Oleh: Faruq Hamdi, Staf Komisi Dakwah MUI Pusat dan Sekretaris Lembaga Bahstul Masail PWNU DKI Jakarta
Terdapat tiga komponen penting pada diri manusia, yakni hati, akal, dan lisan. Tiga komponen ini akan baik jika dirawat dengan baik. Sebaliknya, ketika tidak dirawat, tentu akan menimbulkan malapetaka dan bencana, baik bagi diri maupun orang lain. Karena itu, setiap manusia penting untuk menjaga ketiganya dari penyakit berbahaya.
Penyakit hati adalah menganggap rendah orang lain (takabbur), merasa dirinya adalah yang terbaik (‘ujub), riya, pelit (bakhil) hasud, dan lain sebagainya. Penyakit lisan adalah berdusta, berkata kotor, menipu, mengejek, menghina, menggunjing, bersilat lidah, bertengkar, berdebat secara berlebihan, dan lain sebagainya.
Sedangkan penyakit kecerdasan akal adalah percaya diri berlebihan sehingga suka meremehkan, kesombongan intelektual yang menghilangkan akhlaq al-karimah, merasa superior dan berkualitas padahal lemah dan tidak mempunyai apa-apa, dan lain sebagainya.
Baca Juga: Keutamaan Al-Aqsa dalam Islam, Sebuah Tinjauan Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadis
Setelah bertaubat, obat ampuh untuk mengatasi penyakit hati, lisan, dan akal adalah puasa dan Al-Quran. Untuk itu, datangnya bulan Ramadhan sudah semestinya menjadi momentum untuk menyucikan diri dari segala penyakit.
Orang beriman senantiasa merindukan datangnya Ramadhan. “Ya Allah sampaikan kami pada bulan Ramadhan,” demikian doa yang dipanjatkan. Puasa merupakan ibadah intim seorang hamba kepada Sang Pencipta. Puasa juga merupakan ibadah tertua dalam peradaban manusia, yakni sejak Nabi Adam ‘AlaihisSallam sampai Nabi Muhammad Shalallahu Alaihissallam.
Tujuan inti puasa adalah menggapai ketakwaan. Puasa menjadi sarana menyucikan hati dan jiwa agar taat kepada perintah-Nya, sekaligus mengobati dan menjadi terapi kesehatan manusia. Ramadhan merupakan bulan pendidikan rohani yang melatih keuletan, kejujuran, kesabaran serta menjadi pakem menahan gejolak nafsu yang mendorong hamba melakukan dosa dan kesalahan.
Imam Abdurrahman al-Shafury dalam kitab ‘Nuzhah al-Majalis wa Muntakhab al-Nafais’ menjelaskan, kata Ramadhan terdiri dari lima kata, yakni: ra (ridwanullah) berarti keridhaan Allah, mim (maghfirah) berarti ampunan-Nya, dhad (dhimanullah) berarti jaminan keamanan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, alif (ulfah) berarti kelembutan, dan nun (nawalullah) berarti pemberian dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Baca Juga: Selamatkan Palestina sebagai Tanggung Jawab Kemanusiaan Global
Terdapat banyak penjelasan dari Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihissallam terkait keutamaan bulan Ramadhan. Salah satunya yang meriwayatkan bahwa Rasululah mengisi Ramadhan dengan memperbanyak membaca Al-Quran, memahami dan merenungi kandungannya, serta mengamalkannya.
Man qara’a harfan min kitaabillah fa lahu bihi hasanatun, wal hasanatu bi’asyri amtsaalihaa. Laa aquulu alif lam mim harfun, wa lakin alifun harfun, laamun harfun, wa miimun harfun.
“Siapa saja yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif lam mim itu satu huruf, tapi alif itu satu huruf, lam itu satu huruf, dan mim itu satu huruf.”
Dalam riwayat lain, Rasulullah Muhammad Shalallahu Alaihissallam bersabda: Kullu ‘amalibni Adama yudha’afu ‘asyrul hasanati ila dhi’fi sab’imiati amtsaalihaa. Qaala Allahu ‘Azza wa Jalla: Illaa ash-Shauma, fa innahu liii wa Ana Ajzi bihi. Yada’u syahwatahu wa tha’aamahu min ajlii. Lis-shaaimi farhataani, farhatun ‘inda fithrihi wa farhatun ‘inda liqaai rabbihi. Wa lakhuluufu fiihi athyabu ‘indallahi min riihil miski.
Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan manusia akan dilipat-gandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan ia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika ia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari pada bau minyak kasturi.”
Terkait anjuran untuk merenungkan kandungan Al-Quran, Rasulullah Shalallahu Alaihissallam bersabda: rubba taalin lil quraani, wal quraanu yal’anuhu.”Banyak orang yang membaca Al-Quran, tapi Al-Quran justru melaknatnya.”
Sambut Ramadhan, pesan hadits di atas seyogyanya direnungkan sebagai modal membangun karakter (character building) dan merevolusi mental. Ramadhan menjadi momentum mempraktikan nilai-nilai ideal dalam realitas kehidupan hingga tidak tercipta kesenjangan.
Memahami pentingnya kejujuran dengan tidak berbuat curang dan penipuan. Memahami keadilan penguasa dengan tidak korup dan mengeksploitasi alam. Mendakwahkan ayat-ayat Tuhan tanpa mencampurinya dengan syahwat politik kekuasaan.
Baca Juga: Bantuan Pangan untuk Palestina
Ketika seseorang menghendaki hati, lisan dan kecerdasan akalnya memiliki pancaran cahaya yang menyelamatkan, tentunya Al-Quran adalah pedoman dan pusaka yang paling ampuh. Sedangkan untuk merawat kesucian hati, lisan, dan kecerdasan akal, puasa adalah kunci utamanya.
Marhaban ya Ramadhan. Wallahu a’lam.
(R01/P1)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari
*Artikel tausyiah ini diambil dari laman resmi Kementerian Agama Republik Indonesia