KONFLIK Palestina bukan sekadar perseteruan wilayah, melainkan tragedi kemanusiaan yang telah berlangsung puluhan tahun dan terus mengoyak nurani dunia. Dalam pusaran kekerasan dan penjajahan yang kompleks, media memainkan peran vital sebagai mata dan telinga publik global. Lewat media, realitas pahit rakyat Palestina—yang sering tertutup kabut propaganda—dapat diungkap dengan terang.
Namun, pertarungan informasi ini bukanlah hal sepele. Ia menyangkut keberanian jurnalis di medan bahaya, kekuatan narasi yang dibentuk oleh media arus utama, hingga gerakan digital yang menyuarakan kebenaran dari balik sekat-sekat sensor. Maka, peran media dalam mengungkap konflik Palestina bukan hanya soal liputan, melainkan perjuangan membela nilai kemanusiaan dan keadilan.
Media memiliki peran sentral dalam menyampaikan informasi tentang konflik Palestina kepada masyarakat global. Dalam era digital, peran ini semakin kuat karena berita dan laporan dapat tersebar luas melalui media sosial, portal berita daring, hingga siaran langsung. Media menjadi jendela utama bagi publik dunia untuk memahami realitas yang terjadi di wilayah konflik.
Media tidak hanya menyampaikan informasi, tetapi juga membentuk narasi dan persepsi. Dalam konteks Palestina, penggunaan diksi seperti “konflik” alih-alih “penjajahan” menunjukkan bagaimana framing berita dapat memengaruhi opini publik. Banyak media arus utama Barat kerap menggunakan istilah netral yang menutupi ketimpangan kekuatan antara Israel sebagai penjajah dan Palestina sebagai pihak terjajah.
Baca Juga: Mempertahankan Kefitrahan Manusia
Media alternatif seperti Al Jazeera, Middle East Eye, hingga jurnalis lepas seperti Shireen Abu Akleh (yang kemudian dibunuh oleh tentara Israel), memainkan peran besar dalam mengungkap kebenaran yang sering diabaikan oleh media arus utama. Mereka melaporkan kekerasan militer Israel, penghancuran rumah warga sipil, hingga pelanggaran HAM yang dilakukan di wilayah pendudukan.
Gambar dan video yang memperlihatkan penderitaan warga Palestina—anak-anak yang terluka, bangunan runtuh, dan pengungsian massal—berdampak besar pada kesadaran publik. Bukti visual ini sering kali viral di media sosial dan menciptakan gelombang simpati global, seperti yang terjadi saat pemboman di Gaza tahun 2021.
Aktivis dan warga Palestina memanfaatkan media sosial seperti Twitter, Instagram, dan TikTok untuk mendokumentasikan kejadian nyata di lapangan. Hashtag seperti #SaveSheikhJarrah, #GazaUnderAttack, dan #FreePalestine menjadi trending global dan menunjukkan bahwa media sosial menjadi alat efektif dalam melawan dominasi narasi media arus utama.
Banyak media Palestina menghadapi sensor dan represi. Israel diketahui menutup kantor media Palestina, menangkap jurnalis, dan bahkan membom kantor berita seperti yang terjadi pada gedung yang menampung kantor Al Jazeera dan Associated Press di Gaza pada Mei 2021. Ini menunjukkan bagaimana media independen menjadi ancaman bagi dominasi narasi resmi penjajah.
Baca Juga: 10 Sebab Kenapa Amerika Sering Bantu Israel
Media Barat seperti CNN, BBC, dan The New York Times kerap mendapat kritik karena bias pro-Israel. Studi oleh Glasgow University Media Group menunjukkan bahwa 80% liputan berita konflik Israel-Palestina di media Inggris cenderung menyalahkan pihak Palestina, meski fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya.
Film dokumenter seperti The Occupation of the American Mind dan Gaza Fights for Freedom memberikan informasi berbasis fakta yang lebih mendalam tentang realitas Palestina. Media ini berperan penting dalam menyampaikan narasi yang lebih jujur dan mengedukasi masyarakat global yang tidak terpapar melalui berita arus utama.
Mobilisasi Solidaritas Global
Liputan media yang masif tentang penderitaan rakyat Palestina seringkali menjadi pemicu demonstrasi dan gerakan solidaritas di seluruh dunia. Aksi boikot produk Israel, kampanye BDS (Boycott, Divestment, Sanctions), dan tekanan politik terhadap pemerintah dunia banyak dipicu oleh eksposur media terhadap kekejaman yang terjadi di Palestina.
Baca Juga: Masjid Agung Jawa Tengah, Perpaduan Arsitektur Jawa, Arab, dan Eropa
Dalam situasi konflik, hoaks dan disinformasi sering muncul. Israel menggunakan strategi propaganda (hasbara) untuk membentuk opini publik internasional. Media yang tidak kritis terhadap sumber informasi dapat dengan mudah menyebarkan narasi palsu yang merugikan Palestina. Di sinilah pentingnya jurnalisme yang adil, akurat, dan berbasis fakta.
Data dari Reporters Without Borders (RSF) menunjukkan bahwa puluhan jurnalis Palestina dibunuh atau ditahan dalam menjalankan tugas mereka. Perlindungan terhadap jurnalis sangat penting agar informasi tentang konflik bisa terus disampaikan tanpa tekanan dan intimidasi.
Eksposur media yang kuat dapat memaksa negara-negara besar mengambil sikap diplomatik. Contohnya, laporan investigatif oleh Human Rights Watch dan disiarkan oleh media global telah mengklasifikasikan tindakan Israel sebagai apartheid. Ini menambah tekanan internasional terhadap Israel meskipun respons politiknya belum optimal.
Liputan media membuka mata masyarakat dunia bahwa konflik ini bukan sekadar perebutan tanah, tetapi tragedi kemanusiaan. Anak-anak menjadi korban, rumah sakit dibom, dan blokade ekonomi melumpuhkan kehidupan warga Gaza. Media yang berani mengungkap fakta-fakta ini membangkitkan rasa kemanusiaan lintas agama dan negara.
Baca Juga: 12 Faktor, Fakta dan Data Kehancuran Israel
Dengan kemajuan teknologi, warga sipil kini bisa menjadi jurnalis. Video dari ponsel pintar, drone, dan siaran langsung dari lokasi konflik menjadi bukti tak terbantahkan atas kejahatan perang yang dilakukan. Platform seperti YouTube, Telegram, dan Facebook Live telah menjadi sumber dokumentasi utama kekejaman Israel.
Media bukan sekadar alat penyampai informasi, tetapi medan perjuangan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Dalam konflik Palestina, peran media sangat krusial dalam mengungkap fakta, membongkar kezaliman, dan membela hak asasi manusia. Tantangannya adalah memastikan media terus berpihak pada kebenaran dan tidak tunduk pada tekanan politik atau ekonomi.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: 10 Daftar Kejahatan Amerika dan Israel Terhadap Palestina