Tunis, MINA – Presiden Tunisia Kais Saied pada Senin (28/9) mewacanakan tentang pengaktifan kembali hukuman mati, setelah eksekusi itu ditangguhkan di negara selama hampir 29 tahun.
Pengumuman Saied muncul setelah pertemuan Dewan Keamanan Nasional di Istana Carthage, beberapa hari setelah seorang gadis diperkosa dan dibunuh secara brutal di utara Ibu Kota.
Keluarga korban menuntut eksekusi mati bagi si pembunuh.
Dalam sebuah pernyataannya, Presiden Saied merujuk pada “tingkat kejahatan yang tinggi di negara ini” yang menyerukan untuk “menangani fenomena ini dengan tegas,” demikian MEMO melaporkan Rabu (30/9).
Baca Juga: Afsel Jadi Negara Afrika Pertama Pimpin G20
“Pelaku kejahatan keji seperti itu tidak akan dipertimbangkan untuk pembebasan bersyarat di masa mendatang, atau pengurangan hukuman, oleh karena itu pengampunan harus diberikan hanya kepada mereka yang pantas mendapatkannya,” kata pernyataan Presiden.
Pernyataan itu menambahkan, “Hukum jelas dalam hal ini. Siapa pun yang membunuh seseorang tanpa alasan akan dihukum dengan hukuman mati, terutama mereka yang melakukan pembunuhan berulang kali.”
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa “pelaku kejahatan ini akan diberikan pengadilan yang adil dan akan diberi hak untuk membela diri.”
Presiden Tunisia juga menyebut “lambannya prosedur peradilan dalam kasus korupsi.”
Baca Juga: Rwanda Kirim 19 Ton Bantuan Kemanusiaan ke Gaza
Tunisia belum melakukan eksekusi mati apa pun sejak 1991. (T/RI-1/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Korban Tewas Ledakan Truk Tangki di Nigeria Tambah Jadi 181 Jiwa