Jakarta, MINA – Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai perkembangan ekonomi Indonesia menunjukan tren positif dan stabil selama kurun waktu tahun 2017-2018.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2017 mencapai 5,07 persen. Tahun 2018 diperkirakan meningkat menjadi 5,27 persen dan tahun 2019 diprediksi naik menjadi 5,3 persen.
“Tingkat pertumbuhan tersebut ditopang oleh investasi yang naik dan konsumsi swasta yang cukup kuat. Inventasi tumbuh tinggi sampai 7,95 persen, meningkat dari pertumbuhan sebelumnya sebesar 7,27 persen,” kata Bambang dalam keterangan tertulis yang diterima MINA, Senin (27/11).
Wakil Ketua Umum bidang Hubungan Antar Lembaga KADIN Indonesia ini menuturkan, secara keseluruhan investasi di Indonesia meningkat, terutama investasi bangunan dan non-bangunan.
Baca Juga: Hadiri Indonesia-Brazil Business Forum, Prabowo Bahas Kerjasama Ekonomi
Investasi bangunan meningkat, kata dia, dikarenakan peningkatan pembangunan infrastruktur, termasuk pembangunan pusat-pusat tenaga listrik. Sedang investasi non-bangunan terjadi karena pembelian mesin-mesin dan perlengkapan industri lainnya.
“Saat ini pemerintahan tengah mengkaji pemberian insentif pajak aset kepada perusahaan-perusahaan lokal yang melakukan spin-off atau membentuk usaha baru bekerja sama dengan modal asing (FDI). Tujuannya, agar PMA bisa masuk dan membantu menutup defisit transaksi berjalan,” katanya.
Legislator Partai Golkar ini menambahkan, pertumbuhan investasi lebih banyak didorong oleh investasi non-bangunan yang membaik. Investasi bangunan pun diprediksi masih akan tumbuh tinggi seiring dengan peningkatan pembangunan infrastruktur di Indonesia.
“Konsumen swasta yang kuat disebabkan karena meningkatnya belanja, diantaranya terkait dengan penyelenggaraan Pilkada dan Pemilu. Permintaan barang modal dan bahan baku pun mendorong pertumbuhan investasi,” ujarnya.
Baca Juga: Rupiah Berpotensi Melemah Efek Konflik di Timur Tengah
Legislator dapil Jawa Tengah VII itu memandang, masalah yang dihadapi perekonomian Indonesia lebih banyak disebabkan oleh permintaan eksternal netto (ekspor minus impor) sebagai akibat pemulihan ekonomi dunia yang lambat. Namun, kinerja sektor eksternal ekonomi Indonesia mengalami perbaikan.
“Pada bulan September 2018, neraca non migas mencatat surplus sebesar USD 0,23 miliar. Setelah sebelumnya mengalami defisit sejak bulan Januari hingga Agustus 2018, sebesar 4,08 miliar dolar Amerika Serikat. Perbaikan kinerja ekspor terutama disebabkan menurunnya impor non-migas dan menurunnya defisit neraca perdagangan migas,” paparnya.
Lebih jauh, Bambang menuturkan, defisit transaksi berjalan dalam tahun 2018 diperkirakan lebih kecil dari 3 persen dari produk domestik bruto (PDB). Defisit transaksi berjalan pada triwulan pertama tahun 2018 tercatat 5,5 miliar dolar AS atau sekitar 2,1 persen dari PDB. Defisit ini lebih rendah dari defisit triwulan sebelumnya yang mencapai USD 6 miliar atau 2,3 persen dari PDB.
“Penurunan defisit transaksi berjalan ini terjadi karena penurunan defisit neraca jasa dan peningkatan surplus neraca perdagangan sekunder. Semoga kebijakan pemerintah yang diarahkan untuk terus mengurangi defisit transaksi berjalan dengan menaikan pajak pendapatan terhadap 1.147 barang konsumsi yang diimpor, dan perluasan penggunaan 20 persen biodiesel akan berhasil secara maksimal,” pungkasnya. (R/R06/RS3)
Baca Juga: Komite Perlindungan Jurnalis Kutuk Israel atas Tebunuhnya Tiga Wartawan di Lebanon
Mi’raj News Agency (MINA)