Kuala Lumpur, MINA – Normalisasi hubungan Israel dengan Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain, telah memberanikan Israel untuk melanjutkan agenda pendudukannya di wilayah-wilayah Palestina.
Demikian pernyataan bersama yang dikeluarkan Majelis Perundingan dan Pertumbuhan Malaysia (MAPIM), Majelis Ulama Asia, dan Aliansi Masjid Dunia dalam Pertahanan Al Aqsa, yang diterima MINA, Jumat (16/10).
“Kami menyerukan kepada negara-negara Arab untuk membatalkan keputusan mereka melanjutkan hubungan normalisasi dengan Israel,” ujar pernyataan tersebut.
Mengutip Watchdog Peace Now, pembangunan lebih dari 12.000 rumah pemukiman ilegal Israel telah disetujui tahun ini.
Baca Juga: Tim Medis MER-C Banyak Tangani Korban Genosida di RS Al-Shifa Gaza
Sejauh ini, angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak Presiden AS Trump menjabat pada awal 2017 dan sejak Peace Now mulai memantau pembangunan permukiman pada 2012.
Pernyataan dengan tegas menyatakan, untuk menahan rencana aneksasi dengan imbalan kesepakatan normalisasi yang diperantarai AS dengan UEA dan kemudian Bahrain, hal itu tidak lebih dari taktik defleksi.
Israel sama sekali tidak menolak rencana tersebut. Persetujuan terbaru menaikkan jumlah rumah pemukiman yang akan dimajukan tahun ini menjadi lebih dari 12.150, menurut Peace Now, adalah bukti aksi Israel untuk bergerak maju dalam rencana pencaplokannya.
“Sementara aneksasi de jure mungkin ditangguhkan, tapi aneksasi de facto perluasan pemukiman jelas terus berlanjut,” kata Peace Now.
Baca Juga: Laba Perusahaan Senjata Israel Melonjak di Masa Perang Gaza dan Lebanon
Dalam pernyataan juga diungkap, tidak dapat memahami kelambanan badan-badan dunia yang mengabaikan klaim Palestina bahwa semua Tepi Barat, yang direbut Israel pada pertengahan 1967 adalah milik Palestina.
Dipaparkan pula populasi pemukim ilegal Israel di Tepi Barat yang terus meningkat, mendekati jumlah 500.000 orang, padahal pembangunan permukiman Israel, ilegal menurut hukum internasional.
Tetapi pemerintahan Trump tidak mengkritik atau mengutuknya malahan tahun lalu, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengatakan AS tidak menganggap permukiman itu ilegal.
Pernyataan Bersama yang dikeluarkan di Kuala Lumpur menyatakan dengan tegas: “Kami melihat kesepakatan Teluk sebagai bagian dari inisiatif AS yang lebih luas untuk perdamaian Timur Tengah yang sebetulnya adalah untuk memperkuat hegemoni Israel di wilayah tersebut,” bunyi pertanyataan tersebut.
Baca Juga: Jumlah Syahid di Jalur Gaza Capai 44.056 Jiwa, 104.268 Luka
Rencana Trump diumumkan pada bulan Januari lalu, AS memberi restu untuk aneksasi Israel di sebagian besar wilayah Tepi Barat, termasuk permukiman.
“Kami menyerukan PBB tidak menunggu lagi untuk intervensi menghentikan agresi Israel membangun pemukiman ilegal di Tepi Barat.”
:Kami mengutuk kesediaan normalisasi karena bermakna memperbudak diri mereka sendiri kepada pendudukan dan agresor, sementara Palestina terus membayar harga untuk mempertahankan hak-hak mereka,” tutup pertanyaan tersebut.(R/cha/B03).
Mi’raj News Agency (MINA).
Baca Juga: Hamas Sambut Baik Surat Perintah Penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant