MINA – Informasi terkait pembantaian masif dilakukan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) masyarakat di Sudan menjadi sorotan pembaca Minanews.net dalam sepekan terakhir (3-9 November 2025).
Pembantaian Massal RSF di Al-Fasher, Darfur
Situasi di Sudan kembali memasuki fase paling mematikan sejak pecahnya perang RSF–SAF dua tahun lalu. Serangan besar RSF pada 29 Oktober 2025 di Kota Al-Fasher, Darfur Utara, menewaskan sedikitnya 1.500 warga sipil dalam waktu tiga hari. Rumah sakit, sekolah, pasar, dan fasilitas umum rusak parah, membuat wilayah itu hampir tidak layak huni.
Juru bicara Kantor PBB untuk Koordinasi Kemanusiaan (OCHA), dalam konferensi pers di Jenewa, menyebut serangan tersebut sebagai “salah satu pembantaian paling brutal yang tercatat di Darfur sejak 2003.”
Baca Juga: Warga Selandia Baru Gelar Aksi Solidaritas Palestina, Serukan Boikot Produk Israel
OCHA menegaskan bahwa serangan RSF menargetkan wilayah-wilayah padat penduduk, termasuk kamp pengungsi, yang menurut hukum internasional harus dilindungi.
“Kami menerima laporan konsisten mengenai eksekusi sewenang-wenang, pembakaran rumah, dan serangan terarah terhadap warga non-Arab,” ujar juru bicara tersebut.
Sementara, Kementerian Kesehatan Sudan yang berafiliasi dengan pemerintah SAF menyebut situasi di Al-Fasher sebagai “bencana total,” karena ambulans tidak bisa masuk ke area terdampak akibat blokade RSF.
Sementara itu, Komisi HAM Sudan menyatakan bahwa jumlah korban kemungkinan jauh lebih besar karena banyak jenazah belum diidentifikasi.
Baca Juga: Budidaya Opium Afghanistan Turun 20% pada 2025
Data terbaru PBB menyebutkan bahwa konflik Sudan sejak 2023 telah menewaskan lebih dari 15.000 warga sipil, sementara 10 juta orang terpaksa mengungsi, angka tertinggi dalam sejarah konflik Afrika modern.
Sejumlah negara dan organisasi internasional mengecam keras tragedi terbaru tersebut. Uni Afrika menyebut bahwa serangan RSF di Al-Fasher memenuhi unsur “kejahatan terhadap kemanusiaan,” sementara Liga Arab mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menggelar pertemuan darurat.
Para analis menilai bahwa serangan ini menunjukkan pola eskalasi baru dari RSF untuk menguasai seluruh Darfur.
Pengamat Afrika Timur, Dr. Laila Osman, mengatakan bahwa “RSF berupaya menggulingkan kontrol SAF di Darfur dengan memukul keras pusat populasi. Mereka ingin menunjukkan dominasi politik dan militer.”
Baca Juga: Topan Kalmaegi Hantam Filipina, Sedikitnya 85 Tewas dan 75 Hilang
Ia menegaskan bahwa jika tidak ada tekanan internasional yang lebih kuat, krisis Sudan berpotensi berkembang menjadi bencana regional.
Menurut Badan migrasi PBB pada Ahad (2/11) mengatakan, sekitar 36.825 orang telah mengungsi dari lima lokasi di Kordofan Utara antara 26 dan 31 Oktober di saat paramiliter memperingatkan bahwa pasukannya sedang berkumpul di sepanjang garis depan yang baru.
Kordofan Tengah strategis karena terletak di antara provinsi-provinsi Darfur di Sudan dan wilayah di sekitar ibu kota Khartoum.
Meluasnya perang terjadi hanya sepekan setelah RSF menguasai El-Fasher, benteng terakhir tentara Sudan di Darfur.
Baca Juga: Gempa Besar Berkekuatan 6,3 SR Kembali Guncang Afghanistan
RSF telah membentuk pemerintahan tandingan di sana, untuk melawan pemerintah pro-tentara SAF yang beroperasi di Kota Sudan di Laut Merah. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Presiden Prabowo Hadiri KTT APEC 2025 di Korea Selatan
















Mina Indonesia
Mina Arabic