Oleh: Faizar, Kepala KUA Kec. Tanjung Priok, Jakarta Utara
Siapa yang tidak kenal sosok Penghulu? Pejuang halal yang dalam bekerja tak pernah mengenal waktu dan kondisi. Penghulu dituntut siaga melayani panggilan umat, bukan sekadar pada hari kerja, namun juga saat hari libur tiba.
Bukan sekadar saat langit cerah, namun juga saat cuaca tidak sedang ramah. Itulah konsekuensi tugas Penghulu yang waktu bekerjanya ditentukan dari permintaan masyarakat yang dilayaninya, bukan sekadar diatur oleh aturan jam kerja ASN pada umumnya. Hal ini dialami pula oleh Syawaldi, Penghulu Madya di KUA Ciracas, Jakarta Timur.
Meski begitu, tak ada kata lelah bagi sosok Penghulu yang satu ini. Di tengah kesibukan utamanya sebagai pegawai pencatat nikah, pria yang terkenal multitalenta ini justru makin termotivasi mengembangkan kreativitas usaha di sela-sela waktu yang tersisa. Syawaldi memang tipikal orang yang sangat berbeda dengan Penghulu yang lain.
Baca Juga: Pak Jazuli dan Kisah Ember Petanda Waktu Shalat
Di tengah kesibukannya sebagai Penghulu, ia masih sempat untuk mengembangkan peternakan ayam kampung, ternak lele, pembibitan gurameh, bahkan hingga memelihara kerbau dan sapi di kandang belakang rumahnya di wilayah Jatirangga RT 08/RW 02 Jatisampurna, Bekasi.
Bukan hanya itu saja, sosok pria paruh baya kelahiran Banyuwangi ini juga sukses mengembangkan budidaya magot sebagai bahan pakan mandiri semua jenis hewan peternakannya. Jadi dalam beternak unggas, Syawaldi sama sekali tidak membeli pakan pabrikan. Akan tetapi semua pakan didapatkan dari bahan alam yang diperolehnya secara gratis.
“Silakan, Ustadz Faiz umumkan kepada mereka yang ingin berwirausaha peternakan magot. Jika mereka ingin belajar cara budidaya magot, datang saja ke sini, akan saya training secara gratis sampai bisa. Bahkan insyaAllah, telur larva pertamanya akan saya kasih secara cuma-cuma,” tutur Syawaldi penuh keramahan, seperti biasanya.
Penghulu yang pernah bertugas di KUA Senen, KUA Pasar Rebo, KUA Makasar, dan KUA Pulogadung, Jakarta Timur ini juga dikenal sebagai sosok yang lucu dan kocak saat berceramah. Ketika berceramah di atas panggung, Syawaldi selalu mengaku memiliki gelar Syawaldi TMM, yang artinya Syawaldi Tukang Memandikan Mayat.
Baca Juga: Jalaluddin Rumi, Penyair Cinta Ilahi yang Menggetarkan Dunia
“Ayo siapa yang nanti mau saya mandikan, mau pejabat, mau pedagang, mau petani juga boleh, tinggal wasiat saja meminta saya mandikan, nanti saya bawakan kain kafan buat bungkus dan kalau perlu sekaligus mobil ambulans berikut kerandanya!” sahut pendakwah yang selalu membuat jemaah tertawa saat mendengarkan aksi kocak dan ceramahnya.
Kecakapan sang Ustaz dalam berceramah menjadikan jadwal ceramahnya tidak pernah sepi. Bahkan pernah salah satu stasiun TV nasional mengundang Syawaldi untuk mengisi ceramah agama dalam Gebyar Ramadan RCTI.
Sosok ayah tiga anak bagi Sifa Fauziah (S2), Ahmad Muhlasin (S1), dan Robiatul Adawiyah yang juga telah menjadi sarjana ini memang terbilang sosok ASN yang aneh. Salah satu tingkahnya adalah sewaktu seleksi CPNS, sosok lelaki ini punya nazar bahwa jika diterima sebagai PNS, ia akan bersepeda dari Jakarta hingga Banyuwangi, dan ternyata hajatnya benar benar dikabulkan. Syawaldi pun benar-benar memenuhi nazarnya. Ia mengayuh sepeda dari Jakarta hingga Banyuwangi selama berhari-hari.
