Tasikmalaya, 17 Jumadil Awwal 1435/18 Maret 2014 (MINA) – Proses untuk mendapatkan sertifikasi halal di Tasikmalaya sangat mudah, sebelum mendapatkan lebel halal pada produk makanan, LPPOM MUI Jawa Barat terlebih dulu akan menyampaikan sosialiasi tentang hal itu, tutur pengusaha makanan Taqiyuddin saat ditemui Miraj Islamic News Agency (MINA).
“Maksimal dalam waktu tiga atau empat bulan, sertifikasi halal akan diturunkan dari LPPOM MUI Jawa Barat terhadap produknya, Deperindag Kabupaten akan datang mendaftarkan sertifikasi produk halal bagi perusahan makanan yang belum mendapatkan label halal, tutur Pengusaha Makanan, ” kata Taqiyuddin di kediamannya Singaparna, kemarin Senin (17/3).
Setelah mengisi formulir diajukan ke Deperindag Provinsi bekerjasama dengan LPPOM MUI Jawa Barat, sekitar 3 bulan mendapat panggilan dari LPPOM MUI, “ saat mengurus program sertifikasi halal gratis juga”, kata Taqiyuddin.
Baca Juga: BPJPH Tegaskan Kewajiban Sertifikasi Halal untuk Perlindungan Konsumen
Syarat mendapatkan sertifikasi halal harus memiliki surat keterangan Dinas kesehatan, kata Taqiyuddin, lanjutnya, setelah mendaftarkan baru dari tim survei membawa produk makanan untuk diteliti lab apakah layak untuk dipasarkan apa tidak.
“Kepercayaan konsumen terhadap produk kita yaaang aman untuk dikonsumsi akan meningkat jika sudah disertifikasi halal , sehigga omzet penjualan juga otomatis akaa nai, ” ujarnya
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI), sudah menerbitkan lebih 13.000 Sertifikat Halal untuk produk makanan, minuman, obat, dan kosmetik dengan biaya murah, kata Direktur LPPOM-MUI Lukmanul Hakim.
“Kami sudah memiliki skema untuk penentuan biaya sertifikasi halal. Biayanya relatif murah dibanding biaya sertifikasi mutu yang lain semisal ISO, HACCP, dan sebagainya,’’ ujar Lukmanul, seperti dilaporkan MUI diberitakan Mi’raj News (MINA), Senin.
Baca Juga: BPJPH Tekankan Kembali Wajib Halal Telah Berlaku
Dia menuturkan, biaya sertifikasi ditentukan berdasarkan beberapa kriteria, antara lain, golongan perusahaan (besar, menengah, kecil), jumlah produk, jumlah bahan, tingkat kekritisan bahan terhadap kehalalan produk, kemampuan sistem jaminan halal perusahaan dalam menjaga keberlangsungan kehalalan produk selama sertifikat halal berlaku.
Pembiayaan sertifikasi halal memberlakukan pembiayaan per jenis produk, bukan per kemasan produk, sehingga beban biaya sertifikasi halal setiap kemasan produk bisa jadi dibawah satu persen . Besarannya dari Rp 500 ribu sampai Rp 2 juta per jenis produk.
Direktur LPPOM MUI membenarkan, umumnya yang menganggap biaya sertifikasi mahal berasal dari kalangan IKM (industri kecil-menengah).
“Kami sudah memikirkan kesulitan pengusaha gurem atau kecil-menengah itu. Makanya, skema pembiayaan yang dibebankan ke perusahaan menganut sistem subsidi silang. Jadi, perusahaan besar turut memberi subsidi pembiayaan bagi perusahaan yang bergolong IKM atau PIRT (pelaku industri rumah tangga),” ungkap Lukman.
Baca Juga: UMK Wajib Sertifikasi Halal 17 Oktober 2026: Bagaimana dengan Produk Luar Negeri?
bahkan, ia menambahkan, untuk kasus tertentu, IKM atau PIRT diberikan gratis pembiayaan sertifikasi halal. Dalam hal ini, LPPOM MUI mengajak peran pemerintah. “Selama ini kami sudah bekerjasama dengan beberapa kementerian seperti kementerian agama, perindustrian, UKM, perdagangan, dalam sertifikasi halal bagi IKM”, papar Lukman.
Kusnadi, pengusaha ayam organik herbal-halal “Hefchick”, mengakui keluhan biaya sertifikasi biasanya dirasa oleh UKM. “Anggapan mahal juga dikemukakan perusahaan yang belum pernah melakukan kegiatan sertifikasi yang memerlukan kegiatan auditing,” kata Sarjana Teknologi Industri Pertanian, alumnus Fakultas Teknologi Pertanian IPB ini.
Ia menambahkan, kalau perusahaan yang pernah mengurus sertifikat organik misalnya, akan tahu biaya sertifikasi halal LPPOM MUI sangat rasional bahkan murah. “Berlaku dua tahun, dan nggak peduli berapa banyak produk yang kita keluarkan. Murah kok”, tandas Kusnadi.(L/P012/EO2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: BPJPH, MUI, dan Komite Fatwa Sepakati Solusi Masalah Nama Produk Halal