Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Praktik Zakat di Sudan

Rana Setiawan - Jumat, 26 Mei 2017 - 18:21 WIB

Jumat, 26 Mei 2017 - 18:21 WIB

318 Views

(Foto: Hadis/MINA)

 

Oleh: Ustaz Qomaruddin Basuni, Amil Zakat Jama’ah Muslimin (Hizbullah)

Alhamdulillah, hanya dengan izin Allah Subhanahu Wa Ta`ala semata kami akan menyampaikan, di sekitar beberapa hal yang berkaitan dengan masalah zakat. Baik secara dalil, tarikh dan praktik yang kami ketahui selama di Sudan ahir tahun 2016.

Ada hal-hal yang perlu kami sampaikan dalam hal pengelolaan zakat yang kami ketahui dari sisi dalil seperti yang tertera dalam Surat At-Taubah ayat 60;

Baca Juga: Ini Doa Terbaik Dari Keluarga untuk Jamaah Yang Pulang Umrah

إِنَّمَا ٱلصَّدَقَٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱلۡعَٰمِلِينَ عَلَيۡهَا وَٱلۡمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمۡ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَٱلۡغَٰرِمِينَ وَفِي سَبِيلِ ٱللَّهِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۖ فَرِيضَةً مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيم .

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, `amilin (pengurus-pengurus zakat), para mu´allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

Dalam pengelolaan zakat ada yang di sebut “Amilin”, yaitu mereka yang ditugaskan mengurus urusan zakat. Dan mereka mempunyai kedudukan seperti Mujahid yang ditugaskan ke medan perang sampai mereka pulang sebagaimana Hadits:

عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: «الْعَامِلُ عَلَى الصَّدَقَةِ بِالْحَقِّ كَالْغَازِي فِي سَبِيلِ اللَّهِ، حَتَّى يَرْجِعَ إِلَى بَيْتِهِ»  (سنن ابن ماجه)

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-21] Tentang Istiqamah

Dari Rafi` bin Khadij ia berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda; “’Amil zakat yang benar seperti orang yang berperang di jalan Allah, sampai dia pulang ke rumahnya”. (HR. Ibnu Majah No:1809 derajatnya; Hasan Shahih)

عَنْ أَبِي مُوسَى الأشْعَرِي – رضي الله عنه – عَنِ النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ إِنَّ الْخَازِنَ الْمُسْلِمْ اَلْأَمِينَ الَّذِي يُنْفِذُ (وَرُبَّمَا قَالَ يُعْطِي) مَا أُمِرَ بِهِ فَيُعْطِيهِ كَامِلًا مُوَفَّرًا طَيِّبَةً بِهِ نَفْسُهُ فَيَدْفَعُهُ إِلَى الَّذِي أُمِرَ لَهُ بِهِ أَحَدُ الْمُتَصَدِّقَيْنِ. (رواه مسلم )

Dari Abu Musa al-Asy`ari semoga Allah meridhainya dari Nabi Shallallahu `alaihi wasallam beliau bersabda: “Sesungguhnya penjaga gudang yang muslim lagi terpercaya melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya, lalu dia memberinya secara sempurna lagi utuh dengan jiwa yang rela, lalu dia membayarkan kepada orang yang dia perintahkan untuk membayarkannya, maka dia mendapatkan nilai seperti salah seorang pemberi shadaqah. (HR. Muslim dalam kitab Shahihnya No:79)

Kemudian dalam tarikh, kita dapatkan suatu peristiwa yang menyangkut Ibnu Luthbiyyah yang ditugaskan untuk mengambil zakat di suatu tempat, dan setelah dia melaksanakan tugas tersebut lalu melaporkannya kepada Nabi hasil tugasnya itu, lalu berkata; “ Ini harta zakat, dan ini hadiyah yang kami terima dari mereka”. Kemudian Nabi naik mimbar dan terus bicara; “ Coba kalau dia itu tinggal saja di tempatnya, apakah ada orang yang mau memberikan hadiyah kepadanya?  Lengkapnya kisah tarikh itu di muat dalam hadits:

