BANDUNG, kota yang dikenal dengan julukan Paris van Java, tidak hanya menyimpan pesona alam dan budaya, tapi juga menjadi saksi hidup peradaban Islam yang tumbuh subur di tanah Pasundan. Di tengah denyut urban dan hiruk pikuk modernitas, berdirilah sebuah bangunan megah dan sarat makna: Pusdai Jabar (Pusat Dakwah Islam Jawa Barat). Bagi warga Bandung dan umat Islam Jawa Barat, nama Pusdai sudah melekat sebagai ikon spiritualitas dan pusat penyebaran nilai-nilai Islam yang moderat, merangkul, dan membebaskan.
Pusdai bukan sekadar bangunan masjid dengan arsitektur menawan. Ia adalah hasil dari cita-cita besar umat dan pemerintah Jawa Barat yang sejak 1978 telah memimpikan hadirnya Islamic Centre yang memayungi dakwah Islam secara sistematis dan berkelanjutan. Butuh waktu panjang—dari pembebasan lahan sampai pembangunan fisik—hingga akhirnya pada 2 Desember 1997, Pusdai diresmikan sebagai Islamic Centre pertama di Jawa Barat yang dicita-citakan. Meski pembangunannya selesai lebih lambat dibanding kota lain, inspirasi berdirinya Islamic Centre di Indonesia sejatinya berasal dari gagasan Pusdai.
Berada di Jalan Diponegoro 63 Bandung, hanya sepelemparan batu dari Gedung Sate dan Lapangan Gasibu, kompleks Pusdai membentang megah di atas lahan 4,5 hektar. Tak hanya menjadi pusat ibadah, Pusdai mengemban amanah sebagai pusat dakwah, pendidikan, pengembangan kajian Islam, pelayanan sosial dan bahkan basis pergerakan umat.
Daya tarik utama Pusdai memang terletak pada masjidnya yang unik. Arsitek Slamet Wirasonjaya—guru besar ITB—merancang masjid ini dengan filosofi kuat: menyatukan elemen tradisional dan modern dalam satu harmoni Islami. Kubah masjid dari kayu, motif kaligrafi yang menyatu dengan batu marmer, serta struktur limasan khas Indonesia menjadikan masjid ini bukan hanya tempat ibadah, tapi juga karya seni dan spiritualitas yang menginspirasi. Dengan kapasitas mencapai 4.600 jamaah, masjid Pusdai menjadi salah satu pusat kerohanian terbesar di Kota Bandung.
Baca Juga: Museum Al-Qur’an Al-Akbar Palembang: Wisata Religi Ikonik di Sumatera Selatan
Lebih dari itu, Pusdai dilengkapi fasilitas edukatif dan sosial seperti ruang seminar besar dan kecil, perpustakaan, galeri, lembaga bahasa, kantin, ruang multimedia, bahkan gedung serba guna Bale Asri yang bisa menampung hingga 2.000 orang. Tak ketinggalan Galeri Mushaf Sundawi—salah satu kekayaan budaya Islam lokal yang menampilkan Al-Qur’an dengan motif Sunda—menjadi simbol bagaimana Pusdai memadukan Islam dengan kearifan budaya lokal secara harmonis.
Kegiatan yang bergulir pun beragam: mulai dari kuliah dhuha, kajian tafsir, pelatihan bahasa asing, diskusi keumatan, hingga seminar kebangsaan. Semua dirancang sebagai upaya menghidupkan dakwah bil hikmah yang inklusif. Pusdai adalah ruang tumbuhnya ukhuwah. Di sinilah para ulama, aktivis, akademisi, dan umat bertemu; menyatu dalam semangat Islam yang mencerahkan dan membebaskan dari sekat-sekat perpecahan.
Dari Pusdai untuk Al-Aqsha: Menyatukan Barisan, Menjemput Kemenangan
Kini, ketika umat Islam dunia kembali disatukan oleh luka yang sama—yaitu penderitaan bangsa Palestina dan pencemaran kehormatan Masjid Al-Aqsha—Pusdai Jabar berdiri tegak sebagai pelopor penyatuan langkah. Dalam semangat itu, Pusdai menjadi tuan rumah acara Tabligh Akbar tanggal Ahad, 22 Juni 2025 bertema monumental: “Menjalin Ikatan Ukhuwah Islamiyah dalam Membangun Kesatuan Umat demi Terwujudnya Pembebasan Masjid Al-Aqsha”.
Baca Juga: Dari Mimbar Jakarta, Serukan Solidaritas Gaza
Tabligh Akbar ini bukan sekadar acara seremonial. Ia adalah gerakan kesadaran kolektif, panggilan ruhani dan moral untuk bangkit bersama demi pembebasan tempat suci ketiga umat Islam. Dalam tabligh akbar ini, umat dari berbagai ormas, komunitas, pesantren, dan generasi muda akan berkumpul, bukan hanya untuk mendengar ceramah, tapi untuk meneguhkan ikatan ukhuwah, merapatkan barisan, dan membangun visi bersama menuju kebangkitan Islam global.
Pusdai menjadi tempat yang sangat tepat untuk menggelar momentum besar ini. Sebab sejak awal, Pusdai bukan milik satu golongan, tetapi rumah besar bagi semua elemen umat. Arsitektur batinnya dibangun dari semangat persatuan. Maka tabligh akbar ini adalah buah dari pohon ukhuwah yang telah ditanam sejak Pusdai berdiri. Dari ruang-ruangnya yang teduh, gema takbir dan doa akan membubung, menyentuh langit Bandung, dan menembus langit Al-Quds.
Pembebasan Al-Aqsha tidak akan pernah bisa dicapai dengan umat yang tercerai-berai. Ia hanya mungkin diwujudkan oleh umat yang satu hati, satu langkah, dan satu visi. Dan ukhuwah adalah syarat utama. Tabligh akbar di Pusdai adalah upaya konkret menyalakan kembali bara ukhuwah itu. Bukan retorika, tapi gerakan nyata. Karena Al-Aqsha tidak hanya butuh solidaritas, tetapi strategi dan kesatuan.
Dari Pusdai, kita tidak hanya bicara tentang keindahan masjid, melainkan tentang peradaban. Kita tidak hanya menyusun program, tapi merancang masa depan umat. Kita tidak hanya mengadakan tabligh akbar, tetapi merancang langkah-langkah strategis demi Islam yang bermartabat dan membebaskan. Karena hakikat ukhuwah bukan hanya saling menyapa, tetapi saling membela dan memperjuangkan. Dan Masjid Al-Aqsha adalah panggilan teragung dari ukhuwah itu.
Baca Juga: Anak-anak Dibantai, Dunia Diam: Israel Tertawa
Maka, mari hadir di Pusdai. Jadilah bagian dari barisan umat yang bersatu. Bukan untuk sekadar berkumpul, tapi untuk menyatu. Bukan hanya untuk mendengar, tapi untuk bergerak. Dari Pusdai, dari Bandung, dari tanah Pasundan, kita kobarkan semangat ukhuwah Islamiyah. Demi satu tujuan besar: kebebasan Al-Aqsha dan kembalinya izzah umat Islam di seluruh dunia.
Pusdai bukan hanya pusat dakwah. Ia adalah pusat harapan.[]
Mi’raj News Agency (MINA)