Oleh Bahron Ansori, jurnalis MINA
Sesungguhnya di antara bentuk kewajiban yang diberikan Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya adalah kewajiban pendidikan, pengasuhan, dan kepemimpinan. Amanat yang agung yang wajib dipegangi adalah perhatian dalam hal ini. Yakni perhatian terhadap pendidikan anak. Hal ini –ma’asyiral muslimin-, adalah sebuah amanah dan tanggung jawab. Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (٢٧) وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ (٢٨)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al-Anfal: 27-28).
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
Maknanya adalah Allah Ta’ala menganugerahkan seorang anak kepada para orang tua sebagai cobaan dan ujian. Ujian tersebut dalam bentuk anak memiliki hak-hak yang harus ditunaikan. Bila orang tua menunaikan hak-hak tersebut sesuai dengan yang Allah perintahkan, maka Allah persiapkan bagi para orang tua pahala yang sangat bersar. Namun, jika mereka menyia-nyiakan anak, maka bagi para orang tua hukuman di sisi Allah bergantung dengan sejauh mana penyia-nyiaan mereka.
Oleh karena itu, Allah Jalla wa ‘Ala berfirman,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6).
Baca Juga: Daftar Hitam Pelanggaran HAM Zionis Israel di Palestina
Ayat ini merupakan prinsip yang penting dalam pendidikan anak. Para orang tua wajib berpegang dengannya. Dalam shahihain dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ؛ الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا ، وَالخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ ، أَلا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Kalian semua adalah pemimpin dan seluruh kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin. Penguasa adalah pemimpin dan seorang laki-laki adalah pemimpin, wanita juga adalah pemimpin atas rumah dan anak suaminya. Pembantu dalam permasalahan harta tuannya adalah pemimpin dan dia akan dimintai tanggung jawab atas kepemimpinannya. Sehingga seluruh kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpin.”
Makna mas’ul (tanggung jawab) di sini adalah seorang hamba apabila ia berdiri di hadapan Allah Jalla wa ‘Ala, maka Allah akan bertanya kepadanya tentang hal itu. Sebagian ulama menyatakan, sesungguhnya Allah Jalla wa ‘Ala pada hari kiamat akan bertanya kepada orang tua tentang anaknya sebelum Allah bertanya kepada anak bagaimana ia berlaku kepada orang tuanya. Allah telah mewatiati agar anak berbuat kebaikan kepada orang tuanya. Dan juga Allah mewasiatkan kepada orang tua untuk mendidik dan mengajari anaknya kebaikan. Allah Ta’ala berfirman,
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-23] Keutamaan Bersuci, Shalat, Sedekah, Sabar, dan Al-Quran
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat) kebaikan kepada dua orang ibu-bapaknya.” (QS. Al-Ankabut: 8).
Firman-Nya juga
يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلَادِكُمْ
Baca Juga: Sejarah Palestina Dalam Islam
“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.” (QS. An-Nisa: 11).
Dan firman-Nya juga,
قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
“Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6).
Baca Juga: Pelanggaran HAM Israel terhadap Palestina
Pendidikan anak adalah tanggung jawab dan amanah yang besar. Wajib bagi para orang tua untuk bertakwa kepada Allah dalam urusan anak-anak mereka. Wajib bagi para orang tua untuk memberikan pendidikan dan bimbingan. Menumbuh-kembangkan mereka dalam akidah Islam, amalan-amalan Islam, dan akhlak-akhlak Islam. Para orang tua wajib membangun pondasi ketakwaan dan keshalehan agar anak-anak mengetahui dan mengamalkan apa yang menjadi hak-hak Allah Jalla wa ‘Ala pada diri mereka.
Pendidikan anak harus tegak pada prinsip dan asas yang benar. Untuk merealisasikan tujuan yang mulia ini, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan. Di antara prinsip tersebut adalah:
Pertama, Senantiasa Mendoakan Anak
Mendoakan ini bisa dimulai saat sang anak belum lahir, dengan meminta kepada Allah keturunan yang shaleh. Dan setelah mereka terlahir di dunia dengan mendoakan mereka hidayah dan kebaikan. Setelah mereka cenderung kepada hidayah dan kebaikan, para orang tua hendaknya mendoakan mereka agar istiqomah di jalan kebaikan tersebut. Hal ini sebagaimana doa Nabi Ibrahim,
Baca Juga: Peran Pemuda dalam Membebaskan Masjid Al-Aqsa: Kontribusi dan Aksi Nyata
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shaleh.” (QS. Ash-Shaffat: 100).
Kemudian beliau berdoa,
وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
Baca Juga: Langkah Kecil Menuju Surga
“Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.” (QS. Ibrahim: 35).
Dan doa beliau juga,
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي
“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat.” (QS. Ibrahim: 40).
Baca Juga: Akhlak Mulia: Rahasia Hidup Berkah dan Bahagia
Doa Nabi Zakariya,
رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
“Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.” (QS. Ali Imran: 38).
Dan doa ‘Ibadurrahman,
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-22] Islam Itu Mudah, Masuk Surga Juga Mudah
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
“Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan: 76).