Baca Juga: Hijrah Hati dan Diri: Panduan Syariah untuk Transformasi Spiritual dan Pribadi

عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ، قَالَ: اسْتَعْمَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلا مِنَ الأَسْدِ، يُقَالُ لَهُ: ابْنُ اللُّتْبِيَّةِ عَلَى الصَّدَقَةِ، فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ: هَذَا لَكُمْ، وَهَذَا أُهْدِيَ إِلَيَّ، فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ، فَقَالَ: مَا بَالُ الْعَامِلِ نَبْعَثُهُ عَلَى بَعْضِ أَعْمَالِنَا، فَيَقُولُ: هَذَا لَكُمْ، وَهَذَا لِي، فَهَلا جَلَسَ  فِي بَيْتِ أَبِيهِ أَوْ بَيْتِ أُمِّهِ فَيَنْظُرَ يُهْدَى إِلَيْهِ أَمْ لَا ؟ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لا يَأْخُذَ أَحَدٌ مِنْهَا شَيْئًا إِلا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ، وَإِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ، أَوْ بَقَرَةٌ لَهَا خُوَارٌ، أَوْ شَاةٌ تَيْعِرُ، ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَةَ إِبْطَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ، اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ . رواه البخارى ومسلم والشافعي وغيره

“Dari Abi Humaid As-Sa`idi ia berkata; “Nabi shallallahu `alaihi wasallam mempekerjakan seorang laki-laki dari Asad bernama Ibnu Luthbiyyah untuk mengurusi zakat. Ketika ia datang dia berkata; ini harta untuk kalian, dan yang ini dihadiyahkan kepadaku. Maka berdirilah Nabi shallallahu `alaihi wasallam di mimbar kemudian bersabda: “Tidak pantas seorang `Amil yang kami telah mengutusnya untuk suatu pekerjaan kemudian ia berkata; “ Ini untuk kalian, dan ini untukku”. Mengapa ia tidak duduk saja dirumah ayah atau ibunya, kemudian menunggu hadiah datang kepanya ataukah tidak? “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang yang mengambil sesuatu darinya, melainkan ia akan datang pada hari qiyamat sambil membawa di atas lehernya apa yang ia ambil. Jika yang diambilnya unta, maka ia akan meraung. Jika sapi ia akan melenguh, dan domba akan mengembiknya. Kemudian Nabi mengangkat kedua tangannya sehingga kami dapat melihat putih ketiaknya. Sambil beliau bersabda; “Ya Allah, apakah aku telah menyampaikannya. (HR. Bukhari, Muslim, Asy-Syafi`i, dan lainnya, lafadz diatas Riwayat Imam Asy-Syafi`i )

Dengan itu, maka jika ada urusan harta yang berkaitan dengan penarikan zakat, maka petugas Amilin harus melaporkan dan menyerahkan semuanya kepada Ulil Amri. Namun jika Ulil Amri mengambil semuanya, itu hak dia. Dan juga jika ia menyerahkan apa yang di dapat dari hasil hadiah kepada petugas Amilin, itupun hak dia pula dan kita yang menerimanya pun akan merasa tenang karena hal itu telah halal. Dan jangan sampai ada harta yang di sembunyikan oleh pihak Amilin saat ia melaksanakan tugas penarikan zakat.

Dalam hal ini, kami akan menyampaikan sebuah kajian yang disampaikan oleh Noer Mala Komalasari yang ia tuangkan dalam tulisannya tentang zakat di Negeri Sudan, yang mana ia menyampaikan dari sisi sejarahnya, manejman, undang-undang dan sebagainya seperti dibawah ini:

Baca Juga: Aksi Peduli Palestina: Cara Efektif dan Nyata Membantu Sesama yang Membutuhkan

  1. Sejarah dan Manajemen

Sudan adalah salah satu negara muslim yang terletak di Afrika bagian utara sekaligus menjadi negara terluas di Afrika dan di wilayah Arab. Sudan merupakan negara yg mewajibkan zakat sebagai kewajiban yang didasarkan pada undang-undang wajib zakat dan institusi berwewenang yang menanganinya. Peraturan pengelolaan zakat di Sudan telah resmi diundangkan sejak tahun 1984 yaitu Undang-undang Zakat No.3 Tahun 1984 yang berkaitan dengan keberadaan Diwan Zakat Sudan yang sebelumnya memungut  zakat sebagai pungutan sukarela.