Inspirasi sisi lain dari sosok ASN berpangkat IV/A ini, juga pernah diserahi mobil ambulans oleh salah satu jemaahnya. Akhirnya, mobil ambulans tersebut bukan saja ia bawa untuk mengangkut jenazah, akan tetapi ia gunakan sekaligus sebagai kendaraan dinasnya untuk menikahkan.
Baca Juga: Al-Razi, Bapak Kedokteran Islam yang Mencerdaskan Dunia
“Saya itu kalau membawa ambulans jadi tepat waktu untuk sampai lokasi pernikahan, karena saat terjebak macet dan kondisi urgent, sudah mepet waktu pernikahan, tinggal saya nyalain saja sirinenya, maka jalan terbuka sendiri,” ungkap Syawaldi sambil tersenyum lebar.
Saya pun selalu dibuat terpingkal-pingkal saat mendengarkan banyolan kisah-kisah kocaknya. Satu lagi kisah kocaknya adalah saat panitia ingin mengantarkan berkat nasi ke mobil Penghulu. Syawaldi sudah bilang, “enggak usah diantar”.
Akan tetapi panitia tetap memaksa mengikutinya. Alhasil setelah sampai dekat mobil ambulans, Syawaldi malah berdiri lama sekali dengan alasan mobilnya sedang dibawa supir. Akhirnya, panitia merasa bosan menunggu dan kemudian memberikan berkat nasi ke Syawaldi.
Setelah panitia itu terlihat jauh, sang Penghulu kocak itu langsung menyelinap masuk ke mobil ambulans yang sejak lama sudah ia gunakan untuk sandaran berdiri di samping panitia tadi. Panitia lain yang sempat melihat kejadian itu sampai geleng-geleng kepala tidak percaya. “Kok ada Penghulu yang kendaraannya ambulans?”.
Baca Juga: Abdullah bin Mubarak, Ulama Dermawan yang Kaya
Ada kisah yang lebih humor lagi antara Syawaldi dan istrinya, Rohani. Malam itu, Rohani secara diam-diam menyelinap masuk ke dalam mobil ambulans bagian keranda belakang. Rohani tahu suaminya punya jadwal pengajian dan akan pergi menaiki mobil ambulans di waktu dini hari sebelum Subuh.
Saat Syawaldi duduk di bangku depan, tiba-tiba tangan isrinya mencolek pundaknya dari arah belakang sambil berkata, “Ayo, Bang… buru, Bang, lama amat, sih.” Alhasil Syawaldi kaget dan gemetaran karena mengira ada hantu ambulans di dalam mobilnya.
Syawaldi pun menoleh ke belakang dan menyaksikan wajah istrinya sedang tertawa geli, “Iih, katanya tukang mandiin mayit, kok, masih takut sama hantu.” Mereka pun akhirnya tertawa bersama dengan keisengan dan candaan yang baru saja mereka lakukan.
Soal kepedulian Syawaldi kepada sesama pun tak perlu diragukan lagi. Sosok mubaligh yang telah menyiapkan segudang aktivitas usaha menjelang pensiun beberapa tahun lagi ini tergolong sosok yang sangat peduli, penuh empati akan kesulitan dan persoalan umat.
Baca Juga: Behram Abduweli, Pemain Muslim Uighur yang Jebol Gawang Indonesia
Pada musim pandemi ini, Syawaldi membuat sendiri peti mati khusus untuk jenazah pasien meninggal akibat terpapar Covid-19. Ia sumbangkan peti mati tersebut ke Pos Siaga Satgas Covid-19 Kecamatan Ciracas, mengingat saat itu memang banyak jenazah Covid-19 yang belum bisa dikuburkan karena kekurangan peti mati. Semua peti mati yang ia buat dengan modal sendiri itu diserahkan langsung kepada Camat Ciracas.
Bukan hanya itu, Syawaldi selalu menyediakan seperangkat kain kafan baik di rumah atau pun di kantornya. Dengan nada kocak, lagi-lagi ia berkata, “Mau dia pejabat, mau dia orang kaya, mau dia orang miskin, semuanya bakal memakai pakaian wajib ini. Makanya saya selalu siap sedia jika diminta membungkus mereka. Ustaz Faiz mau saya bungkus untuk praktek cara mengkafani?”
Saya kembali tertawa ngeri dibuatnya. Masyarakat memang mengenal Syawaldi bukan sekadar sebagai Tukang Memandikan Mayat, akan tetapi ia juga trainer dalam berbagai pelatihan pemulasaraan jenazah. (A/Faizar/R2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Suyitno, Semua yang Terjadi adalah Kehendak Allah