Jakarta, MINA – Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Rofi’ Munawar menyesalkan sikap Pemerintah Myanmar yang membiarkan kekerasan dan pembunuhan terus terjadi terhadap etnis Rohingya.
Ironisnya, katanya, berdasarkan keterangan dari berbagai lembaga internasional kekerasan tersebut juga dimotori oleh pihak tentara.
“Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) harus segera mendesak Pemerintah Myanmar untuk menghentikan kekerasan terhadap etnis Rohingya. Situasi ini terus memburuk dan jauh dari perbaikan karena pihak otoritas setempat tidak bersungguh-sungguh mencegah kekerasan kemanusiaan,” tegas Rofi Munawar di Jakarta, Selasa (29/8), melalui keterangan pers DPR-RI.
Sebulan terakhir, konflik kembali memanas di negara bagian Rakhine. Berbagai bentuk kekerasan terus menyasar etnis Rohingya di beberapa desa yang tersebar di Maungdaw, Buthidaung, dan Rathedaung.
Baca Juga: Tumbangnya Rezim Asaad, Afta: Rakyat Ingin Perubahan
Kekerasan paling parah dialami oleh sejumlah warga Rohingya yang bermukim di Kota Rathedaung, sekitar 77 km dari Maungdaw. Tercatat 77 orang meninggal dari etnis Rohingya.
Krisis rohingnya terus terjadi selama setahun terakhir. Mayoritas etnis Rohingya, yang jumlahnya ditaksir antara 1,3 hingga 1,5 juta jiwa, tinggal di negara bagian Rakhine di dekat perbatasan antara Myanmar dan Bangladesh.
“Di samping itu ASEAN, khususnya Indonesia harus mengambil peran aktif untuk menghentikan krisis ini, karena sejatinya telah melanggar prinsip-prinsip dasar kemanusiaan. Jika tidak dilakukan segera maka dikhawatirkan akan jatuh korban yang lebih banyak lagi,” ungkap politisi PKS ini.
Rofi juga secara khusus meminta Pemerintah Myanmar untuk membuka akses terhadap berbagai bantuan yang diperlukan untuk etnis Rohingya.
Baca Juga: Resmikan Terowongan Silaturahim, Prabowo: Simbol Kerukunan Antarumat Beragama
Terlebih dalam krisis ini, banyak wanita dan anak-anak menjadi korban. Kementerian luar negeri Bangladesh mengatakan, korban itu terpaksa menginap semalaman di wilayah rawa-rawa.
“Krisis ini kontradiktif karena terjadi di sebuah negara yang menghormati hak asasi manusia. Terlebih lagi disana ada tokoh Hak Azasi Manusia (HAM) yang pernah mendapatkan nobel perdamaian PBB Aung San Suu Kyi. Dan sekarang dia sedang ikut berkuasa,” pungkasnya. (R/R05/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Konflik Suriah, Presidium AWG: Jangan Buru-Buru Berpihak