PESONA ZAMRUD DAN RUBI MERAH AFGHAN DI MASA KONFLIK

Seorang warga Afghanistan menekuni batu zamrud hasil tambang Afghanistan. (Foto: dok. tutorial-cara.com)
Seorang warga menekuni batu zamrud hasil Afghanistan. (Foto: dok. tutorial-cara.com)

Oleh: Rudi Hendrik, jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Selama dekade terakhir, sebanyak 60 persen dari produk domestik bruto Afghanistan dihasilkan dari kehadiran pasukan asing, baik secara langsung melalui pengeluaran militer di negara itu atau karena bantuan miliaran dolar dan investasi yang mengikuti di belakangnya.

Seperti pada tahun 2011, sekitar 45 persen dari anggaran inti pemerintah, baik uang untuk gaji dan biaya operasional, maupun hampir semua pendanaan proyek-proyek baru, berasal dari donor luar negeri.

Pada tahun 2013, Amerika Serikat (AS) saja menghabiskan $ 12,9 miliar di negeri ini, termasuk di dalamnya $ 9,95 miliar untuk bantuan keamanan guna mempersenjatai dan melatih pasukan militer dan polisi Afghanistan.

Tetapi dengan ditariknya pasukan AS dan NATO, aliran dana jadi memperlambat dan meningkatkan tekanan pada ekonomi Afghanistan yang sudah babak belur oleh bertahun dan sekarang tidak memiliki masa depan yang pasti.

Namun Afghanistan bukanlah negeri yang tanpa sumber daya sendiri.

Negara ini memiliki simpanan alam yang besar berupa tembaga (salah satu yang terbesar di Eurasia), besi, bijih krom bermutu tinggi, uranium, beril, barit, timah, seng, fluorspar, bauksit, kobalt, lithium, tantalum, zamrud, emas dan perak.

Menurut beberapa perkiraan, cadangan ini sangat besar dan mencakup begitu banyak mineral penting untuk industri modern. Afghanistan memiliki potensi untuk menjadi salah satu pusat pertambangan paling penting di dunia, lebih dari satu triliun dolar AS untuk ekonomi rakyat Afghanistan.

Namun hanya sedikit yang pernah dikembangkan, karena keamanan dan situasi politik yang kacau. Tetapi suatu hari itu mungkin, meskipun persisnya kapan, bagaimana dan oleh siapa, tidak ada yang tahu. Untuk saat ini warga Afghanistan hanya bisa duduk di sana, menunggu.

Zamrud kwalitas dunia

Salah satu contoh paling menarik dari kekayaan alam Afghanista yang belum dieksploitasi dalam jumlah besar adalah industri zamrud Afghanistan.

Ada kandungan batu permata hijau yang luar biasa kaya di sepanjang Lembah Panjshir dan pegunungan Hindu Kush yang terletak sekitar 240 km timur laut dari ibukota Kabul. Batu permata hijau ini memiliki kwalitas terbaik yang menyaingi zamrud Kolombia dan Zambia, negara pemasok besar di dunia saat ini.

Tapi meskipun ada tambang zamrud di Panjshir, itu adalah tambang yang sangat kecil, tidak efisien dan kuno. Beberapa ribu penambang putus asa untuk menemukan keberuntungannya. Mereka harus menggali ke dalam puncak yang tingginya 3.000 meter, dengan cangkul, sekop dan bom buatan tangan.

Cara ini lambat, melanggar dan membahayakan pekerjaan. Puluhan penambang tewas setiap tahun oleh terowongan runtuh, tertimpa batu dan kecelakaan dalam peledakan.

Hamid Nazari adalah salah satu penambang yang bekerja keluar dari tenda kecilnya, naik ke gunung. Dia menjelaskan alasan dirinya dan teman-temannya memilih pekerjaan berbahaya itu.

“Saya bekerja 18 jam sehari. Saya pulang seminggu sekali. Kami harus bekerja sangat keras untuk upah yang menyedihkan. Tapi jika kami menemukan zamrud, bisa mengubah hidup kami sepenuhnya. Batu-batu ini sangat berharga yang membuat kami mengambil pekerjaan ini. Setelah kami mendapatkan uang, kami akhirnya akan dapat mengirim anak-anak kami ke sekolah untuk mendidik mereka. Dan jika kami mendapatkan banyak uang, kami dapat memulai sebuah bisnis. Karena alasan inilah, sangat sulit kami untuk menyerah,” ujarnya

Tambang yang tanpa izin dari pemerintah pusat di Kabul itu dioperasikan di bawah perlindungan klan Massoud yang telah lama memegang kekuasaan di daerah itu. Pemimpinnya yang paling terkenal bernama Ahmad Shah Massooud atau Singa Panjshir. Ketenarannya tersebar di seluruh Afghanistan karena pertahanannya yang kuat melawan invasi Soviet pada tahun 1980-an dan kemudian mengambil bagian dalam perjuangan untuk .

