Pesan Jibril kepada Nabi SAW

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Dari Sahl bin Sa’d berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

تَانِي جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ، فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ، وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْتَ فَإِنَّكَ مَفَارِقُهُ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَجْزِيٌّ بِهِ،

mendatangiku lalu berkata: “Wahai Muhammad! Hiduplah sesukamu, karena sesungguhnya kamu akan mati. Cintailah siapa yang kamu suka, karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya. Dan berbuatlah sesukamu, karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya.” (HR. ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath no 4278, Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliyaa, al-Hakim dalam al-Mustadrak 7921 Hadis ini dinyatakan Hasan oleh Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadis ash-Shahihah 2/483).

Setidaknya nasehat Jibril AS kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam di atas mengandung tiga peringatan, antara lain sebagai berikut.

Pertama, hiduplah sesukamu, kamu pasti mati. Nasehat ini begitu dalam. Sebagai manusia, kita dibolehkan untuk melakukan apapun dalam hidup ini, selagi hidup. Namun, ingat sesuka apapun kita menjalani kehidupan di dunia ini, pasti kematian akan datang menghampiri. Allah Ta’ala berfirman,

كُلُّ نَفۡسٍ۬ ذَآٮِٕقَةُ ٱلۡمَوۡتِ‌ۖ ثُمَّ إِلَيۡنَا تُرۡجَعُونَ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami, kamu dikembalikan.” (Qs. Al Ankabut : 57). Ayat ini sangat jelas, siapa pun makhluk bernyawa termasuk manusia yang ada di muka bumi ini pasti akan mengalami masa expire dalam hidupnya. Ia akan mati kapan dan di manapun berada.

Dalam ayat lain, Allah Ta’ala juga berfirman,

كُلُّ نَفۡسٍ۬ ذَآٮِٕقَةُ ٱلۡمَوۡتِ‌ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوۡنَ أُجُورَڪُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَـٰمَةِ‌ۖ فَمَن زُحۡزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدۡخِلَ ٱلۡجَنَّةَ فَقَدۡ فَازَ‌ۗ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَـٰعُ ٱلۡغُرُورِ

“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Qs. Ali Imran : 185)

Ayat di atas juga menjadi pengingat manusia agar mempersiapkan segalanya sebagai bekal kebaikan sebelum ajal itu datang menjemput. Silahkan berbuat sesuka hati selama di dunia ini. Tak akan ada yang melarang, tapi ingat hidup ini ada batas akhirnya. Bila kematian itu datang, tak satupun amal (perbuatan) yang bisa dilakukan lagi; entah itu amal kebaikan ataupun keburukan.

Kedua, cintailah siapa yang kamu suka, karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya. Selama jasad masih dikandung badan, maka cintailah apapun yang kita sukai. Entah itu menyintai harta benda, jabatan, popularitas, prestasi, kepintaran, anak, istri dan apapun yang bisa dicintai, maka cintailah. Namun ingat, semua itu ada batas akhir dan Anda pasti akan berpisah dengannya.

Dunia ini memang tempat senda gurau, main-main. Dengan kata lain, apapun yang kita punya di dunia ini semua akan ditinggalkan, tak abadi. Tentang dunia ini hanyalah sebuah permain, sudah difirmankan Allah Ta’ala,

وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۖ وَلَلدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

“Kehidupan dunia ini hanyalah main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (Qs. al-An’am: 32)

Imam al-Alusi rahimahullah mengatakan, “Maksudnya adalah semua perbuatan yang dikhususkan hanya untuk kehidupan dunia ini seperti main-main dan senda gurau, yaitu tidak bermanfaat dan tidak tetap (kekal). Dengan penjelasan ini, sebagaimana dikatakan oleh banyak ulama’, amal-amal shalih yang dilakukan di dunia ini tidak termasuk (main-main dan sendau gurau), seperti ibadah dan perbuatan yang dilakukan untuk kebutuhan pokok dalam kehidupan.” (Tafsir Ruhul Ma’ani 5/293).

Jadi, mari luruskan lagi cara berfikir kita. Jangan berlebihan mencintai apapun yang ada di dunia ini seperti harta, jabatan, anak istri dan lainnya. Namun, alokasikanlah sebagian besar rasa cinta kita kepada amal-amal shalih dan berbagai kebaikan lainnya. Sebab dengan mencintai segala amalan shalih dan perbuatan yang baik saja, kita akan beruntung di dunia dan akhirat.

