Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Puasa Sebagai Perisai Kemaksiatan

Ali Farkhan Tsani - Selasa, 14 Juni 2016 - 07:53 WIB

Selasa, 14 Juni 2016 - 07:53 WIB

536 Views

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Kantor Berita Islam MINA (Mi’raj Islamic News Agency)

Di dalam penggalan sebuah hadits Qudsi disebutkan:

وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ ، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ ، فَلَا يَرْفُثْ يَوْمَئِذٍ وَلَا يَسْخَبْ ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ ، فَلْيَقُلْ : إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ

Artinya: “Puasa itu adalah perisai. Maka, apabila seseorang sedang berpuasa, maka janganlah ia berkata kotor pada hari itu dan jangan pula bertengkar. Apabila ia dimaki oleh orang lain dan diajak berkelahi, hendaklah ia berkata ‘aku sedang berpuasa’.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pada hadits ini disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyebutkan ibadah puasa, terutamanya puasa Ramadhan, itu sebagai  “junnah” artinya perisai atau pelindung. Yakni perisai bagi yang melakukannya dari melakukan dosa dan maksiat. Dan pada akhirnya puasanya itu menjadi perisai bagi dirinya dari siksaan neraka.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta

Karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjelaskan bahwa orang yang sedang berpuasa tidak pantas berkata-kata kotor dan bertengkar. Justru dengan ibadah puasa yang dilakukannya itu seharusnya menjadi perisai bagi dirinya untuk tidak mengerjakan maksiat dan hal-hal yang diharamkan Allah.

Puasa yang dilakukannya semestinya menjadi perisai bagi dirinya untuk tidak mengikuti hawa nafsunya.

Maka, jika ada yang mengajaknya untuk melakukan perbuatan dosa, maksiat atau berseteru, maka ia harus selalu mengingatkan dirinya bahwa ia sedang berpuasa sehingga ia terhindar dari melakukan perbuatan dosa itu.

Jika puasanya itu tidak dapat menjadi perisai bagi dirinya dari melakukan perbuatan dosa dan maksiat, maka puasanya itu tidak akan nilainya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana diingatkan di dalam hadits:

Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ ، فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Artinya: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan ucapan dusta dan melakukan itu, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya).” (H.R. Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Jika puasa seseorang sudah dapat menjadi perisai baginya dari melakukan perbuatan dosa dan maksiat, maka itu berarti puasanya sudah menjadi perisai baginya dari siksaan neraka pada hari kiamat nanti. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits:

الصَّوْمُ جُنَّةٌ مِنَ النَّارِ كَجُنَّةِ أَحَدِكُمْ مِنَ الْقِتَالِ

Artinya: “Puasa itu adalah perisai dari neraka seperti perisai salah seorang dari kalian ketika ingin berlindung dari pembunuhan.” (H.R. Ahmad dan An-Nasa`i dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu).

Sehubungan denbgan hadits ini, Ibnu al-‘Arabi menjelaskan bahwa puasa itu menjadi perisai dari siksaan neraka, karena dengan puasa itu dapat menahan diri dari hawa nafsu, dan jalan neraka itu dipenuhi dengan hawa nafsu.

Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia

Ibnu Hajar juga mengatakan bahwa jika seseorang yang berpuasa telah menahan dirinya dari mengikuti hawa nafsunya di dunia ini, maka itu akan menjadi pelindung baginya dari siksaan neraka di akhirat nanti.

Di dalam hadits itu juga menunjukkan bahwa orang yang sedang berpuasa itu, apabila diajak untuk bertengkar atau ada yang mencelanya, maka ia bersabar dan melihat dirinya sedang berpuasa. Manfaatnya yaitu bahwa ia dengan menyebut, “Ketahuilah bahwa aku bukannya tidak mampu membalas apa yang engkau katakan, tapi sesungguhnya aku sedang berpuasa. Aku menghormati puasaku dan menjaga kesempurnaannya, serta perintah Allah dan Rasul-Nya. Dan ketahuilah bahwa puasa mengajakku untuk tidak membalas semua itu dan memerintahkanku untuk bersabar”.

Lantas, bukan pula lalu mendendam dalam batinnya, “Ya sabar saya sedang berpuasa, tunggu nanti kalau sudah berbuka, atau nanti menunggu lebaran”.

Lho, berarti ya tidak ada pengaruhnya puasanya dalam dirinya. Justru dampak dari puasa adalah adanya daya tahan mengendalikan diri baik ketika sedang berpuasa ataupun sesudahnya. Malam hari justru digunakan untuk menambah amal kebaikan seperti shalat malam (tarawih), bertadarus Al-Quran dan lainnya. Lebaran juga digunakan untuk saling bermaafan, bukan untuk membalas dendam.

Baca Juga: [Hadits Al-Arbain ke-24] Tentang Haramnya Berbuat Zalim

Semoga puasa Ramadhan kita memang benar-benar dapat menjadi perisai bagi kita sari perbuatan dosa, maksiat dan perilaku buruk lainnya. Serta kelak menjadi perisai kita dari siksa api neraka. Aamiin. (P4/P001)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Keutamaan Menulis: Perspektif Ilmiah dan Syari

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Tausiyah
Ramadhan 1445 H
Feature
Kolom
Indonesia
MINA Preneur
Sosok
Kolom