Ahmad Shah Massooud dibunuh oleh Al-Qaeda pada 2001. Ahmad Shah mulai mengembangkan perdagangan batu mulia untuk membiayai perjuangan perang dan membeli senjata setiap tahun. Sejak itu, zamrud dari Panjshir sekarang dijual sekitar $ 150 juta per tahun. Tapi hampir semua batu-batu yang diselundupkan dari negara ke Pakistan dan India ini belum diasah, tidak menghasilkan pajak bagi negara atau pekerjaan tambahan jika batu zamrud itu dipotong dan dipasarkan di Afghanistan sebelum diekspor.

Pakar industri permata internasional meyakini, jika zamrud ini dikelola dengan baik, bisa bernilai lima kali lebih banyak, hingga $ 1 miliar, dan itu adalah sebelum pengenalan metode penambangan baru dan teknologi canggih yang bisa meningkatkan produksi secara drastis.

Salah satu orang yang paling tertarik untuk melihat itu terjadi adalah Raphael Chahboub, mantan tentara Perancis. Dia telah tinggal di Kabul sejak 2008.

Ketika pertama kali tiba, Raphael terlibat dalam pelatihan pasukan keamanan Afghanistan, tapi kemudian dia memilih tinggal untuk menjelajah ke dalam perdagangan zamrud atas nama perhiasan Eropa dan pengedar.

“Zamrud Afghanistan terkenal sebagai yang terbaik dalam hal kualitas, salah satu yang paling kristal, salah satu yang paling murni,” jelasnya saat bertemu pedagang asal Panjshiri yang datang ke Kabul untuk menunjukkan beberapa sampel kepada pria Perancis ini.

Tapi ada masalah dari cara permata diambil. “Ini menyebabkan ini,” katanya, sambil mengangkat serpihan hijau berkilauan. “Batu benar-benar hancur.”

Prihatin dengan potensi yang terbuang dan bertekad untuk mendapatkan batu yang lebih luar biasa di tangannya, membuat Raphael memutuskan pergi ke Panjshir bersama dengan pembuat film Eric De Lavarene dan Veronique Mauduy.

Setelah mendapatkan izin dari perwakilan klan Massoud di Kabul dan mengenakan pakaian lokal untuk tetap low profile, ia berangkat dengan mobil melalui wilayah yang dipantau ketat oleh Taliban.

“Tujuan dari perjalanan ini adalah pergi ke tambang, bertemu orang-orang yang bekerja di sana, kemudian mendapatkan beberapa link, dan mengembangkan jaringan. Jadi Anda harus melakukan perjalanan, untuk melihat apa yang tersedia, dan mungkin bisa menemukan beberapa sampel yang benar-benar luar biasa,” ujarnya.

Pesona rubi merah Hindu Kus

Anak-anak generasi penerus penambang berbahaya rubi merah di desa Jegdaleki di pegunungan Hindu Kus, Afghanistan. (Foto: dok. Al Jazeera)
Anak-anak generasi penerus penambang berbahaya rubi merah di desa Jegdaleki di pegunungan Hindu Kus, Afghanistan. (Foto: dok. Al Jazeera)

Selama empat dekade terakhir, Afghanistan terkungkung dalam peperangan atau konflik internal, baik oleh Soviet, kekuasaan Taliban dan otoritas yang didukung Barat.

Tapi di daerah terpencil Jegdaleki di pegunungan Hindu Kush, hidup satu kelompok orang yang tidak peduli dengan perang itu dan mereka merasa tidak terganggu.

Warga desa tangguh ini telah mempertaruhkan nyawa dan anggota tubuhnya untuk menambang jauh ke dalam bumi yang tandus mengejar rubi merah yang berharga.

Batu perhiasan ini kemudian diperdagangkan secara ilegal melintasi perbatasan ke Peshawar, Pakistan, untuk dipotong dan dipoles. Dari sanalah batu itu dijual ke seluruh dunia.

Tapi ketika pasukan asing ditarik mundur dan keberadaan Taliban menyebar, penambang rubi ​​Jegdalek menarik perhatian dunia.

Generasi penambang yang hidup dan mati demi kemakmuran, harus terkubur di pegunungan Sappar, Afghanistan, demi mengejar mimpi kristal menggunakan dinamit sumbu.

Ketika negara bergantung pada bantuan asing, batu rubi berharga menjadi rejeki nomplok potensial bagi pemerintah, tetapi sebagian besar permata diselundupkan ke Pakistan untuk diproses dan dijual ke luar negeri.

Kekuatan kelompok-kelompok di dalam negeri yang terpikat oleh godaan kekayaan, mulai bersaing untuk menguasai tambang.

Pemerintah pusat dan pihak lain yang berkepentingan berupaya untuk memanfaatkan pertambangan batu rubi.

Lembaga 101 East meneliti kehidupan penambang rubi ​​Afghanistan dan iming-iming kristal merah di saat negara menuju ke masa depan yang tidak pasti dan terus bergolak.

Ketika pasukan asing menarik diri dan Taliban kembali muncul, berbagai kekuatan bersenjata bersaing untuk menguasai daerah tambang rubi Afghanistan. Di sisi lain, para penambang mempertaruhkan hidupnya untuk kristal merah impian. (T/P001/P2)

Sumber: Al Jazeera

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rudi Hendrik

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.

Comments: 0