Kebutuhan untuk membuat zakat sebelum tahun 1984 ternyata tidak semata-mata pada aspek perintah agama, tetapi karena hasil perolehan zakat dari tahun ke tahun tidak signifikan. Kewajiban zakat di Sudan hanya bagi mereka yang muslim baik yang berada di dalam maupun di luar negeri. Yang menarik dari contoh Sudan, penghimpunan zakat dilakukan satu atap dengan penghimpun pajak. Pada saat pendistribusian, Departemen Keuangan dan perencanaan ekonomi nasional berperan dalam pembagian zakat sesuai dengan fatwa Majelis Fatwa Nasional. Di sini peran negara cukup dominan dengan melibatkan masyarakat dalam hal pengawasan. Sistem pengelolaan zakat seperti ini nampaknya ideal di mana terjadi sinergi antara masyarakat dan negara. Dari sisi negara, ia memiliki prioritas program yang harus diselesaikan terutama dalam hal kepentingan fakir miskin berdampingan dengan masyarakat sipil yang berperan untuk mengontrol.

Setelah ditetapkannya undang-undang tahun 1984, Sudan mewajibkan pembayaran zakat atas penghasilan mustaghillat (harta benda yg secara independen tidak wajib zakat dan tidak di putar dalam perdagangan, tetapi menghasilkan bagi pemiliknya) yg terdiri dari empat hal:

  1. Penghasilan bersih bagi usaha sewa, pertanian, peternakan, dan jasa transportasi.
  2. Sudan juga mewajibkan zakat atas gaji para pegawai dan penghasilan sampingan lainnya.
  3. Zakat diwajibkan bagi setiap penduduk muslim yang berada di Sudan baik Negara Sudan ataupun bukan.
  4. Warga Sudan yang berada diluar negeri juga terkena kewajiban ini.

Dalam hal ini rasanya kita mesti banyak belajar dari negara Sudan yang telah memperaktekkan hal ini sejak tahun 80-an sampai sekarang. Bila kita lihat dari rentang waktu yang begitu panjang, Sudan telah melewati berbagai dekade dalam penerapan zakat yang ditangani langsung oleh pemerintah. Tentu saja hal ini semakin mengukuhkan Sudan sebagai kiblat dunia Islam dalam membumikan zakat sebagai jaminan sosial dan kesejahteraan umat.

Baca Juga: Enam Cara Mudah Bantu Palestina

  1. Undang-undang Zakat

Gradualitas Undang-undang zakat di Sudan hingga saat ini telah mengalami beberapa marhalah (tahapan) diantaranya:

a) Marhalah Pertama: Rumah Zakat, yaitu pada 1400 H/1980 M dengan tujuan melegalkan kewajiban zakat, namun sifatnya suka rela atau kesadaran dan penerapannya baru di Khartoum (ibu kota) saja.

b) Marhalah Kedua: Dewan Zakat dan Pajak, yaitu pada 1405-1406 H/1984-1985M beriring dengan telah resminya penerapan syariat Islam di Sudan (September 1983) dan yang pertama semenjak runtuhnya pemerintahan al Mahdi, maka pada marhalah ini jibayah zakat wajib bagi muslimin/at dan bukan sekadar suka rela.

c) Marhalah Ketiga: Dewan Zakat (1986-1989). Pada marhalah ini zakat semakin dirasakan perannya. Dan ternyata dilapangan ada ketimpangan antara zakat dan pajak, karenanya ditetapkan, bahwa zakat khusus bagi muslimin yang diserahkan pada Dewan Zakat. Adapun pajak buat non muslim dan dibayar ke negara. Maka pada marhalah ini menjadi tonggak utama hakikat UU zakat yang ideal dalam realitas sosial.

