Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Puasa dan Empat Sifat Mulia

Bahron Ansori - Selasa, 27 April 2021 - 13:09 WIB

Selasa, 27 April 2021 - 13:09 WIB

139 Views

Oleh Bahron Ansori, wartawan MINA

Syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan seluruh kekuatan berupa semangat, dan kekuatan fisik bagi setiap muslim untuk bisa menjalani ibadah Ramadhan. Bersyukur kepada Allah Ta’ala, sebab sampai hari ini kita masih diberikan kesempatan emas untuk menjadi hamba pilihan-Nya yang diizinkan untuk merasakan bagaimana indahnya dan bahagianya berbuka puasa.­­ Tentu semua itu adalah kenikmatan yang tak terkira rasanya.

Seperti diketahui, Ramadhan adalah bulan mulia, yang memiliki malam mulia, dan dikerjakan oleh orang-orang yang mulia (orang beriman). Sementara puasa itu sendiri adalah sumber dari segala kebaikan. Karena itu, orang yang berpuasa dan selepas ditinggal bulan suci Ramadhan, hendaknya mempunyai empat sifat mulia. Empat sifat mulia itu seperti yang akan dibahas berikut ini.

Dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab musnadnya Juz 7 halaman 53 Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

Baca Juga: Aksi Kebaikan, Dompet Dhuafa Lampung Tebar 1445 Makanan Berbuka dan Takjil

حُرِّمَ عَلَى النَّارِ كُلُّ هَيِّنٍ لَيِّنٍ سَهْلٍ قَرِيبٍ مِنَ النَّاسِ

Artinya: “Diharamkan atas api neraka, setiap orang yang rendah hati, lemah lembut, mudah, serta dekat dengan manusia.” (HR. Ahmad).

Empat sifat mulia di atas itulah sejatinya yang tumbuh subur dalam diri orang yang berpuasa karena imanan wah tisaban. Bukan sebaliknya.

Pertama, orang yang rendah hati (Hayyin). Kelompok pertama ini adalah orang yang tidak masuk neraka karena dia rendah hati, tidak sombong, dan tidak meremehkan orang lain. Menurut Abu Hatim dalam kitab Raudlatul Uqala’ wa Nuzhatul Fudlala’, wajib bagi orang yang berakal untuk rendah hati (tawadhu’) dan menjauhi sikap sombong terhadap orang lain.

Bahkan, dalam sabdanya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

Baca Juga: Masjid Sekayu Semarang Cikal Bakal Pembangunan Masjid Agung Demak

وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ

Artinya: “Tiada orang yang rendah hati karena Allah kecuali Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR Ahmad).

Inilah janji Nabiyullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bagi orang yang selalu rendah hati karena Allah semata. Allah akan mengangkat derajat dan posisinya.

Tentu jauh beda dengan orang-orang yang sombong karena menganggap dirinya selalu lebih baik dalam segala hal dari semua orang. Padahal, jika ia sadar, orang yang sombong itu tidak akan dapat merasakan surga Allah ‘azza wa jalla. Sebagaimana Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ

Artinya: “Tidak akan masuk surga seseorang yang di hatinya terdapat seberat biji kesombongan.” (HR. Muslim, juz 1)

Baca Juga: Berkah Ramadhan, Wahdah Tebar Paket Sembako

Apa yang menyebabkan orang sombong tidak masuk surga? Syeikh Abdul Aziz mengatakan dalam kitabnya, ‘Mawaridu Dham’an li Durusiz Zaman’ juz 2 bahwa orang yang sombong itu akhlaknya jauh dari akhlak orang beriman. Karena kesombongannya dia selalu membenci orang beriman, dan beberapa sifat tercela lainnya selalu saja ia tebar.

Orang yang sombong itu selalu menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ، وَغَمْطُ النَّاسِ

Artinya: “Sombong itu menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.”  (HR Muslim).

Agar terhindar dari kesombongan, selalu ingatlah kematian. Agar selalu mengingat akhirat, Khalifah Umar bin Khattab mengukir cincinnya dengan kalimat, ‘Cukuplah mati sebagai penasehat wahai Umar.’

Baca Juga: Riska Gelar Anjangsana Sosial di Rumah Belajar Merah Putih Cilincing

Sementara Umar bin Abdul Aziz untuk mengikis kesombongan, ia selalu menyisihkan hartanya setiap hari satu dirham untuk memberi makan kepada umat Islam yang membutuhkan dan makan bersama mereka.

Pertanyaannya, lalu dengan cara apa kita mengikis diri agar tidak sombong wahai sahabat?

