-C Banyak Tangani Korban Genosida di RS Al-Shifa Gaza