Baca Juga: Makna Mubazir dalam Tafsir Al-Isra’ Ayat 27, Mengapa Pelaku Pemborosan Disebut Saudara Setan?

d) Marhalah Keempat : UU Zakat tahun 1990. Yang terpenting pada marhalah ini diantaranya; kewajiban zakat terhadap semua harta, menerima zakat atau hibah dari luar Sudan dan ditetapkannya sanksi bagi yang enggan membayar zakat. Sehingga pada marhalah ini penerapan zakat di Sudan memiliki karakter tersendiri.

e) Marhalah Kelima : UU Zakat tahun 2001. Walau UU Zakat yang ada terbilang ideal, tetap saja ada kurangnya. Marhalah ini merupakan analisa lapangan penerapan UU Zakat di Sudan dari 1990 hingga 2000. Karenanya yang menjadi pedoman ialah kendala dan hambatan di lapangan dalam penerapan UU Zakat sepanjang sepuluh tahun.

Demikianlah perjalanan UU Zakat di Sudan hingga saat ini yang telah mengalami penyempurnaan berulang kali, kedepan akan semakin banyak hal-hal baru yang ditemui di lapangan dan memerlukan ijtihad para ulama dalam berbagai disiplin ilmu.

Demi menopang penerapan UU zakat, Sudan mempunyai lembaga pendidikan khusus perzakatan. Lembaga ini dibiayai sepenuhnya oleh Dewan Zakat. Satu-satunya institut zakat di dunia Islam. Berdiri tahun 1998 dengan nama High Institute of Zakat Sciences dengan jenjang akademis setara dengan universitas lain.

Baca Juga: Suriah dan Corak Bendera yang Berganti

Selain itu institut juga mengadakan training-training secara berkala setiap 3 bulan sekali atau disesuaikan dengan peminat dan kebutuhan. Mahasiswanya dididik dan dikader sehingga pada saatnya bekerja di Dewan Zakat. Institut ini juga menjadi pusat kajian-kajian zakat, menerbitkan berbagai buku, jurnal atau hasil penelitian lainnya. Aktif pula mengikuti seminar atau muktamar internasional, seperti di Kwait. Sehingga dengan adanya lembaga ini Sudan pada 17-20 Sya`ban 1422 H/2-6 November 2001 M dipercaya menjadi penyelenggara Muktamar Zakat Internasional ke-2 yang dihadiri para ulama penjuru dunia.

  1. Karakteristik Penerapan Zakat di Sudan

Penerapan zakat di Sudan memiliki karakteristik yang menonjol dan terbilang istimewa diantaranya :

a) Zakat ditangani langsung pemerintah

Urusan zakat mesti ditangani langsung oleh negara (lihat, QS.9:103) karenanya Sudan memiliki UU khusus tentang zakat. Dengan adanya UU zakat kedudukannya cukup kuat, sehingga dengan UU itu bagi yang telah kena kewajiban zakat namun tidak menunaikannya dikenakan sanksi. Di Sudan lembaga atau semacam departemen yang khusus menangani zakat ialah “Dewan Zakat” sebagaimana tercantum dalam UU zakat pasal 5 ayat 3. Lembaga inilah yang berhak memungut, mengelola dan mendistribusikan zakat kepada para mustahiq (yang berhak menerima zakat).

Baca Juga: [Hadits Arbain Ke-20] Malu Bagian dari Iman

b) Independensi Dewan Zakat

Di Sudan, Dewan Zakat adalah sebuah lembaga yang independen. Secara struktural langsung bertanggungjawab kepada presiden dibawah pimpinan Direktorat Jenderal (Dirjen Dewan Zakat). Mengenai independensi Dewan Zakat tercantum dalam UU zakat pasal 4 ayat 1. Dewan Zakat mempunyai wewenamg penuh dalam menangani zakat, baik itu pemungutan (ketentuan kadar zakat, slip atau formulir pembayaran, dll), pengelolaan (ketentuan para karyawan/amilin yang profesional) dan pendistribusiaan (persentase kadar zakat yang berhak diterima para mustahiq). Sehingga dalam menjalankan tugasnya Dewan Zakat memiliki wewenang penuh untuk bergerak yang dilindungi UU.

