Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

PROPAGANDA SURIAH RENTAN TIMBULKAN KEBENCIAN

Admin - Kamis, 4 Juli 2013 - 13:30 WIB

Kamis, 4 Juli 2013 - 13:30 WIB

838 Views ㅤ

Jakarta, 24 Sya’ban 1434/3 Juli 2013 (MINA) – Konflik internal berdarah di Suriah membawa konsekwensi global karena arus deras informasi, termasuk ke Indonesia. Namun sayangnya, banyak media mainstream menebar propaganda konflik tersebut yang rentan menimbulkan kebencian sesama muslim. 

Dina Y. Sulaeman mengemukakan hal itu dalam Launching dan Bedah Buku “Prahara Suriah, Membongkar Persekongkolan Multinasional” di Jakarta, Rabu (3/7).

“Propaganda apalagi dengan rekayasan informasi rentan menumbuhkan kebencian sesama muslim, bukan lagi kepedulian sesama muslim,” ujar alumni Magister Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran itu.

Dina yang juga sedang menempuh program doktoral Hubungan Internasional, memaparkan temuannya, antara lain foto palsu BBC, yang diklaim sebagai korban kekejaman tentara Assad ternyata korban pembantaian di Irak.

Baca Juga: Pasangan Ridwan Kamil-Suswono dan Dharma-Kun tak jadi Gugat ke MK

Ada pula foto yang disebut pembantaian Houla, Suriah, korban penduduk sipil termasuk anak-anak dan wanita. Foto berupa seorang anak melompati tumpukan korban pembantaian yang sudah dibungkus kain kafan. Ternyata menurut pengambil fotonya sendiri, Marco Di Lauro langsung memprotes, bahwa foto itu adalah korban pembantaian di Irak tahun 2003.

Ia menambahkan, ada foto di jejaring sosial, disebutkan seorang anak tewas korban kekejaman rezim Assad, padahal foto aslinya adalah seorang anak tewas karena kecelakaan di Turki.

Foto anak-anak di Irak diklaim korban pembantaian Assad, sedangkan foto aslinya adalah korban pembantaian tentara AS di desa Abu Sif, Irak, 2006.

“Efeknya, beberapa kalangan umat muslim di Indonesia saling berseteru dan terpecah-belah. Islam agama yang penuh kasih sayang antarsesama, menjelma menjadi siap membunuh dengan alasan beda mazhab dan beda politik,” ujar penulis buku Obama Revealed, Realitas di Balik Pencitraan.

Baca Juga: Cuaca Jakarta Berpotensi Hujan Kamis Ini, Sebagian Berawan Tebal

“Api kebencian agaknya telah membutakan sebagian dari mereka sehingga tak bisa menangkap realitas bahwa mereka diadu domba Barat dengan propagandanya. Upaya propaganda ini sangat ampuh. Terbukti, efek kebencian itu menyebar luas bahkan hingga ke kampung-kampung di Indonesia yang jauhnya lebih dari 8.500 km dari Damaskus,” katanya.

Isu Sektarian

Dina Y. Sulaeman dalam penelitiannya mengungkapkan, konflik berdarah di Suriah tidak lepas dari upaya Israel memecah belah kekuatan Islam antara lain melalui isu sektarian syiah-sunni.

Ia memaparkan bukti berupa dokumen Oded Yinon yang diterbitkan Departemen Publisitas Organisasi Zionis Dunia pada Februari 1982, berisi rencana Israel memecah belah Timur Tengah berdasarkan etnis dan mazhab atau sekte.

Baca Juga: Workshop Kemandirian untuk Penyandang Disabilitas Dorong Ciptakan Peluang Usaha Mandiri

Oded Yinon menyebutkan, politik adu domba dan pecah-belah dimulai dari Lebanon, Irak, Mesir hingga Suriah. Suriah dirancang terpecah menjadi beberapa bagian sesuai dengan struktur etnis syiah dan sunni, untuk terus saling bermusuhan.

“Skema tersebut berhasil diterapkan di Irak melalui penggulingan Saddam Husein dengan alasan senjata pemusnah biologi. Kini pasukan Amerika Serikat dan sekutunya bercokol di sana,” ujarnya.

Menurutnya, dengan memecah-belah negara-negara yang dianggap keras terhadap Israel, maka akan mudah dikuasai, ditekan, dan diadu domba satu sama lain.

“Yang memprihatinkan justru ketika rencana pecah-belah Israel itu dijalankan, sebagian umat muslim di tempat lain justru sibuk saling berseteru,” katanya.

Baca Juga: Update Bencana Sukabumi:  Pemerintah Siapkan Pos Pengungsian

Menanggapi isu sektarian syiah-sunni, Agus Nizami, pengelola media islami mengatakan, sebenarnya sudah disepakati adanya kerukunan umat beragama dalam deklarasi Risalah Amman (The Amman Massage) tahun 2006 di Jordania.

Deklarasi yang dipelopori oleh Raja Jordanian, Abdullah II bin Al-Hussein dihadiri 200 ulama Islam dari 50 negara, dengan rujukan utama fatwa-fatwa ulama besar, seperti Syaikh Al-Azhar Ayatollah Sistani dan Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi.

Kesepakatan Risalah Amman antara lain adanya pengakuan dan kerukunan hidup antara mazhab sunni dan syi’ah, haram mengkafirkan sesama muslim, serta prasyarat fatwa obyektif yang mengatasnamakan Islam.

Kesepakatan secara aklamasi diakui oleh enam majelis ilmiah Islam internasional, dan dikuatkan oleh lebih dari 500 ulama internasional pada puncak Konferensi International Islamic Fiqh Academy di Jeddah, pada Juli 2006.

Baca Juga: PSSI Anggarkan Rp665 M untuk Program 2025

“Perlu dibuka kembali forum dialog bersama soal kerukunan itu. Nabi Muhammad sangat menganjurkan dialog, musyawarah, dan jalan damai seperti Piagam Madinah,” ujarnya.

Suasana kerukunan di Suriah sendiri menurut Wakil Duta Besar Suriah untuk Indonesia, Basham Al-Khateb selama ini sebenarnya cukup harmonis. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya para pejabat dan pelayan publik dari kalangan sunni. Tentara nasional Suriah juga mayoritas sunni.

“Hubungan antara pemeluk agama dan kelompok sebenarnya bukan pemicu konflik. Tapi memang ada pihak-pihak yang menginginkan Suriah menjadi lemah,” kata Al-Khateb.

Menurutnya, konflik berawal dari adanya sekelompok masyarakat didukung pihak-pihak dari luar Suriah, yang ingin menggulirkan isu demokrasi.

Baca Juga: Naik 6,5 Persen, UMP Jakarta 2025 Sebesar Rp5,3 Juta

Ia mengakui, memang di kalangan masyarakat Suriah ada beberapa kelompok yang tidak puas dengan kinerja pemerintah. Namun hal itu wajar terjadi di sebuah Negara, dan solusinya diselesaikan secara internal Suriah. (L/P04/R1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Bulog: Stok Beras Nasional Aman pada Natal dan Tahun Baru

Rekomendasi untuk Anda