Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PP Kesehatan sebagai Upaya Pengendalian Konsumsi Tembakau

Rana Setiawan Editor : Widi Kusnadi - Jumat, 2 Agustus 2024 - 22:20 WIB

Jumat, 2 Agustus 2024 - 22:20 WIB

30 Views

Konferensi Pers yang digelar jaringan masyarakat sipil untuk pengendalian tembakau di Jakarta, Jumat (2/8/2024).(Foto: Dok. MINA)

Jakarta, MINA – Pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan, khususnya terkait pengendalian zat adiktif, mendapat apresiasi dari berbagai pihak. PP ini dinilai sebagai langkah maju dalam melindungi hak kesehatan anak dan mengendalikan konsumsi tembakau di Indonesia.

Wakil Ketua 4 Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) PP Muhammadiyah, Dr. Emma Rachmawati, Dra., M.Kes., menyatakan apresiasi atas ketegasan Pemerintah dalam upaya pencegahan dampak kesehatan jangka panjang, khususnya pengendalian produk tembakau.

“Muhammadiyah yang telah konsisten mengawal fatwa haram terkait rokok, berharap PP Kesehatan ini akan menjadi pegangan untuk pelaksanaan program-program kesehatan terkait lebih terkoordinasi, bersinergi, dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan pemerintah di kementerian dan lembaga baik pusat atau daerah,” ujar Emma dalam temu media di Jakarta, Jumat (2/8).

Untuk itu, lanjut dia, Muhammadiyah mengajak partisipasi aktif masyarakat serta lembaga sosial atau organisasi masyarakat lainnya untuk mendorong efektivitas implementasi kebijakan tersebut, khususnya untuk kemajuan kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia.

Baca Juga: Ruqyah, Kunci Kesehatan Jiwa dan Kedamaian Hati

“Muhammadiyah dan seluruh warganya berharap agar seluruh pihak dapat ikut mengawal atau mengawasi penerapannya di lapangan, termasuk jika ada pihak-pihak yang tidak menaati atau melanggar aturan PP tersebut,” tegas Emma.

Ketua LPAI, Seto Mulyadi, menyatakan harapannya agar PP Kesehatan ini dapat secara signifikan melindungi hak kesehatan anak, mengimplementasikan prinsip-prinsip nasional dan internasional, serta menciptakan generasi yang bebas dari masalah dan dampak rokok.

“Kami menekankan pentingnya penerapan aturan secara ketat dan berkelanjutan untuk mencegah dampak buruk konsumsi dan paparan produk tembakau terhadap kesehatan masyarakat,” kata Kak Seto.

Senada dengan Kak Seto, Koordinator Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk Pengendalian Tembakau, Ifdhal Kasim, menegaskan bahwa negara memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak kesehatan publik dari paparan zat adiktif berupa produk tembakau.

Baca Juga: Bahaya Bullying, Tinjauan Ilmiah dan Perspektif Islam

Ia menekankan pentingnya pelaksanaan aturan pengendalian tembakau dalam PP No. 28/2024 secara ketat dan terus menerus untuk mencegah kesakitan dan kematian akibat konsumsi dan paparan produk tembakau.

“Negara dapat dituduh gagal untuk melindungi, memenuhi, dan menghormati HAM warga negaranya jika tidak melakukan upaya-upaya serius mencegah bahkan melarang produksi, konsumsi dan distribusi produk tembakau termasuk iklan, promosi dan sponsor rokok,” ujar Ifdal.

Sementara itu Senior Adviser CHED ITB, Dr. Mukhaer Pakkana, menyoroti peran krusial Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 untuk mengatasi masalah predator anak, “PP 28/2024 merupakan ikhtiar untuk mengatasi masalah predator anak, dengan fokus khusus pada bahaya zat adiktif seperti rokok yang secara keseluruhan, memberikan dampak negatif jangka panjang terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan sangat signifikan,” ungkapnya.

Mukhaer mengungkapkan, harga rokok di Indonesia termasuk paling murah di dunia dan penjualan secara eceran memantik harga menjadi makin terjangkau tuk anak/remaja.

Baca Juga: Manfaat Susu bagi Kesehatan

“Beberapa studi di Indonesia mendapatkan lebih dari 50% penjual rokok mengaku menjual rokok pada anak dan remaja,” ungkapnya.

dr. Lili Sulistyowati dari Adinkes menambahkan,  PP Nomor 28 tahun 2024 merupakan kebijakan progresif untuk mendorong implementasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Indonesia secara maksimal.

Ia menekankan pentingnya semangat dalam mengimplementasikan KTR untuk memastikan semua orang menghirup udara bersih, mengatur kawasan tidak boleh merokok, mengedukasi masyarakat untuk hidup bersih dan sehat, mencegah penyakit dan kematian, meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengendalian bahaya merokok, mengurangi jumlah perokok aktif dan pasif, serta mencegah inisiasi merokok pada anak.

“Untuk kelancaran implementasi KTR, Kementerian Dalam Negeri telah memasukkan nomenklatur KTR pada SKPD Dinkes. Anggaran dapat digunakan oleh Dinkes untuk edukasi bahaya rokok, biaya layanan UBM, rapat-rapat KTR, pelatihan UBM/KTR, dan lain-lain. Selain itu, terdapat nomenklatur anggaran untuk Satpol PP dalam penegakan Perda KTR,” ujar Lili.

Baca Juga: Indonesia Lakukan Operasi Jantung Robotik untuk Pertama Kalinya

Selanjutnya Lili mengingatkan, pemerintah masih mempunyai PR besar untuk mengaksesi FCTC.

“Jaringan pengendalian tembakau mendorong agar Indonesia segera mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) untuk melindungi generasi sekarang dan mendatang dari dampak konsumsi produk rokok dan tembakau,” tegasnya.

PP yang mencakup 1172 pasal ini ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo dan diundangkan oleh Menteri Sekretaris Negara, Pratikno, pada tanggal 26 Juli 2024. Salah satu aspek utama dari PP ini adalah pengaturan terkait Pengendalian Zat Adiktif, khususnya produk tembakau.

Indonesia, sebagai salah satu pasar rokok terbesar di dunia, menghadapi tantangan serius dalam mengatasi darurat candu rokok, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Hasil Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan prevalensi perokok usia 10-18 tahun mencapai 7,4%, yang meskipun sesuai dengan target RPJMN 2020-2024, masih jauh dari ideal RPJMN 2015-2019 yaitu 5,4%.

Baca Juga: Puluhan Ribu Anak Papua Barat Terima Vaksin Polio 

Tingginya konsumsi rokok menjadi salah satu hambatan utama upaya pembangunan Kesehatan, seperti meningkatnya penyakit tidak menular, tingginya prevalensi stunting, gangguan gizi, beban pembiayaan BPJS.

Pengesahan PP 28 tahun 2024 menandai rezim baru dalam upaya pengendalian tembakau. Beberapa pasal mencerminkan penguatan aturan yang diharapkan dapat mengurangi dampak epidemi rokok dan darurat candu tembakau.[]

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Kemenkes Bantu Korban Terdampak Erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki

Rekomendasi untuk Anda