c) Menerapkan Sistem Federal

Dewan Zakat di Sudan menggunakan sistem federal, yaitu setiap wilayah, negara bagian atau propinsi memiliki Dewan Zakat masing-masing : kantor, majelis ulama, karyawan/amilin, dll–. Zakat yang berhasil terhimpun di wilayah/propinsi tertentu tidak disetorkan ke pusat, namun dikelola dan didistribusikan ke wilayah/propinsi masing-masing. Dan bila suatu wilayah/propinsi telah tercukupi kebutuhannya dari zakat tersebut, maka dialihkan ke wilayah/propinsi lain yang kekurangan dan membutuhkan.

Baca Juga: Hari HAM Sedunia: Momentum Perjuangan Palestina

d) Memiliki Pandangan Fiqih yang Luas dan Luwes

UU Zakat di Sudan tidak mengambil salah satu madzhab tertentu, namun mengambil pendapat yang mewajibkan zakat terhadap seluruh harta. Hal ini demi tujuan amat mulia, yaitu untuk kemaslahatan dan kesejahteraan para pakir miskin. Dewan Zakat menetapkan jibaayah (penarikan) zakat tidak terbatas pada enam jenis harta saja (emas dan perak/naqdaan, pertanian dan perkebunan, niaga dan perdagangan, barang tambang dan barang temuan). Namun, seiring dengan berkembangnya jenis harta yang tidak dijumpai tempo dulu, seperti: saham, cek, giro dll. Demikian juga, maal mustafaad , mustaghilaat dan mihan hurroh (zakat profesi) termasuk juga jibaayah zakat yang mesti ditunaikan.

e) Persentase Kadar Zakat buat Mustahiq

UU zakat di Sudan menetapkan persentase kadar zakat yang diterima para mustahiq, hal ini diambil dari pendapat jumhur ulama fiqih. Juga untuk mewujudkan tujuan zakat, yaitu jaminan sosial, terkhusus bagi fakir dan miskin. Karenanya fakir dan miskin merupakan prioritas utama dalam pembagian zakat. UU Zakat Sudan menentukan persentase kadar zakat sebagai berikut :

Baca Juga: Literasi tentang Palestina Muncul dari UIN Jakarta

  • Fakir dan miskin: 63%,
  • Karyawan zakat (Aamilun): 14,5%,
  • yang terlilit hutang (Gharimun): 6%,
  • Muallaf dan pembebasan budak (riqob) atau keperluan Da`wiyah: 6%,
  • Yang berjuang di jalan Allah (fi sabilillah):3%
  • Musafir yang membutuhkan (ibnus sabiil): 0,5%.
  1. Kiprah Dewan Zakat Sudan (memberikan pelayanan) untuk:
  • Santunan dana untuk pelajar
  • Bantuan untuk anak yatim
  • Bantuan kesehatan untuk orang fakir
  • Bantuan untuk para gelandangan
  • Training Skil untuk kaula muda miskin
  • Bantuan pengobatan
  • Bantuan pengairan
  • Bantuan pendidikan
  • Bantuan pertanian dan peternakan
  • Bantuan kepentingan dakwah
  • Bantuan bencana alam
  • Bantuan bahan pokok buat orang fakir
  • Bantuan pernikahan

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat  aamiin.

والله اعلم بالصواب

(R01/P1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

*Tausiyah  ini disampaikan Ustaz Qomaruddin Basuni dalam Tabligh Akbar Jama’ah Muslimin (Hizbullah) 1438 Hijriyah di Masjid At-Taqwa, Komplek Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, 24 Sya’ban 1438/21 Mei 2017.

Rekomendasi untuk Anda

Feature
MINA Preneur
Kolom
Khadijah
Desa Karanganyar, Kabupaten Demak, Jawa Tengah terendam banjir pada Februari 2024. (Istimewa)
Indonesia
Indonesia
Internasional
Khutbah Jumat