Seorang beriman, yang mencintai segala amal kebaikan itulah sejatinya cinta yang tak lekang ditelan masa. Sebab mencintai amal kebaikan itu akan menjadi jalan datangnya pertolongan Allah dan kesuksesan, bukan hanya dunia tapi juga akhirat. Jadi, cintailah segala yang kita sukai, tapi ingat semua akan ditinggalkan jika masanya telah tiba.

Ketiga, berbuatlah sesukamu, karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya. Orang beriman berusaha bijak sebelum melakukan sesuatu. Bahkan sebelum mengucapkan kalimat-kalimatpun ia akan berfikir terlebih dahulu. Apakah jika ia mengucapkan begini dan begitu akan menyakitkan hati penerimanya? Atau sebaliknya malah membuat si penerima menjadi semakin baik.

Allah Ta’ala berfirman,

إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ

“(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (Qs. Annur: 15)

Dalam Tafsir Al Jalalain dikatakan bahwa orang-orang biasa menganggap perkara ini ringan. Namun, di sisi Allah perkara ini dosanya amatlah besar. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya ada seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dipikirkan bahayanya terlebih dahulu, sehingga membuatnya dilempar ke neraka dengan jarak yang lebih jauh dari pada jarak antara timur dan barat.” (HR. Muslim).

An Nawawi rahimahullah dalam Syarah Muslim tatkala menjelaskan hadits ini mengatakan, “Ini merupakan dalil yang mendorong setiap orang agar selalu menjaga lisannya sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, ‘Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak maka diamlah,’ (HR. Bukhari dan Muslim).

Kita baru bicara sebatas perbuatan lisan. Lalu bagaimana halnya dengan perbuatan amal lain berupa gerak kaki, tangan, dan anggota tubuh lainnya? Karena setiap perbuatan itu akan ada imbalannya; entah itu perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Allah Yang Maha Adil sudah mengatakan dalam firman-Nya bahwa Dia akan membalas perbuatan walaupun seberat atom.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

“(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Luqman: 16).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ini adalah wasiat yang amat berharga yang Allah ceritakan tentang Lukman Al Hakim supaya setiap orang bisa mencontohnya … Kezholiman dan dosa apa pun walau seberat biji sawi, pasti Allah akan mendatangkan balasannya pada hari kiamat ketika setiap amalan ditimbang. Jika amalan tersebut baik, maka balasan yang diperoleh pun baik. Jika jelek, maka balasan yang diperoleh pun jelek.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 55).

Asy Syaukani rahimahullah menerangkan, “Meskipun kejelekan dan kebaikan sebesar biji (artinya: amat kecil), kemudian ditambah lagi dengan keterangan berikutnya yang menunjukkan sangat samarnya biji tersebut, baik biji tersebut berada di dalam batu yang jelas sangat tersembunyi dan sulit dijangkau, atau di salah satu bagian langit atau bumi, maka pasti Allah akan menghadirkannya (artinya: membalasnya).” (Fathul Qodir, 5: 489).

Ayat di atas serupa dengan ayat,

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ

“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (Qs. Al Anbiya’: 47).

Juga serupa dengan ayat,

فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ * وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ

“Siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (Qs. Az Zalzalah: 7-8).

Walaupun kezholiman tersebut sangat tersembunyi, Allah akan tetap membalasnya. Karena Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

“Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Luqman: 16).

Maksud “lathif” ayat ini adalah ilmu Allah itu bisa menjangkau sesuatu yang tersembunyi dan tidaklah samar bagi Allah walaupun amat kecil dan lembut. Sedangkan maksud “khobir” adalah Allah mengetahui jejak semut sekali pun meskipun di malam yang gelap gulita.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 55).

Semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk terus memahami syaria’t-Nya sehingga kita tidak buta menjalani kehidupan dunia ini, dan bisa berusaha untuk terus menambah amal kebaikan sebagai bekal pulang menghadap-Nya kelak, wallahua’lam.(A/RS3/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: Bahron Ansori

Editor: Bahron Ansori

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.