Oleh : Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior MINA (Mi’raj News Agency)
Dalam sesi Leadership Basic Training, seorang trainer biasa mengisahkan suatu cerita inspiratif tentang “Penebang kayu”.
Cerita tersebut mengisahkan tentang seorang penebang kayu dengan keahlian terbaik dan tenaga kuat. Oleh pengusaha kayu, ia diberi modal kerja berupa kapak yang masih baru dan tajam.
Hari-hari pertama bekerja, ia mampu menebang rata-rata 10 batang pohon kayu per hari, dengan kesungguhan kerja dan ketajaman kapak tersebut.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
Namun, hari-hari berikutnya, pada pekan-pekan selanjutnya, sang penebang kayu hanya mampu menebang 7-8 pohon. Hari berikutnya dia mencoba bekerja lebih keras lagi dan berangkat lebih pagi lagi. Namun sama saja, dia hanya mampu menebang 7-8 pohon.
Bulan berikutnya, malah lebih menurun lagi. Sang penebang kayu walapun sudah berangkat lebih pagi lagi dan pulang lebih sore lagi. Dia mencoba bekerja lebih keras lagi, dan lebih banyak lagi waktunya bekerja. Namun, hasilnya tetap, malah menurun, paling 5-6 pohon.
Sang penebang kayupun menemui majikannya, sang pengusaha kayu yang memberinya modal kapak tajam. Ia sudah tidak bersemangat lagi bekerja, dan merasa kemampuannya sudah mentok alias habis, dan ingin resign saja.
Sang pengusaha memberikan saran agar penebang kayu itu mengasah kapaknya secara rutin. Penebang kayu awalnya merasa heran, mengapa harus mengasah kapaknya. Ia juga merasa tidak punya waktu untuk mengasah kapaknya itu.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Namun akhirnya ia mau mencoba saran dari pengusaha itu, dan mencoba mengasah kapak, alat kerjanya.
Beberapa hari kemudian, ia mencoba bekerja menebang lagi. Hasilnya? Sungguh luar biasa, ia mampu menebang pohon lebih dari 10 batang tiap harinya, dengan kapak yang lebih tajam. Beberapa bulan berikutnya, ia tetap dapat mempertahankan reputasinya, bahkan terus meningkat, seiring dengan semakin rajin ia mengasah kapaknya secara berkala.
Cerita klasik inspiratif ini mengingatkan kepada setiap pekerja profesional, apapun itu jenis pekerjaannya. Seorang guru, dokter, peneliti, pendakwah, penulis hingga wartawan. Termasuk seorang penyanyi, pemain sulap dan komedian sekalipun. Bahkan para seniman, atlet, petani, peternak, wiraswasta, hingga pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Pekerjaan yang menuntut profesionalisme, maka ia tidak boleh hanya berkecimpung dalam rutinitas setiap hari, pagi sampai sore, monoton, begitu-begitu saja.
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman
Ia mesti memberikan ruang waktu untuk mengasah potensi dirinya untuk bisa lebih melejit maju lagi. Mengasah potensi diri bisa dengan melakukan evaluasi, mengikuti training, workshop, literasi membaca, melakukan studi banding, hingga melakukan perjalanan atau tamasya.
Tujuan dari mengasah potensi diri itu adalah untuk menambah pengetahuan, wawasan, skill dan semangat baru. Juga untuk mengetahui kompetitor yang ada dan cara menghadapinya, serta menerapkan perkembangan teknologi terbaru sesuai jenis pekerjaannya.
Dunia memang sedang mengalami perubahan dengan kecepatan yang semakin dahsyat.Era inovasi digitalisasi dan kemajuan teknologi informasi telah mengubah seluruh industri, membentuk tuntutan konsumen, dan menantang logika bisnis konvensional.
Mengutip pandangan Mikael Trolle, CEO & Co-Founder IDONEA Denmark (2020), yang juga trainer dan penulis buku-buku leadership dan motivasi, bahwa interkonektivitas global membuat batasan ruang dan waktu semakin tidak relevan dan dengan mudah membawa inovasi ke seluruh dunia.
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
“Inovasi, persaingan, dan kemajuan kini semuanya bersifat global. Semua faktor ini bermuara pada kecepatan perubahan eksponensial. Ini, pada gilirannya, juga berarti bahwa para pemimpin bisnis harus menyesuaikannya”, ujarnya.
Untuk membersamai perubahan era saat ini dan seterusnya, maka para pebisnis dan pekerja profesional, suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, mau atau tidak mau, harus selalu mengasah potensi dirinya dan perusahaannya untuk dapat survive, eksis dan diterima masyarakat.
Maka dalam hal ini, para profesional bukan hanya mencari informasi (search) di dunia maya. Namun, ia harus melakukan penelitian (research) atas informasi-informasi yang berseliweran tersebut.
Bak seorang chef, para professional harus mampu meracik berbagai bahan rempah terbaik. Terlebih yang berkecimpung dalam dunia komunikasi, baik lisan, tertulis maupun online. Rasa bahasa, logika penulisan, kalimat yang hidup, powerfull, harus terus diasah.
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia
Para profesional pun akan selalu mengaitkan semua pekerjaannya, dan pekerjaan sampingannya, dengan pekerjaan pokoknya (work-related activities). Kegiatan-kegiatan yang berhubungan dan mendukung kinerja pekerjaan utama, baik secara sukarela atau untuk kompensasi, untuk menghasilkan barang atau jasa.
Termasuk ketika mengikuti pelatihan atau perjalanan (travelling) sekalipun, itu sesuai dengan pekerjaannya.
Begitulah, memang orang-orang yang hebat itu hanya akan membatasi dirinya pada profesinya.
Kemampuan lainnya, ia miliki sebagai potensi tambahan (multiskill), yang akan berguna dalam menopang kerja utamanya.
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
Terlebih kita hidup di era persaingan yang ketat, baik di tingkat individu maupun organisasi, dengan kemajuan teknologi informasi yang mengglobal.
Ketika para profesional bekerja di perusahaan yang dituntut merespons dengan cepat pasar yang terus berubah. Tidak hanya untuk bertahan, tetapi juga untuk berkembang dan melampaui kompetitor mereka.
Jika kita sebagai profesional tidak terus mengasah diri dengan berbagai hal yang dapat menopang potensi diri dalam pekerjaan kita, maka bersiap-siaplah untuk termarginalkan ke pinggiran.
Sebagai Muslim, tentu landasan di dalam Al-Quran dan teladan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sangat mendorong umatnya untuk bekerja secara profesional, sebagai Muslim terbaik (khoiro ummah). Maka dengan itu, setiap individu Muslim, apapun perkerjaannya, ia selalu bertekad menjadi yang terbaik, mengerahkan segenap potensi, waktu, dan kemampuan terbaiknya. Sehingga menghasilkan yang terbaik.
Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global
Semua itu dikerjakan dengan sungguh-sungguh, tapi fun, enjoy, bergairah tanpa beban. Dalam bahasa akidah, dikerjakan dengan ikhlas, hanya mengharap ridha Allah. Insya-Allah. (A/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim