PUASA Ramadhan adalah salah satu ibadah utama yang mengajarkan banyak nilai-nilai luhur kepada umat Islam, salah satunya adalah kesederhanaan.
Ketika menjalankan puasa dan menjelang waktu berbuka, seseorang biasanya ingin memakan hal-hal yang disuka. Terkadang ia membeli banyak makanan dan muniman yang akan dikonsumsi ketika berbuka nanti.
Namun, ketika waktu berbuka tiba, dengan seteguk air dan beberapa butir kurma, lenyap sudah rasa lapar dan dahaga. Ini menjadi pengingat betapa sebenarnya kebutuhan manusia itu sederhana, hanya seteguk air dan beberapa buah saja.
Setiap hari, kita diingatkan bahwa kebutuhan manusia itu tidaklah sebesar keinginannya. Hanya dengan sedikit makanan dan minuman, tubuh kembali bertenaga.
Baca Juga: Malam ke-29 Ramadhan, 100.000 Jamaah Shalat Tarawih di Masjidil Aqsa
Hal itu menjadi pelajaran penting untuk tidak berlebihan dalam memenuhi keinginan duniawi. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
…، وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ (الاسرآء [١٧]: ٣١)
“Dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf [17]: 31)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa kesederhanaan bukan hanya soal materi, tetapi juga sikap hidup yang tidak melampaui batas kebutuhan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan utama dalam menerapkan kesederhanaan. Beliau bersabda:
مَا مَلَأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ، بِحَسْبِ ابْنِ آدَمَ أُكُلَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ، فَإِنْ كَانَ لَا مَحَالَةَ، فَثُلُثٌ لِطَعَامِهِ، وَثُلُثٌ لِشَرَابِهِ، وَثُلُثٌ لِنَفَسِهِ (رواه الترمذى)
“Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap makanan untuk menegakkan punggungnya. Jika ia harus melebihinya, maka sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya, dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Hadits ini memberikan panduan praktis bagi kita untuk menjalani kehidupan yang sederhana, terutama dalam hal konsumsi makanan.
Baca Juga: Khutbah Idul Fitri: Mengokohkan Ukhuwah, Meneguhkan Dukungan untuk Pembebasan Al-Aqsa
Kesederhanaan Ulama
Para ulama terdahulu juga dikenal dengan gaya hidup mereka yang sederhana. Sebagai contoh, Imam Abu Hanifah, meskipun seorang pedagang sukses, dikenal sangat hemat dan tidak pernah hidup bermewah-mewahan.
Imam Malik, dengan segala kedudukannya, tetap menunjukkan kesederhanaan dalam berpakaian dan makan.
Imam Hasan Al-Bashri pernah berkata,
Baca Juga: Khutbah Idul Fitri: Kembali pada Fitrah Kesucian
إِنَّ الْبَسَاطَةَ فِي الْحَيَاةِ جُزْءٌ مِنْ عَلَامَاتِ الْمَحَبَّةِ لِلْآخِرَةِ
“Kesederhanaan dalam hidup adalah salah satu bagian dari tanda cinta kepada akhirat.”
Kehidupan para ulama ini menjadi inspirasi bagi umat Islam untuk tidak terjebak dalam hawa nafsu duniawi.
Kesederhanaan sebagai Jalan Hidup
Baca Juga: Khutbah Idul Fitri: Dengan Spirit Ramadhan, Kita Wujudkan Syariat Al-Jama’ah
Puasa Ramadhan mengajarkan kita untuk menahan diri, memahami keterbatasan, dan mensyukuri nikmat yang sedikit.
Kesederhanaan bukan hanya pilihan, tetapi jalan hidup yang mendekatkan kita kepada Allah. Dengan memahami bahwa kebutuhan kita sebenarnya terbatas, kita belajar untuk hidup lebih bijaksana dan bersyukur.
Melatih diri untuk hidup sederhana membutuhkan kesadaran, niat, dan praktik berkelanjutan. Berikut beberapa langkah yang dapat membantu:
Belajar dari Teladan Nabi Muhammad ﷺ. Rasulullah ﷺ menjalani hidup dengan sangat sederhana meskipun memiliki banyak kesempatan untuk hidup mewah. Beliau mengajarkan bahwa kekayaan sejati adalah hati yang merasa cukup.
Baca Juga: Komunitas Muslim Indonesia di Jepang Berbagi Kasih di Bulan Ramadhan
Amalkan Nilai-nilai Spiritual. Kesederhanaan adalah bagian dari ajaran agama. Ingat bahwa dunia adalah sementara, dan tujuan utama adalah kehidupan akhirat. Perbanyak ibadah, seperti shalat, doa, dan membaca Al-Qur’an, untuk memperkuat cinta kepada Allah dan akhirat.
Latih Pengendalian Diri. Biasakan untuk menunda keinginan yang tidak mendesak. Pikirkan apakah suatu barang benar-benar diperlukan sebelum membelinya.
Pahami Makna Kesederhanaan. Kesederhanaan bukan berarti kekurangan, tetapi hidup sesuai kebutuhan dan menjauhi sikap berlebih-lebihan. Fokuskan pada kualitas hidup, bukan kuantitas harta.
Tentukan Prioritas. Identifikasi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan pendidikan. Hindari membeli barang atau melakukan sesuatu hanya untuk mengikuti tren atau memenuhi ekspektasi orang lain.
Baca Juga: Kemenag Rukyatul Hilal Sabtu, 29 Maret: Bukan Sekedar Melihat, Tapi Soal Pembuktian
Melatih Rasa Syukur dengan menghargai apa yang sudah dimiliki. Syukur akan membuat hati merasa cukup, sehingga tidak tergoda untuk bergaya hidup berlebihan.
Kelola Keuangan dengan Bijak. Buat anggaran dan catat pengeluaran agar tahu ke mana uang digunakan. Sisihkan sebagian rezeki untuk ditabung atau beramal, bukan untuk konsumsi yang tidak perlu.
Jauhi Perbandingan Sosial. Hindari membandingkan diri dengan orang lain, terutama melalui media sosial yang sering menampilkan gaya hidup mewah. Fokus pada kebahagiaan diri sendiri, bukan pada pengakuan dari orang lain.
Hargai Hal Sederhana dalam Hidup. Temukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil, seperti waktu bersama keluarga, kesehatan, dan ketenangan.
Baca Juga: Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 1446 Senin, 31 Maret
Berkumpul dengan Orang yang Hidup Sederhana. Lingkungan memengaruhi cara hidup. Bertemanlah dengan orang-orang yang mempraktikkan kesederhanaan agar dapat saling menginspirasi.
Mari kita jadikan Ramadhan ini sebagai momentum untuk melatih diri dalam kesederhanaan, tidak hanya selama bulan suci ini, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari di luar Ramadhan. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Memburu Datangnya Lailatul Qadar