Doa orang tua untuk anaknya adalah doa yang mustajab yang tidak tertolak. Hal itu telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam sabda beliau. Namun para orang tua juga jangan tergesa-gesa dalam doa mereka, terutama saat mereka dalam kondisi marah kepada anak. Jangan mendoakan anak dengan keburukan. Apabila doa tersebut dikabulkan, mereka akan menyesal. Allah Ta’ala berfirman,
وَيَدْعُ الْإِنْسَانُ بِالشَّرِّ دُعَاءَهُ بِالْخَيْرِ وَكَانَ الْإِنْسَانُ عَجُولًا
Baca Juga: Baca Doa Ini Saat Terjadi Hujan Lebat dan Petir
“Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.” (QS. Al-Isra: 11).
Kedua, Adil Di Antara Anak dan Menjauhi Sikap Zhalim Dan Tidak Adil
Jika orang tua tida bersikap adil di antara anak mereka, maka akan terdapat rasa permusuhan, hasad, dan kebencian antara mereka. Jika mereka berbuat adil, maka keadilan tersebut akan menjadi sebab terbesar saling cinta dan kasih saying di antara mereka. Dan juga menjadi sebab baiknya perangai mereka.
Dalam Shahihain, dari Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu
عَنْ اَلنُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- (فَانْطَلَقَ أَبِي إِلَى اَلنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم لِيُشْهِدَهُ عَلَى صَدَقَتِي. فَقَالَ : أَفَعَلْتَ هَذَا بِوَلَدِكَ كُلِّهِمْ? قَالَ : لَا قَالَ: اِتَّقُوا اَللَّهَ , وَاعْدِلُوا بَيْنَ أَوْلَادِكُمْ فَرَجَعَ أَبِي, فَرَدَّ تِلْكَ اَلصَّدَقَةَ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ وَفِي رِوَايَةٍ لِمُسْلِمٍ قَالَ : ( فَأَشْهِدْ عَلَى هَذَا غَيْرِي ثُمَّ قَالَ : أَيَسُرُّكَ أَنْ يَكُونُوا لَكَ فِي اَلْبِرِّ سَوَاءً? قَالَ : بَلَى قَالَ : فَلَا إِذًا)
Dari Nu’man Ibnu Basyir radhiallahu ‘anhuma, “Ayahku menghadap kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam agar menyaksikan pemberiannya kepadaku, lalu beliau bersabda, “Apakah engkau melakukan hal ini terhadap anakmu seluruhnya?” Ia menjawab, Tidak. Beliau bersabda, “Takutlah kepada Allah dan berlakulah adil terhadap anak-anakmu.” Lalu ayahku pulang dan menarik kembali pemberian itu. (Muttafaq ‘alaihi).
Dalam riwayat Muslim beliau bersabda, “Carikan saksi lain selain diriku dalam hal ini.” Kemudian beliau bersabda, “Apakah engkau senang jika mereka (anak-anakmu) sama-sama berbakti kepadamu?” Ia Menjawab, “Ya. Beliau bersabda: “kalau begitu, jangan lakukan.”
Ketiga, Lemah Lembut, Kasih Sayang, dan Berbuat Baik Terhadap Anak, Jauhi Sifat Kasar dan Kaku
Jika lemah lembut ada pada suatu hal pasti dia akan menjadikan hal itu indah. Dan tidaklah hilang dari sesuatu pasti hal itu akan menjadi rusak. Lakukan kelemah-lembutan, kasih sayang, dan perhatian terhadap anak sedari mereka kecil. lakukan hal it uterus-menerus.
Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menciumi cucunya Hasan bin Ali. Saat itu al-Aqra’ bin Habis duduk di dekat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ia berkata, “Aku memiliki 10 orang anak dan aku tidak pernah mencium salah seorang dari mereka.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menatap al-Aqra’, kemudian bersabda,
مَنْ لاَ يَرْحَمُ لاَ يُرْحَمُ
“Siapa yang tidak menyayangi, maka dia tidak disayangi.”
Dalam Shahihhain, dari Ummul Mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha, ia berkata, “Datang seorang Arab Badui menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Ia berkata, ‘Anda mencium anak-anak? Kami tidak pernah melakukannya’. Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
أَوَأَمْلِكُ لَكَ أَنْ نَزَعَ اللَّهُ مِنْ قَلْبِكَ الرَّحْمَةَ
“Sungguh aku tidak mampu mencegah jika ternyata Allah telah mencabut sifat kasih sayang dari hatimu.”
Kasih sayang dan lemah lembut ini ma’asyiral mukminin, adalah sebab yang membuat anak menjadi dekat dan cinta kepada kedua orang tuanya. Apabila rasa kedekatan ini sudah ada, maka rasa cinta pun akan muncul. Sehingga orang tua bisa memberikan pengarahan, nasihat, dan pendidikan terhadap anak-anaknya. Dan anak-anak pun akan lebih mudah menerima dan memperhatikan apa yang disampaikan kedua orang tuanya.
