Jakarta, 18 Jumadil Akhir 1438/17 Maret 2017 (MINA) – Pengelolaan zakat di Brunei Darussalam dipuji karena sistem yang digunakan terpusat.
Tidak seperti halnya di Indonesia yang memiliki Ditjen Pajak dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), di negara itu pemerintah memberi kuasa kepada Dewan Keagamaan Brunei untuk mengumpulkan dan mendistribusikan dana zakat.
“Ada lembaga yang mengurusi pajak, tapi untuk pajak perusahaan saja, sementara untuk pajak pribadi disatukan dengan zakat tadi,” kata salah satu perwakilan peserta dari Brunei yang ikut dalam Konferensi Forum Zakat Dunia (ZWF) di Jakarta Dr. Hj. Rose Abdullah kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Kamis (17/3).
Rose yang juga Direktur Pusat Penelitian dan Publikasi Universitas Sultan Sharif Ali di Brunei tersebut mengungkapkan pembayar pajak dan zakat di negaranya meningkat dari tahun ke tahun, sementara penerima zakat tetap stabil
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berawan Tebal Jumat Ini, Sebagian Hujan
“Dari 2010 hingga 2016, pembayar zakat maal (wealth) meningkat dari kisaran 2.000 orang hingga 4.000 jiwa,” tambahnya.
Dari angka itu, dana yang berhasil dikumpulkan pada 2016 saja mencapai 17,5 juta dolar Brunei atau sekitar 16,55 miliar rupiah. Sementara untuk zakat fitrah pada tahun lalu, dari 332.660 pembayar zakat berhasil mengumpulkan 938 ribu dolar Brunei 8,87 miliar rupiah.
Dia menambahkan, ada 14.296 penerima zakat (mustahik) di negaranya pada tahun 2016. Dari angka ini, ada enam jenis kategori yang mendapatkan zakat. Di antaranya, fakir, miskin, amil, gharimin (orang yang berhutang), ibnu sabiil (musafir), mualaf. Sementara untuk orang yang berjuang di jalan Allah (fii sabilillah) dan budak atau pembantu tidak mendapatkan dana ini.
para mustahik diberikan dana zakat berupa asuransi, pendidikan, sosial, perumahan, dan lainnya.
Baca Juga: Kemenag Kerahkan 50 Ribu Penyuluh Agama untuk Cegah Judi Online
Berbeda dengan Brunei yang pengelolaan ZISWafnya dikelola langsung oleh negara, di Indonesia dengan adanya UU No 38 tahun 1999 tentang zakat memungkinkan bagi masyarakat untuk mengelola dana ZISWaf dengan mendirikan lembaga Amil Zakat (LAZ). Dengan adanya UU tersebut bermunculanlah Lembaga Amil Zakat, baik itu didirikan oleh masyarakat umum atau oleh perusahaan.
Potensi ZIS di luar Wakaf di Indonesia sebesar 19,3 triliun. Penelitian dengan topik yang sama diselenggarakan oleh PIRAC mencatat bahwa potensi dana ZISWaf sebesar 20 triliun. Angka ini merupakan sebuah potensi sangat luar biasa yang bisa dioptimalkan dari dan oleh umat Islam Indonesia.(L/RE1/R01)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Indonesia Sesalkan Kegagalan DK PBB Adopsi Resolusi Gencatan Senjata di Gaza