Kedua, orang yang lemah lembut dan santun (layyin), baik dalam ucapan maupun perbuatan. Menurut Imam At-Thabari dalam kitabnya Tafsir At-Thabari juz 6, ia mengatakan, sifat lemah lembut dan kasih sayang merupakan rahmat dari Allah SWT untuk umat manusia. Sebagaimana firman-Nya,

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ

Artinya: “Dengan rahmat dari Allah SWT engkau (Nabi Muhammad) lemah lembut terhadap umat, seandainya engkau kaku dan keras hati niscaya umat akan menyingkir darimu.” (Qs. Ali Imran: 159):

Baca Juga: Masjid Jami’ Aulia Pekalongan Usianya Hampir Empat Abad

Imam At-Thabari menjelaskan bahwa dengan rahmat dan kasih sayang Allah terhadap Nabi dan umatnya, Rasulullah menjadi pribadi yang penuh kasih sayang, mudah, dan penuh dengan kebaikan. Nabi selalu menahan diri dari kaum yang menyakitinya, mengampuni orang yang berdosa, dan bersikap lunak terhadap umatnya. Seandainya Nabi bersikap keras dan kaku, tentu umat akan meninggalkan Nabi. Namun Allah memberikan rahmat-Nya kepada Nabi dan umatnya, sehingga dengan rahmat Allah, Nabi mengasihi terhadap umatnya.

Sikap lemah lembut dan kasih sayang merupakan prinsip dan pokok dari sebuah kebaikan. Orang yang tidak memiliki sikap lemah lembut dan kasih sayang, ia akan terhalang untuk melakukan kebaikan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,  Imam Muslim dalam:

مَنْ يُحْرَمِ الرِّفْقَ، يُحْرَمِ الْخَيْرَ

Artinya: “Barangsiapa tiada memiliki kelembutan, baginya tiada kebaikan.” (HR. Muslim, Kitab Shahih Muslim juz 4 hlm 2003).

Artinya, siapapun orangnya, selama ia tidak memiliki sikap lemah lembut dan kasih sayang, maka dia akan terhalang dari segala kebaikan. Sebab kebaikan tidak mungkin dilakukan kecuali dengan sifat lembut dan kasih sayang.

Baca Juga: Ini Lima Hikmah Puasa Ramadhan Sebagai Pendidikan Ruhiyah

Dalam sabdanya yang lain, dari Aisyah ra. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

  إِنَّالرِّفْقَ لاَيَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَ عُ مِنْ شَيءٍ إِلاَّ شَانَهُ

Artinya: “Sungguh, segala sesuatu yang dihiasi kelembutan akan nampak indah. Sebaliknya, tanpa kelembutan segala sesuatu akan nampak jelek.” (HR. Muslim dalam kitab Shahihnya no. 2594).

Ketiga, orang yang mudah (sahlun), tidak sulit, ringan baginya memberikan bantuan terhadap orang lain, baik dengan tenaga, pikiran, maupun harta.

Orang yang ringan membantu saudaranya diharamkan masuk neraka? Karena orang mau memudahkan dan membantu kesulitan orang lain, akan diberikan kemudahan oleh Allah Ta’ala, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Baca Juga: Tujuh Pesohor Non-Muslim Ini Pandai Baca Al-Quran, bahkan Hafal Sebagian Suratnya

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

قَالَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، نَفَّسَ اللّٰهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ، يَسَّرَ اللّٰهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا، سَتَرَهُ اللّٰهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللّٰهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

Artinya: “Barangsiapa menghilangkan kesusahan dari orang mukmin, Allah akan menghilangkan kesusahannya di hari kiamat. Barangsiapa membantu orang yang kesulitan, Allah akan memudahkannya urusannya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi aib orang muslim, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan selalu melindungi hambanya selama hambanya menolong saudaranya. (HR Muslim dalam kitab Shahih Muslim Juz 4 halaman 2074).

Keempat, akrab, dekat, mengeluarga, pandai berkomunikasi, menyenangkan, dan murah senyum (qarib). Selalu menebar salam jika bertemu dengan orang lain. Banyak ajaran Islam yang mengajarkan agar manusia saling akrab, dekat, dan mengeluarga. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Artinya: “Tidak sempurna iman dari kalian hingga kalian mencintai apa-apa bagi saudaranya sebagaimana ia mencintai apa-apa bagi diri sendiri. (HR Bukhari dalam Kitab Shahih al-Bukhari, Juz 1 hlm 12:).

Baca Juga: Ramadhan Sebagai Bulan Transformasi (Bagian 3)

Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa puasa Ramadhan yang sedang dijalani oleh kaum muslimin di bulan mulia ini, sepantasnya bisa melahirkan empat sifat mulia di atas; hayyin, layyin, sahlun dan qarib. Bukan sebaliknya, wallahua’lam. (A/RS3/RS2)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

 

Baca Juga: Dompet Dhuafa Lampung Berbagi Ratusan Paket Makanan

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Ramadhan 1445 H
Feature
Kolom
Ramadhan 1445 H