Jakarta, 23 Sya’ban 1437/31 Mei 2016 (MINA) – Pengamat terorisme, Mustofa B Nahrawardaya, mengatakan sebagian besar terorisme di dalam negeri saat ini adalah fihak-fihak yang kecewa dengan praktek-praktek penanganan terorisme yang melanggar hak asasi manusia terutama mereka yang pernah dihukum penjara.
“Terorisme tidak lagi dikait-kaitkan dengan Timur Tengah, dan latar belakang serta motivasi menjadi teroris pun sudah beda dari masa lalu, sehingga sekarang butuh penanganan yang berbeda terhadap generasi kelima teroris ini.”
“Terorisme sekarang ini sebagian berasal dari mereka yang kecewa terhadap penanganan terorisme,” kata Mustofa, pengamat terorisme dari PP Muhammadiyah dalam diskusi tentang “Mengawal Revisi UU Anti Terorisme”, di kantor Majlis Ulama Inodnesia (MUI) Pusat, Jakarta, Senin (30/5).
“Para pelaku kasus terorisme yang sudah bebas dari masa hukuman ada kemungkinan menjadi teroris lagi lantaran mereka tidak sebebas para pelaku kasus lain,” terangnya
Baca Juga: AWG Gelar Webinar Menulis tentang Baitul Maqdis
“Di samping itu susah sekali jadi orang biasa bagi pelaku terorisme yang bebas. Mereka juga harusnya tidak ditutup mata pencaharian, tidak didiskriminasi, dan tidak dilanggar HAM (hak asasi manusia)-nya,”tegas Mustofa.
Ia juga memaparkan, di penjara mereka juga masih punya kesempatan dikompori oleh yang lain.
Dia minta agar nantinya revisi Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme harus melihat Pancasila. “UU kalau tidak cocok, tidak enak, jangan dipaksakan. harus lihat Pancasila, ini ngeri kalau tidak dipaksakan,” lanjutnya.
Juga tampil dalam diskusi ini, sejumlah narasumber seperti anggota Pansus Revisi UU Anti Terorisme DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani, Komisioner Komnas HAM Hafid Abbas dan Pengamat Terorisme dari PP Muhammadiyah Mustofa B Nahrawardaya. (L/P002/P2)
Baca Juga: 30 WNI dari Suriah Kembali Dievakuasi ke Indonesia
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Banjir di Makasar Rendam Rumah Dinas Gubernur dan Kapolda