Bogor, 7 Dzulhijjah 1436/20 September 2015 (MINA) – Seorang Profesor dari Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (Fateta IPB), Khaswar Syamsu, berhasil mengubah pertanian/">limbah pertanian menjadi aneka bioproduk.
Bioproduk adalah bahan yang dihasilkan mikroba. Bioproduk yang dihasilkannya adalah bioethanol, bioplastik dan bioselulosa.
Dalam orasi ilmiah yang digelar di Auditorium Andi Hakim Nasoetion, Kampus IPB Darmaga, Kota Bogor, Khaswar mengatakan, mikroba lebih potensial untuk menghasilkan produk karena hanya membutuhkan waktu yang singkat untuk proses produksinya.
Menurutnya sebagaimana keterangan pers di laman Berita IPB yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), Ahad, kertas dapat dibuat dari semua bahan setengah jadi (pulp) yang mengandung selulosa. Namun demikian, selulosa kayu sampai saat ini masih mendominasi bahan utama yang digunakan untuk proses pembuatan kertas.
Baca Juga: Doa Bersama Menyambut Pilkada: Jateng Siap Sambut Pesta Demokrasi Damai!
“Riset kami yakni pulp selulosa mikrobial dari nata atau campurannya dengan pulp kayu telah terbukti bisa digunakan sebagai bahan pembuat kertas yang kuat dan ramah lingkungan. Kualitasnya (indeks tarik dan indeks sobek) berada di atas kualitas kertas dari pulp Acacia mangium, jerami, bagas, dan pulp abaka,” ujar Khaswar.
Selulosa mikrobial adalah alternatif pengganti kayu yang memiliki kelebihan tingkat kemurnian tinggi karena terbebas dari kandungan lignin, proses isolasi yang mudah, memiliki kristalinitas dan produktivitas selulosa yang tinggi serta memiliki warna yang cenderung bening atau putih (sehingga tidak perlu bahan pemutih).
“Daya serap airnya lebih rendah daripada kertas bungkus dan kertas dari batang pisang ambon. Sehingga kami simpulkan selulosa mikrobial ini dapat dijadikan alternatif dalam proses pembuatan kertas,” tambahnya.
Selain itu, Prof. Khaswar juga memaparkan, kebutuhan bahan bakar minyak bumi meningkat setiap tahunnya, oleh karenanya perlu dipikirkan alternatif lain berupa bahan bakar minyak yang bisa diperbaharui seperti bahan bakar nabati bioetanol.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Sore Hari Ini
Akan tetapi, lanjut Prof. Khaswar, harga bahan bakar nabati bioetanol yang masih lebih tinggi dibandingkan dengan harga BBM membuatnya saat ini belum kompetitif di pasaran.
Untuk itu, katanya, harus dilakukan pencarian bahan baku yang murah, mudah didapat, dan tersedia dalam jumlah berlimpah, pencarian strain mikroba unggul dengan produktivitas tinggi serta pengembangan teknologi proses yang lebih produktif dan efisien dalam menghasilkan bioetanol.
Bioplastik Ramah Lingkungan
Selain bioetanol, Prof. Khaswar pun memanfaatkan mikroba untuk produksi bioplastik. Penelitian plastik ramah lingkungan yang mutakhir adalah bioplastik nanofiber selulosa asetat dari selulosa tandan kosong kelapa sawit. Untuk membentuk bioplastik, selulosa tandan kosong kelapa sawit diasetilasi dengan asetat anhibrida untuk menghasilkan selulosa asetat. Selulosa asetat memiliki kualitas sangat baik dengan transparansi yang baik, kekuatan tarik tinggi, tahan panas, daya serap air rendah dan mudah terdegradasi secara alami sehingga cocok digunakan sebagai bahan bioplastik.
Baca Juga: Dr. Nurokhim Ajak Pemuda Bangkit untuk Pembebasan Al-Aqsa Lewat Game Online
“Karakteristiknya lebih baik dari PHA dan LDPE serta lebih mendekati kekuatan tarik PVC yaitu 20 Mpa. Aplikasinya bisa digunakan pada kemasan seperti plastik pembungkus sekali pakai langsung buang,” ujarnya.(T/R05/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan