Oleh Moehammad Amar Ma’ruf, Diplomat Karir Kemlu RI
Menjadi Yatim bisa terjadi karena berbagai hal. Kondisi ini terjadi ketika orang tua lelaki seorang anak tersebut wafat sehingga si anak tidak ada lagi yang memberikan nafkah, baik berupa materi ataupun imateri. Dalam kondisi tersebut si anak atau pun ibu dari si anak kehilangan sosok yang menjadi tulang punggung di dalam menafkahi mereka.
Dalam situasi dunia yang semakin ditandai berbagai konflik alam dan juga non alam, hilangnya nyawa seseorang, dalam hal ini seorang yang berstatus orang tua, semakin beresiko sehingga kondisi ini dikhawatirkan akan menciptakan permasalahan sosial bagi si penyandang yatim dan piatu itu sendiri.
Dampak yang sangat ditakutkan adalah hilangnya sebuah generasi emas yang diharapkan untuk menjadi penerus dari sebuah keluarga ataupun yang lebih besar lagi adalah dari sebuah bangsa.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Dampak dan kondisi yang tidak normal tersebut memang tidak selalu sama bagi setiap anak. Terdapat mereka yang bisa hidup dengan segala keterbatasan dan tumbuh menjadi seorang yang kuat sementara banyak pula dari mereka yang harus hidup singkat dan penuh kesulitan di jalan jalan yang kemudian wafat dikarenakan kondisi kesehatan ataupun menjadi korban kejahatan sosial yang terjadi di jalan ataupun di suatu lingkungan.
Kenyataan menunjukkan bahwa anak-anak yang menjadi yatim mereka harus putus sekolah, mencari nafkah dengan tenaganya sebagai pengamen ataupun pengemis. Sementara tidak sedikit pula mereka dalam kesehariannya tidak terkontrol dan menjadi korban kenakalan remaja serta menjadi korban jaringan kejahatan yang terjadi di lingkup nasional bahkan global/internasional.
Data anak yatim piatu di Indonesia di tahun 2022 sebagaimana dilansir oleh harian Kompas dari Kementerian Sosial adalah sementara itu ada sekitar 4 juta anak yatim di Indonesia, diantaranya merupakan korban dari pandemi Covid-19. Penduduk Indonesia saat ini sekitar 264 juta jiwa dan 84 juta jiwa, diantaranya anak-anak. Artinya tercatat 3,8 persen itu merupakan persentase jumlah anak yatim di Indonesia.
Permasalahan anak yatim piatu ini juga menjadi perhatian dunia. Catatan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) mencatat sedikitnya ada 153 juta anak yatim piatu di seluruh dunia. Jumlah ini pun diperkirakan lebih besar mengingat penambahan itu bisa terjadi karena faktor-faktor sebagaimana di singgung di atas ( bencana alam dan non alam serta faktor kesehatan dan lainnya).
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Data di atas selayaknya menjadi perhatian dunia terhadap upaya untuk melindungi mereka dari tindak kekerasan, memberikan akses pendidikan, layanan kesehatan, serta tempat tinggal yang layak untuk mendukung pertumbuhan anak. Oleh karena itu, tindakan atau peristiwa apapun yang mengakibatkan terjadinya anak menjadi yatim/piatu patut menjadi perhatian masyarakat dunia.
Di Indonesia, pemerintah pun secara khusus menangani permasalahan anak yatim/piatu dengan berbagai bantuan dan kegiatan sosial. Tidak hanya pemerintah berbagai elemen masyarakat pun didorong untuk terus berpartisipasi di dalam melindungi anak yatim piatu tersebut. Sementara itu dilakukan upaya pembinaan dan pengawasan pun dilakukan di dalam mengatasi atau menghadapi dinamika pengelolaan anak yatim piatu dengan segala tantangan dan keterbatasannya.
Dinamika pengelolaan para anak-anak di dunia itu pun diketemukan bahkan seolah-olah bertambah besar potensi resikonya.
Dunia hingga kini masih menyaksikan dampak ketika ada penyebaran Virus COVID 19 dan kini disusul dengan peristiwa tragis berupa peperangan di belahan dunia yang benar-benar telah menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Di negara-negara yang mengalami konflik politik dan keamanan dalam negeri seakan-akan ancaman tersebut datang berbarengan, potensi seorang menjadi yatim/piatu bertambah.
Peristiwa di atas diperparah dengan tindakan unilateral negara-negara yang menghentikan bantuan keuangan kepada lembaga-lembaga internasional yang pada dasarnya dibentuk secara sah untuk menanggulangi dampak yang diakibatkan permasalahan politik keamanan di luar isu kemanusiaan tersebut.
Dalam situasi yang saling kontradiktif akibat ulah manusia itu sendiri ajaran agama ataupun deklarasi/resolusi guna melindungi perdamaian dan peradaban menjadi satu landasan bagi upaya kemanusiaan dan teknis yang berdampak pada isu-isu lainnya mengingatkan kita agar dapat menjaga keberlangsungan hidup manusia dan lingkungannya di dunia. Manusia sebagai makhluk hidup yang diberikan tugas untuk memelihara dan mengelola dunia dituntut untuk berbuat sekuat tenaga dengan daya baik itu materi maupun imateri untuk menjadikan manusia itu tumbuh bermanfaat, tidak hanya untuk dirinya pribadi tetapi juga untuk sesama dan lingkungan hidupnya.
Semoga di usia dunia yang semakin ditandai dengan kemunduran kwalitas lingkungan hidup, perhatian kita terhadap sesama, khususnya para yatim piatu dan manusia pada umumnya, dapat kembali disegarkan dengan mengingat dan melaksanakan ajaran agama dan deklarasi/resolusi kemanusiaan untuk saling bekerja sama meningkatkan derajat hidup dan kehidupan manusia serta lingkungannya. []
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati