Jakarta, 20 Sya’ban 1434/28 Juni 2013 (MINA) – Ketua Sekretariat ASFN (ASEAN Social Forestry Network/Jaringan Kerja Perhutanan Sosial ASEAN) Haryadi Himawan mengatakan bahwa program Perhutanan Sosial dengan Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD) dan Hutan Rakyat (HR), bisa mencegah pelanggaran-pelanggaran terhadap hutan.
“HKm, HD dan HR bisa meniadakan pelanggaran-pelanggaran terhadap hutan. Program ini bisa membuat yang awalnya ilegal menjadi legal,” kata Haryadi kepada wartawan Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj News Agency), Jumat (28/6) di Jakarta.
Indonesia memiliki skema Perhutanan Sosial yang seringkali menjadi ujung tombak pemberian akses kepada masyarakat dalam pengelolaan hutan lestari untuk masyarakat yang sejahtera, yaitu melalui HKm, HD dan HR.
Kunci Perhutanan Sosial Indonesia adalah pemberdayaan masyarakat yang hidup di sekitar atau di dalam hutan dan juga meningkatkan kesejahteraan mereka melalui pemberian akses, pemberian modal, dan pengakuan terhadap hak masyarakat atas hutan. Hal ini merupakan wujud dari semboyan “Hutan Lestari, Masyarakat Sejahtera” yang telah digaungkan bertahun-tahun lalu.
Baca Juga: Jawa Tengah Raih Penghargaan Kinerja Pemerintah Daerah 2024 untuk Pelayanan Publik
“Kita harus mengajarkan manusia agar tidak melakukan perbuatan ilegal terhadap hutan. Dan akhirnya masyarakat sekitar hutan mengerti, ketika mereka mendengar suara mesin pembalak hutan, mereka kejar. Sehingga para pembalak tidak berani,” tambah Haryadi yang juga merupakan Direktur Bina Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan RI.
Pada kesempatan yang sama, Bupati Solok Selatan Muzni Zakaria yang turut hadir dalam Konferensi ASFN ke-4 di Luang Prabang, Laos, pertengahan Juni lalu, menyampaikan beberapa dampak positif program-progam dari Perhutanan Sosial. Sudah ada 650 hektar Kawasan Hutan Berbasis Desa (Nagari) di Solok Selatan yang selama dua tahun berjalan dengan baik sekali.
“Ketika kita memelihara masyarakat di sekitar hutan, maka ilegal loging tidak berani lagi, saluran air untuk petani terjaga dan ada keterjaminan air. Sungai yang dulu bebas menggunakan bom dan listrik dalam menangkap ikan, kini bisa dimamfaatkan dengan baik untuk memelihara ikan,” ujar Muzni yang merupakan salah satu bupati yang berkomitmen untuk mengawal Kawasan Hutan Berbasis Desa.
Saat ini Muzni sudah mengusulkan 15.000 hektar hutan sebagai Kawasan Hutan Berbasis Desa. Sepulangnya dari Laos, dia kembali akan mengusulkan 14.000 hektar.
Baca Juga: Cuaca Jabodetabek Berawan Jumat Ini, Hujan Sebagian Wilayah
“Betapa pentingnya kita memberdayakan hutan bersama-sama. Pemerintah tidak akan bisa berhasil dengan bekerja sendiri. Pengawasan dan pengawalan kita serahkan kepada masyarakat (sekitar hutan),” kata bupati kedua dari Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat yang memisahkan diri dari Kabupaten Solok sejak 2004.
Sementara itu, Sagita yang merupakan wakil dari ASEAN mengakui bahwa kekuatan ASFN belum terlalu besar untuk mengatasi oknum-oknum yang bermain ilegal di daerah perhutanan.
“Tentu kita harus bersama-sama mengatasi hal itu,” kata Sagita.
ASFN dibentuk berdasarkan keputusan pertemua ASEAN Senior Official on Forestry 2005 untuk menunjang perkembangan Perhutanan Sosial di kawasan ASEAN. Anggotan ASFN terdiri dari 10 negara, yaitu Brunei Darssalam, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Philipina, Singapura, Thailand, Vietnam dan Indonesia. Indonesia menjadi Sekretariat ASFN. (L/P09/R2).
Baca Juga: Bedah Berita MINA, Peralihan Kekuasaan di Suriah, Apa pengaruhnya bagi Palestina?
Mi’raj News Agency (MINA).
Baca Juga: Jurnalis Antara Sampaikan Prospek Pembebasan Palestina di Tengah Konflik di Suriah