Keempat, Orang Tua Memiliki Semangat untuk Mengarahkan Anak-Anaknya Kepada Perkara Yang Mulia
Hal ini dilakukan dengan cara memberi pengajaran tentang akidah Islamiyah dan kewajiban-kewajiban agama. Kemudian melarang mereka dari yang haram serta memperingatkan mereka dari perbuatan dosa. Dan sebaik-baik nasihat seorang ayah kepada anaknya adalah nasihat Lukman al-hakim kepada anaknya. Sebuah nasihat yang Allah sebutkan di dalam Kitab-Nya di surat Lukman.
Apa yang dilakukan oleh Lukman adalah sebuah teladan yang mulia dan agung. Hendaknya kita mencontoh Lukman dalam mendidik dan mengajar anaknya. Ia mengajarkan tentang keimanan kepada Allah dan beriman pada semua yang diperintahkan-Nya. Ia mengajarkan mentauhidkan Allah Jalla wa ‘Ala dan menyerahkan agama hanya untuk-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَابَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya´qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (QS. Al-Baqarah: 132).
Wasiat pertama Lukman kepada anaknya,
يَابُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
“Wahai anakku, janganlah engkau menyekutukan Allah. Karena menyekutukan Allah adalah kezhaliman yang besar.” (QS. Lukman: 13).
Setelah menasihati anaknya dengan keimanan, Lukman melanjutkannya dengan nasihat agar menjaga kewajiban-kewajiban, melarang anaknya dari kemungkaran, dan memperingatkannya akan perbuatan dosa. Di antara kewajiban yang paling terdepan untuk dijaga adalah shalat.
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (QS. Thaha: 132).
Dalam Sunan Abu Dawud, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ
“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka bila pada usia sepuluh tahun tidak mengerjakan shalat.”
Kelima, Memperhatikan Teman-teman Mereka, Terutama Teman Dekat
Karena teman dekat yang bertemu secara intens akan mempengaruhi satu sama lain. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah memberikan perumpamaan yang sangat menarik mengenaik teman yang baik dan teman yang buruk. Dalam Shahihain, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ: إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيرِ: إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً
“Permisalan teman duduk yang saleh dan teman duduk yang buruk seperti penjual misik dan pandai besi. Adapun penjual misik, boleh jadi ia memberimu misik, engkau membeli darinya, atau setidaknya engkau akan mencium bau harumnya. Adapun pandai besi, boleh jadi akan membuat bajumu terbakar atau engkau mencium bau yang tidak enak.”
Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga bersabda,
الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلْ
“Seseorang itu menurut agama teman dekatnya, maka hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).
Kemudian di zaman ini, ada wujud pertemanan, yang belum ada di zaman sebelumnya. Yaitu pertemanan dengan chanel-chanel televisi, internet, dan alat-alat komunikasi modern lainnya. Hal itu terdapat di dalam rumah-rumah bahkan dalam genggaman. Oleh karena itu, hendaknya para orang tua mengawasi teman-teman anak-anaknya berupa benda-benda tersebut. Karena teman dekat akan memberikan pengaruh yang besar dan bahaya yang fatal terhadap pola pikir, agama, dan akhlak. Berapa banyak pemuda-pemuda menjadi rusak gara-gara benda-benda tersebut.
Keenam, Orang Tua Harus Menjadi Teladan Bagi Anaknya
Jangan orang tua menjadi seseorang yang memerintahkan anaknya kepada kebaikan, namun dia sendiri tidak melakukannya. Jangan pula melarang mereka dari kejelekan, tapi dia sendiri malah melakukannya. Yang demikian malah menjadikannya sebagai orang tua teladan dalam keburukan untuk anaknya. Yang demikian malah menjadikan seruan dan arahannya bertolak belakang. Antara perkataan dan perbuatannya berada di lembah yang berbeda.
Jika demikian halnya, anak-anak akan tumbuh besar pada didikan seorang ayah yang bertentangan perkataan dan perbuatannya. Yang berbahaya bagi karakter anaknya. Sang anak akan sangat terpengaruh dengan prilaku kedua orang tua tersebut.
Wajib bagi para orang tua yang mendidik dan mengarahkan anak-anaknya untuk merenungi terus firman Allah Tabaraka wa Ta’ala,
أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca al-Kitab?” (QS. Al-Baqarah: 44).
Perkataan Nabi Syu’aib ‘alaihissalam,
وَمَا أُرِيدُ أَنْ أُخَالِفَكُمْ إِلَى مَا أَنْهَاكُمْ عَنْهُ
“Dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang.” (QS. Hud: 88).
Bersamaan dengan usaha para orang tua dengan memperhatikan hal-hal di atas, hati mereka wajib tetap bersandar kepada Allah Ta’ala. Bertawakal, menyerahkan urusan, dan beraharap hanya kepada Allah Jalla wa ‘Ala. Berharap mudah-mudah Allah menjadikan anak-anak mereka anak yang shaleh dan taat. Menjaga mereka sebagaimana Dia menjaga hamba-hamba-Nya yang shaleh, wallahua’lam.(RS3/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)